Davina terkejut bukan main begitu ia melihat mejanya yang penuh dengan coretan menggunakan tinta merah, serta kertas-kertas yang tertempel pada benda itu.
'Jalang'
'Murahan'
'Mati aja'
Serta tulisan degradasi lain yang membuat harga dirinya merasa diinjak-injak. Mau marah, tapi pada siapa? Ia bahkan tidak mengetahui siapa pelakunya, juga tidak ingin berburuk sangka pada siapapun. Ah, biarlah, yang telah terjadi biarlah terjadi. Ia memilih untuk mencabut kertas-kertas itu, membuangnya pada tempat sampah di luar kelas. Mencari kapas dan alkoholnya nanti saja, pikirnya. Ia tidak ingin menganggu jam pelajarannya.
Teman sekelasnya juga terlihat tak begitu peduli dengan apa yang baru saja dialaminya. Namun jika ia harus menerka, sepertinya memang bukan teman sekelasnya. Baguslah, akan gawat bila di kelas akan mendapat gangguan seperti yang ia alami kemarin.
"Tau gak sih, kakinya Rere lumpuh anjir! Dia gak masuk sekolah."
"Demi apa?"
"Iya, katanya sih dia jatuh dari tangga gitu, kepeleset air minumnya sendiri."
Jantungnya berdegup begitu kencang, padahal ia baru saja dirundung oleh gadis itu kemarin. Karma datang begitu cepat, batinnya begitu. Tapi tetap saja, kemungkinan teman-teman Regina lah yang melakukan semua ini. Entah, ia juga tak terlalu mengacuhkan hal itu. Sudah dibilang, Davina adalah anak baik yang tidak pendendam.
Ponselnya bergetar tiga kali, untung saja pelajaran belum dimulai, sehingga ia memiliki cukup waktu untuk membalas pesan siapapun itu. Ia keluarkan benda itu dari sakunya, kemudian dinyalakan untuk melihat sang pengirim pesan. Betapa terkejutnya ia ketika melihat nama pada bar notifikasi.
Regina.
Mau apa lagi gadis ini dengannya? Padahal sudah dirasa cukup selesai masalah di antara keduanya, namun sepertinya ada beberapa hal penting yang ingin dibicarakan olehnya sehingga notifikasi memenuhi ponselnya.
'Dav, gue perlu ngomong sama lo, berdua.'
'Datengin gue di alamat yang nanti gue share location, itu rumah gue. Please, jangan bawa siapapun apalagi adek lo. Make sure gaada orang yang buntutin lo atau tau kalo lo ke rumah gue. Jaminannya adalah kaki gue yang lagi sakit, gue lumpuh, gue nggak akan macem-macem sama lo. Di rumah nanti juga ada orang tua gue.'
'Gue butuh bantuan lo, Dav. Gue sekarat.'
Rasa iba tiba-tiba saja mendominasi dalam dirinya. Ah, persetan, ia akan tetap datang ke rumah sang gadis, sembari membawakan beberapa buah, mungkin? Hitung-hitung juga untuk menjenguknya. Ternyata benar bahwa kedua kaki Regina malfungsi, seperti rumor yang tersebar oleh satu angkatannya.
Ia membalas pesan itu dengan singkat, kemudian menyimpan kembali ponselnya karena guru pengampu mata pelajaran pertama telah menginjakkan kaki dalam kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angelic Demon
Fanfiction"Halo kak, lets play, shall we?" Davina Almeira merupakan seorang gadis yang tinggal bersama keluarganya sebagai anak tunggal. Ia tersiksa selama ini karena kedua orang tuanya memang tidak menginginkan kehadirannya. Ia akhirnya harus menerima fakta...