10; Curiga

877 151 0
                                    

"Katanya Kak Rachelle meninggal dengan tiga belas tusukan di wajahnya, ih ngeri banget!"

Davina bergidik ngeri begitu ia melewati lorong kelas dengan mendengar desas-desus yang disebarkan oleh warga sekolah. Ia sendiri turut prihatin dan berpikir, bagaimana bisa ia dibunuh dengan tragis seperti itu. Rachelle memang bisa dibilang memiliki banyak musuh, tetapi itu tidak berarti ia harus meninggal secara mengenaskan seperti itu. Persis seperti kasus Georgio, namun sepertinya ini lebih parah.

Begitu pula dengan ketujuh remaja yang kini menunggu guru jam pertama dengan menggosip ria. Tentu saja, obrolan diawali oleh Sam, dan juga Han yang maniak teka-teki, walau sebagian besar dari mereka dijawab oleh Sky.

"Demi Tuhan, kenapa sekarang banyak kasus pembunuhan ya? Mana brutal banget. Waktu itu si Georgio di sekolah, ini sekarang di rumah Rachelle. Jangan-jangan di sekolah kita ada serial killernya," celetuk Shotaro.

"Well, gak memungkinkan benar sih. Secara kalo dilihat, dua korban itu bukan orang baik-baik, mereka punya banyak musuh. Demen ngebully orang, pantes aja," timpal Javier.

"Aku ke kamar mandi dulu ya Sky, kayaknya aku salah makan deh, perutku sakit."

"Oh iya Lix, sok aja atuh."

Felix berdiri untuk merapikan seragamnya, kemudian beranjak dari kursi dan meninggalkan kelasnya, tak lupa ia menaruh sebuah benda kecil di dalam kolong meja.

Setelah dipastikan lelaki itu telah menghilang dari pandangan mereka, Sky memulai pembicaraan kembali dengan nada serius.

"Gue curiga sama Felix."

"Hah?" Sahut kelima remaja itu kompak. Mereka tampak terkejut atas pernyataan Sky barusan.

"Lo pada ngerasa gak, kejadian aneh ini menimpa kita pas Felix masuk disini. Gue ga mau berburuk sangka, tapi kelakuan dia beneran sus banget."

Sam tampak mengernyit, tetapi yang jelas ia tak setuju. Menurutnya, Felix merupakan seseorang paling polos yang pernah ia temui. Jadi tidak mungkin sekali melakukan hal seperti itu.

"Ga mungkin lah, dia mukanya anak baik-baik kok, yakali."

"Justru itu, Sam. Biasanya yang begitu itu yang paling mencurigakan."

"Tapi bisa aja Kak Hades kan? Katanya dia diem banget, misterius gitu. Di grup sekolah aja ga pernah nongol sekalipun buat ucapin bela sungkawa. Padahal Felix ngucapin loh."

"Iya juga ya," balas Sky pada Javier yang menyampaikan opininya.

Ketujuh dari mereka tampak berpikir. Sebenarnya mereka tidak ingin asal tuduh dan berburuk sangka pada Felix, karena lelaki itu begitu baik pada mereka. Tetapi kalau dipikir-pikir, memang ada benarnya juga. Hanya saja, Sam tampak sangat menyangkal hal itu. Mungkin karena sejak awal masuk ia sudah menjalin hubungan pertemanan dengan Felix.

"Hasil tes psikologi kalian keluar?"

"Keluar."

"Cuma Felix sama Kak Hades yang enggak. Kira-kira kenapa ya?"

Selama mereka tampak berpikir, keenamnya diam begitu Felix memasuki kelas dengan tersenyum dan melambaikan tangan. Ia duduk di bangkunya kembali dengan mata berbinar-binar. "Kalian bicarain apa?"

Mereka tampak memandang satu sama lain, namun dengan tatapan tenang yang tak panik.

"Oh, enggak kok Lix. Bahas kematiannya Kak Rachelle. Kasian ya, tragis banget. Tapi dia emang nyebelin sih," ujar Peter.

Untuk mengalihkan pembicaraan, Han mengeluarkan beberapa buah kartu dan papan yang sepertinya untuk mereka mainkan. Memang beberapa hari ini guru-guru sedang sibuk akibat banyaknya kasus yang melanda di sekolah mereka. Jadinya mereka banyak menganggur dibandingkan pelajaran.

"Main guess the thief yuk!"

"Boleh," sahut Shotaro.

"Gimana tuh mainnya?" Tanya Felix yang memandang linglung, karena memang ia belum pernah mendengar permainan itu sebelumnya.

"Jadi nanti gue bagiin kartu-kartu ini yang gambarnya traveller dan negaranya, nanti ada satu orang yang dapet kartu gambar pencuri. Nah, si pencuri ini harus berhasil nebak negara yang didapet biar ga ketauan. Sedangkan yang dapet kartu traveller harus nebak siapa pencurinya. Satu orang dikasih satu kesempatan buat nebak ciri-ciri negara, dan orang yang terakhir nebak harus udah nyebutin negaranya."

Mulutnya membentuk O besar, ia mengangguk riang setelahnya. "Mirip among us sama werewolf ya?"

"Yup, betul Lix."

Han mulai memilih salah satu dari sepuluh bungkus set kartu, mengocoknya terlebih dahulu, dan membagi sama rata, namun ia sudah memastikan bahwa terdapat kartu pencuri di dalamnya, karena satu set kartu berisi delapan, sedangkan mereka hanya bertujuh.

Javier mulai menebak negara tersebut, dan bisa dibilang ciri-cirinya sangat mendekati. Itu berarti, Javier bukan sang pencuri.

Aku dapet thief ya?

Begitu pula dengan Shotaro, ia menyebutkan bahwa terdapat tempat bersejarah dalam negara tersebut yang menarik banyak wisatawan mancanegara, mempunyai makanan yang enak-enak. Hal itu benar, tinggal lima remaja yang belum menebak. Karena takut salah dan kalah, mereka begitu hati-hati. Begitu pula dengan Felix, mukanya terlihat kebingungan.

Untuk bermain aman, sepertinya Felix harus menebak paling akhir. Itupun juga ia beruntung untuk mengumpulkan beberapa ciri-ciri dan menyebut sebuah negara dengan benar.

"Gue mau nebak. Tempatnya ga seberapa besar, tapi terkenal. Dan bagian dari Eropa."

Pendapat Sam yang langsung hampir menunjuk poin itu memudahkan Felix. Keenam dari mereka memusatkan perhatiannya pada Felix yang belum juga bisa menebak.

Italia.

"Okay, bagianku yaa. Aku tebak, Prancis!"

"Salah, Italia! Lo kalah Lix, karena lo thief."

Felix menepuk jidatnya, merasa ceroboh, kemudian terkekeh geli. "Maaf ya, aku gak jago mainnya."

"Iya gapapa. Lo ga pinter bohong ya ternyata, maaf udah sempet curiga sama lo, Lix."

"Curiga kenapa Sky?"

"Hahaha, gausah dipikirin deh, intinya gue minta maaf," tutur Sky.

"Iyaa, aku maafin!"

Good for you, untung kamu minta maaf, Sky. Aku ga perlu nambahin list lagi di bukuku.

Angelic DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang