030 || rumah sakit.

90 11 0
                                    

Najwa memakirkan kendaraan roda empatnya di salah satu parkiran milik rumah sakit terbesar di jakarta.

Ia langsung menunuju ruang dokter yang selama ini mencek kondisinya semenjak penyakit gangguan kecemasan itu tiba. Najwa mengetuk pintu lalu membukanya saat ada yang menyuruhnya masuk dari dalam.

"Hai Najwa, apa kabar?" Tanya dokter Rendi dengan ramah.

"Gak baik dok."

"Kambuh lagi?" Tanya dokter Rendi.

Najwa mengangguk sebagai balasan. Memang akhir-akhir ini ia sering berfikir untuk bunuh diri semenjak pergi melayat ke makam Joshua seminggu yang lalu. Bahkan, di tengah malam ia suka berteriak sendiri memanggil nama Joshua dan mencoba melukai diri sendiri. Karna tidak mau semakin memburuk Najwa membuat janji dengan dokter Rendi, dokter yang membantunya melakukan terapi.

"Kadang saya berfikir buat bunuh diri dok, pernah juga tanpa sadar saya ngelukai diri saya sendiri dok," jelas Najwa membuat dokter Rendi mengerutkan keningnya.

"Padahal kamu sudah mulai terbiasa dengan masa lalu kamu, apa yang membuat mu menjandi seperti itu? Apakah tentang tugas?" Tanya dokter Rendi sembari mencatat sesuatu di atas kertas selembaran.

Najwa menggeleng ia membenarkan duduknya karna gelisah, pikirannya menerawang kemasa lalu menginngat kejadian yang paling ia benci dalam hidupnya.

"B-b-b-bukan g-gitu dok, t-tapi, huh- AAAA," mata Najwa bergerak gelisah dan diakhiri dengan teriakan. Dadanya naik turun merasakan sesak yang ada, jantungnya beregup lebih cepat.

"Najwa, Najwa rileks okay, rileks, itu bukan salah kamu. Dia mati karena udah ajalnya, so, jangan salahin diri kamu." Ucap Dokter Rendi membuat Najwa menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.

"Dia mati karna saya dok," Najwa menunduk menahan isak tangisnnya.

"Seharusnya saya tidak menyuruhnya menjemput saya, seharusnya-"

"Syutt- Abang gak mau dengar kamu menyalahkan diri kamu sendiri." Ucap dokter Rendi mengenggam tangan Najwa lalu mengeluskan menggunakan ibu jari supaya pasien di depannya ini lebih tenang.

"Kamu bisa cerita sama Abang keseharian kamu, dan apa yang membuat penyakit mu kambuh lagi."

Najwa menarik nafasnya perlahan. "Kemarin saya melayat kemakam Joshua. Lalu, saat malam dia datang ke dalam mimpi saya, dia ngulurin tangannya biar saya mau ikut sama dia saat itu saya terima, saya gak tau saya di bawa kemana tapi saat saya membuka mata di sana gelap, gak ada cahaya satu pun, tiba-tiba suaranya menggema di sebuah ruangan yang sangat gelap dia bilang kalau ... aku pembunuh. Setelah itu saya berbalik sambil nutup telinga saya karna suaranya semakin keras, saya nemuin mayat Joshua tergeletak disana bersimpah darah, baunya sangat busuk hampir membuat saya muntah. Lalu saya gak ingat lagi apa yang terjadi karna, adik saya membangunkannya."

"Kamu masih minum obat yang Abang berikan?" Tanya Rendi.

Nanwa mengangguk. "Seminggu ini."

Dokter Rendi mangut-mangut. Tidak sedikit pasien yang datang kepadanya dengan penyakit trauma akan masa lalu, dia adalah seorang lulusan psikologi dan membuka rumah sakit khusus untuk kejiwaan. Najwa adalah pasien yang suka berkelu kesah dengannya. Dia juga tidak bosan mendengar keluhan seorang gadis di depannya karna memang itu yang ia butuhkan.

"Kamu udah buat diri kamu sibuk?" Tanyanya lagi.

Najwa lagi-lagi mengangguk. "Kemarin, Mantan saya datengin saya sama wajahnya yang bonyok, dok," sahut Najwa.

"Disaat itu, saya ingin sekali memeluknya. Tapi, saya benci hal itu."

"Viko?" Tanyanya memastikan.

"Iya, dok, saya masih sayang sama dia. Tapi, ngeliat mukanya saja saya udah ingat kejadian 2 tahun yan lalu."

NAJWA AXEA : QUEEN OF BADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang