8. Goodbye, My Ex.

285 45 5
                                    

"Ayo! Jangan letoy terus! Diputusin aja sampai nggak makan berhari-hari," omel ibu pada Sahara yang terduduk lesu di sofa.

"Ibu nggak tau rasanya, sih," ucap Sahara sambil merebahkan tubuhnya di atas sofa.

Tak peduli dengan bajunya yang akan kusut, Sahara berguling-guling di atas sofa. Percuma saja dandanannya rapi kalau hatinya sangat berantakan.

Ibu hanya menggeleng tak habis pikir. Padahal ia lebih dulu merasakan hidup dari pada Sahara. Tapi, bisa-bisanya anaknya itu seolah mengatakan kalau ia tidak tahu apa-apa.

"Ibu nyoba nasi jauh lebih dulu dari kamu, Sa."

Sahara mencebik kecil, masih berguling-guling di atas sofa yang luasnya tidak seberapa. Dalam hatinya, ia masih kesal pada Jiwa yang tak kunjung membalas pesan darinya.

"Duduk dulu, ibu kenalin kamu ke anak temen ibu. Ibu jamin, kamu bakalan suka." Ibu menarik tangan Sahara agar kembali duduk dan merapikan rambut Sahara yang sudah diikat rapi.

"Aku cuma mau Jiwa!" kekeh Sahara.

"Jiwa yang nggak mau kamu."

"Ibu...," rengek Sahara sambil menghentakkan kakinya.

Tak mau meladeni Sahara yang selalu merengek tentang Jiwa, ibu menarik Sahara agar berdiri dan merapikan dress selutut putri tunggalnya itu. Tak habis pikir dengan sang anak yang terlalu lebay hanya karena putus cinta.

"Udah, ayo semangat. Senyum dulu, beruntung banget kamu mau ibu kenalin ke cowok ganteng."

"Yang ganteng buat aku tuh, cuma Jiwa,"  balas Sahara nyolot.

"Udah, berisik kamu!" Ibu segera menarik tangan Sahara untuk pergi keluar setelah anaknya itu tidak keluar berhari-hari.

🌵🌵🌵

"Ra, aku dijodohin, sama anak temen kerja papa," ungkap Adit di tengah keheningan yang melanda antara dirinya dan Azura.

Azura yang sedari tadi meremas tangannya karena tidak nyaman dengan suasana langsung berhenti. Ia menatap Adit lama, tatapan Azura tidak bisa diterjemahkan. Semua perasaan campur aduk saat mendengar pernyataan Adit membuat sinar matanya memudar.

"Aku nggak minta putus. Aku cuma mau bilang, biar kamu nggak salah paham. Aku mau nolak, tapi nunggu Papa pulang dulu," sambung Adit.

Azura menghembuskan napasnya perlahan. Ternyata takdirnya dan Adit mengarah ke sini, sebuah perpisahan. Memang, selama ini Azura tidak menemukan kesamaan dirinya dan Aditya. Azura jauh tertinggal dibanding Adit dan Azura sendiri merasa tidak mampu untuk mengimbangi Adit.

Azura memaksakan senyumnya, "ternyata ini jawaban dari semua pertanyaan yang aku pendam selama ini," ucapnya tanpa menatap Adit.

"Ra, jangan aneh-aneh, aku nggak minta putus," ucap Adit agar Azura tidak memikirkan hal yang aneh.

"Kalau udah kayak gini, sebaiknya kita udahan aja nggak, sih?" tanya Azura sambil menatap mata Adit dengan mata yang mulai memerah.

Adit tercekat, tidak menyangka Azura akan melontarkan kalimat itu. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Bukan hal seperti ini yang Adit harapkan. Dalam bayangannya, Adit mengira Azura akan mempertahankan hubungan mereka, memberi dukungan pada Adit untuk mengatasi semuanya. Tapi, kenyataan yang saat ini Adit dapat benar-benar berbeda. Azura melepaskannya.

"Bukannya aku nggak mau mempertahankan hubungan kita. Tapi, keadaan yang kayak gini, mendorong aku untuk menyerah."

"Aku bisa ngatasinnya, Ra. Nggak harus putus," ucap Adit pelan.

Katanya, Move On? (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang