"Adit, Adit, menurut lo, gue harus galau atau nggak usah?" tanya Sahara random saat mereka duduk di ruang tamu rumah Sahara.
Ya namanya juga ibu-ibu, jika sudah bersemangat, akan melakukan apa saja untuk mencapai kemauannya. Lihat saja sekarang, Adit harus rela berada di rumah Sahara saatdirinya sendiri tak mau bertemu dengan siapapun. Adit hanya mau menyepi untuk mengobati hatinya.
Dengan malas, Adit melirik Sahara yang bersadar lesu di sofa. "Galau aja, gue juga lagi galau. Kita galau sama-sama kalau gitu," ungkap Adit.
Sahara langsung menegakkan punggungnya dan duduk menghadap ke arah Adit dengan antusias. Sahara mendadak kepo dengan penyebab Adit galau. Gila, cowok seganteng ini juga bisa galau rupanya.
"Lo galau kenapa? Gimana kalau kita tukeran cerita? Biar bisa galau jamaah nih," ucap Sahara asal.
Adit mengernyitkan dahi, tidak habis pikit dengan Sahara yang sangat random. Tapi yang lebih membuat heran, kenapa juga Adit mau meladeni Sahara yang notabennya baru ia kenal dua hari lalu. Kenapa Adit malah ikutan banyak bacot saat sedang bersama Sahara.
Adit menaikkan kakinya, memutar tubuh, dan duduk bersila di hadapan Sahara.
"Misalnya nih, misalnya ya! Jangan sampai lo mikir yang enggak-enggak." Adit memperingatkan Sahara sebelum ia mulai berbicara.
"Apa?"
"Lo kalau jalan di samping gue insecure nggak?"
"Ya enggak, lah! Lo ganteng begini! Gue malah bangga," jawab Shara sambil memukul kaki Adit sedikit keras. "Kenapa? Lo diputusin karena malu-maluin, ya?"
Ingin rasanya Adit menyentil dahi Sahara yang berbicara sembarangan. Adit dibuat seolah tidak memiliki harga diri dengan ucapan gadis itu. Itu mulutnya Sahara terbuat dari apa kalau boleh tahu?
"Ya enggak, lah! Nggak mungkin gue yang ganteng ini malu-maluin!" Adit membantah ucapan Sahara karena tidak terima dibilang malu-maluin.
"Terus kenapa?"
"Nah, kenapa si Azura malah insecure pas jalan sama gue?"
"Mungkin karena lo emang malu-maluin buat dia," jawab Sahara enteng.
Sumpah deh, dalam otaknya, Adit sedang membayang menyentil dan menoyor kepala Sahara. Untuk menahan rasa kesalnya, Adit mencoba mengatur napasnya agar kembali normal.
"Gue nggak jadi cerita! Jauh-jauh lo sana!" kesal Adit.
Seolah seperti sudah kenal dari lama, Adit dan Sahara mengobrol dengan santai seolah mereka berteman dekat.
"Dih, ngambek, kayak cewek lo!" cibir Sahara.
"Lo ngeselin, tau nggak?!"
"Loh? Ngeselin dari mana coba? Lo kan nanya, makanya gue jawab!"
"Nyesel gue nanya ke lo!"
"Dih, ngambek lo? Pantes diputusin, lo kayak cewek gini, lembek!"
"Pantes lo diputusin, orang mulut lo aja gini!" balas Adit tak mau kalah.
"Wah, nggak bisa dibiarin nih," ucap Sahara sembari bangkit dan mulai mencekik Adit yang sangat mengesalkan di matanya.
Tidak menggunakam tenaga sedikit pun, Sahara hanya menggoyang-goyangkan leher bagian bawah Adit untuk menyalurkan rasa kesalnya.
"Heh! Gue mati nih!" teriak Adit, tapi tidak berusaha mengenyahkan tangan Sahara dari lehernya sedmkit pun.
"Bodo amat! Manusia kayak lo emang cuma nambah-nambahin polusi!"
"Sa, gue dari tadi manggil kok nggak...," ucapan Jiwa yang saat ini sudah mematung di pintu saat melihat Sahara dan seorang laki-laki yang tidak dikenalnya.
Siapapun yang melihat posisi Adit dan Sahara saat ini otomatis akan langsung salah paham. Begitu juga dengan Jiwa. Dirinya langsung shock melihat Sahara. Ya, walaupun mereka sudah putus, tapi kan hanya pura-pura, hanya untuk memberi Sahara pelajaran. Tapi kenapa malah seperti ini? Sevuah plot twist yang tak terduga.
"Ji, lo ngapain ke sini?" tanya Sahara sambil menjauhkan dirinya dari Adit. Ia benar-benar merasa seperti ketahuan selingkuh.
Adit yang mengerti dengan keadaan, hanya diam dan tidak mau ikut campur urusan kedua orang ini. Ia langsung mengambil menghidupkan ponselnya dan berkutat dengan benda pipih yang sudah berada di tangannya.
"Gue cuma mau ambil kaktus yang kemaren," ucap Jiwa asal.
Mana mungkin Jiwa mengambil barang yang sudah ia berikan pada Sahara. Awalnya, Jiwa ingin menemui gadis itu untuk melepas rindu. Semenjak Jiwa memutuskan hubungan mereka, Sahara tak pernah lagi menghampirinya ke rumah.
"Nggak boleh! Masa lo mau ambil barang yang udah lo kasih?!" tolak Sahara. "Nggak boleh pokoknya!"
"Ya udah kalo gitu," ucap Jiwa kemudian berbalik berjalan keluar rumah. Jujur saja, Jiwa sedang merasa cemburu saat ini.
"Ji! Jarang-jarang lo nyamperin gue ke rumah, masa cuma sebentar?" Sahara segera berlari sembari mencoba menahan Jiwa yang hendak pergi.
"Gue chma mau nanya kaktus, kayaknya lo lagi sibuk."
"Ji, jangan bilang lo lagi cemburu?"
"Nggak! Ngapain juga?! Kan udah putus," bohong Jiwa.
Sahara berdiri di hadapan Jiwa sambil merentangkan tangannya, sebagai tanda bahwa Jiwa belum boleh pergi dari rumahnya. Mengerucutkan bibir, Sahara berusaha membujuk Jiwa agar mereka tidak usah putus saja.
"Ji, nggak usah putus, ya?"
Jiwa hanya diam, tidak menanggapi Sahara. Ia benar-benar memiliki suasana hati yang buruk sekarang. Sekaligus, ia masih terkejut saat meljhat Sahara bersama laki-laki lain.
"Kenapa nggak usah? Lo kan udah nemuin laki-laki yang lebih baik dari gue," tuding Jiwa.
"Kan! Lo lagi cemburu!"
"Enggak," bantah Jiwa tanpa menatap mata Sahara. "Udah, gue mau pulang. Lo masuk aja, di luar panas."
Jiwa menurunkan tangan Sahara dan meninggalkan gadis itu di halaman rumahnya. Sahara yang tidak digubris lagi oleh Jiwa hanya bisa menangis lagi untuk kesekian kalinya.
Sambil menghentakkan kaki, Sahara masuk ke rumahnya dan segera masuk ke kamarnya tanpa merespon Adit yang masih duduk di ruang tamu dan menatapnya dengan heran. Sahara menolak untuk berbicara dengan siapapun sekarang. Ia sedang galau! Tolong catat baik-baik.
"Lo kenapa?" Pertanyaan Adit hanya dianggap angin lalu oleh Sahara.
Saat sampai di kamarnya, Sahara duduk di lantai dan bersandar ke pintu. Sahara hanya ingin menangis sekarang. Jarang-jarang Jiwa mau ke rumahnya, tapi malah hal seperti ini yang terjadi saat Jiwa datang.
"Sa, kamu kenapa?" tanya ibu sambil mengetok pintu dari luar.
Sial, pasti Adit sudah mengatakan sesuatu pada ibu. Dasar cepu!
"Aku mau Jiwa ibuu," rengek Sahara.
"Jiwanya kan nggak mau. Kamu sama Adit aja, ya?" tawar ibu.
"Nggak mauu, aku cuma mau sama Jiwa," rengek Sahara seperti anak kecil.
Beberapa saat, suara ibu tidak terdengar lagi. Sepertinya ibu juga sudah menyerah menghadapi Sahara yang terlalu lebay. Sahara segera mengeluarkan hp dari saku celananya dan mencoba mengirimi pesan pada Jiwa.
"Dasar alay!" cibir Adit dari balik pintu yabg bisa didengar jelas oleh Sahara.
"Biarin! Nggak alay, nggak hidup!" balas Sahara sambil terus terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya, Move On? (SELESAI)
Teen FictionAwalnya cuma pura-pura mau move on. Eh, ternyata malah dipaksa move on beneran. Start : 22 Oktober 2022 Finish : 12 Desember 2022