"Awas aja lo Ji! Nggak bakal gue tegur selama seminggu!"
Sahara berguling-guling di tempat tidurnya seraya mengumpati Jiwa yang tak kunjung menunjukkan tanda-tanda kehadirannya. Sudah lewat jam sebelas malam, artinya sebentar lagi hari ulang tahun Sahara akan berakhir. Namun, Jiwa tak kunjung mengucapkan apapun padanya, justru Jiwa menghilang dan tidak bisa dihubungi sama sekali.
Sahara mulai merasa kecewa sekarang, orang yang paling ia tunggu tidak kunjung muncul. Berbagai pikiran buruk pun muncul. Mulai dari rasa insecure Sahara karena Jiwa yang terlihat tidak peduli dengan hubungan mereka hingga rencana Sahara untuk minta putus.
Selama pacaran, Saharalah yang terus menerus menghampiri Jiwa. Seolah hanya Sahara yang membutuhkan Jiwa, sedangkan Jiwa tidak membutuhkannya. Overthinking Sahara terus berlanjut seiring berjalannya waktu.
Sahara juga mulai memikirkan keadaannya jika putus dari Jiwa. Apakah akan baik-baik saja? Atau akan sangat berpengaruh pada hidupnya? Lagi pula, jika tetap melanjutkan hubungan ini pun, Sahara akan tetap jadi pihak yang berjuang sendirian. Hubungan mereka hanya satu arah, seolah hanya Sahara yang menginginkan hubungan ini tetap berjalan.
Sahara menatap layar hpnya lama, memandangi potret dirinya bersama Jiwa. Ia tidak mengerti kenapa Jiwa mengajaknya berpacaran kalau akan diabaikan. Awalnya, Sahara memang tidak terlalu mencintai jiwa. Tapi, perasaan cinta itu terus bertambah seiring bertambahnya waktu yang ia habiskan dengan Jiwa. Pada akhirnya, Sahara seperti jatuh cinta sendirian.
Tiba-tiba nama dan foto Jiwa muncul di layar hpnya. Jiwa menelfon Sahara, tapi Sahara tidak merasa bahagia sedikitpun. Rasa kecewanya makin menggunung saat panggilan-panggilan dari Jiwa tidak kunjung berhenti. Ia segera meletakkan hpnya di atas nakas dengan kasar tanpa menerima ataupun menolak panggilan dari Jiwa. Biarkan Jiwa berpikir kalau Sahara sudah tidur hingga tidak bisa menerima telfon darinya.
"Jahat banget sih, ngapain ngajak pacaran kalau ujung-ujungnya nggak dianggap."
Sahara menutup wajahnya dengan bantal, matanya memanas hingga tak lama kemudian air matanya mulai tumpah. Sahara benar-benar kecewa, hingga tidak sanggup lagi rasanya untuk tidak menangis. Biarkan Sahara menghabiskan menit-menit terakhir hari ulang tahunnya untuk menangis.
"Sa, udah tidur?"
Sahara tersentak kaget karena suara kecil dari luar jendelanya diiringi dengan ketukan-ketukan kecil. Sahara segera bangun dan memandangi bayangan dari jendela kamarnya. Sahara segera menghapus air matanya dan berjalan menuju jendela kamarnya dan mengintip dari celah gorden siapa yang berdiri di depan jendelanya.
Sebenarnya Sahara sedikit takut, mengingat kamarnya yang ada di lantai satu, mungkin saja ada orang mabuk yang iseng mengganggunya.
Setelah mengintip sedikit, Sahara segera membuka gordennya lebar-lebar saat mendapati orang yang berdiri di balik jendela adalah Jiwa. Sahara melirik jam, dan sepertinya ini sudah terlalu malam untuk Jiwa bertamu ke rumahnya.
"Ngapain lo malam-malam ke sini?" ketus Sahara tanpa membuka jendela kamarnya.
Jiwa tersenyum, kemudian mengarahkan sebuah cake kecil disertai lilin pada Sahara. "Happy birthday Sahara," ucapnya diiringi senyum.
Sahara tidak jadi kesal dan malah menangis. Ia kira, Jiwa tidak ingat dengan hari ulang tahunnya. Ia kira Jiwa benar-benar tidak mempedulikannya. Lalu tiba-tiba laki-laki yang sangat dinantikan Sahara seharian ini muncul dengan cara yang tidak terduga.
"Eh, kenapa malah nangis?"
Sahara menghapus air matanya kasar. "Ya lo pikir aja sendiri! Gue udah nungguin lo dari pagi, tapi lo malah ngilang! Mana nomor lo nggak aktif, gue cari ke rumah lo juga nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya, Move On? (SELESAI)
Ficção AdolescenteAwalnya cuma pura-pura mau move on. Eh, ternyata malah dipaksa move on beneran. Start : 22 Oktober 2022 Finish : 12 Desember 2022