Sahara melangkahkan kaki setengah melompat sambil memain-mainkan saus sambal terasi saset yang ada di tangannya. Sejak berbaikan dengan Jiwa, mood Sahara mulai membaik, dan nafsu makannya juga meningkat. Untuk Sahara, tidak ada yang namanya kenyang karena cinta. Kenyang ya tetap karena makan.
"Trilili lili lili liliii...." Sahara menyanyi asal sembari menuju dapur untuk mencari makanan.
"Loh? Udah baikan kamu?" tanya ayah yang duduk di depan televisi heran saat melihat Sahara yang sudah melompat-lompat kegirangan.
Sahara tersenyum dan berbalik sambil berjalan mundur. " Udah dong!"
"Udah baikan sama Jiwa?"
"Udah!" Kali ini Sahara melompat ke dekat ayahnya. "Tapi belum balikan."
"Sepenting itu ya, Jiwa untuk kamu?"
"Iya, soalnya jarang ada cowok yang mau sama cewek berisik kayak aku, Yah," curhat Sahara.
Ayah Sahara sudah tahu kalau soal itu. Sulit bagi anak semata wayangnya itu untuk menemukan seseorang seperti Jiwa. Siapa juga yang akan tahan dengan Sahara yang manja, random, dan agak egois ini. Ayah Sahara sangat sadar kalau ia dan Ibu Sahara terlalu memanjakan Sahara. Tapi ya gimana, namanya juga anak tunggal.
"Udah seyakin itu sama Jiwa?" tanya ayah berniat untuk membuat Sahara ragu.
"Yakin! Seribu persen!" jawab Sahara.
Ayah hanya menggeleng kecil setelah mendapat jawaban Sahara. Sudah seyakin itu ternyata. Kalau sudah begini, Ayah Sahara hanya bisa mendukung mereka berdua.
"Sahara!" teriak ibu dari liar rumah membuat Sahara dan ayah langsung menoleh ke arah pintu. "Ini ada Adit sama Papa Mamanya datang!"
Sahara menatap ayahnya dengan tatapan memelas. Sepertinya ini kesempatannya untuk berbicara pada ayah untuk membujuk ibu agar berhenti menjodohkannya dengan Adit. Sahara sudah punya Jiwa, jadi ia tidak butuh cowok lain selain Jiwa.
"Yah, tolong bilangin ke ibu ya, berhenti jodoh-jodohin aku sama Adit," pinta Sahara.
"Biarin aja, biar ibu kamu senang. Kalau kamu nggak suka, besok tinggal tolak aja," jawab ayah.
Sahara mengangguk bahagia. Lega setelah mengetahui bahwa ia dapat menolak Adit.
"Ayah ke ruang tamu dulu, makan gih." Ayah langsung tahu Sahara sebenarnya tadi mau makan saat melihat saus sambal terasi saset yang sedari tadi dicubit-cubit Sahara.
"Aku sayang ayah!" ucap Sahara sambil menunjukkan jari yang berbentu hati pada ayahnya.
Sahara segera berjalan setengah melompat menuju dapur. Moodnya benar-benar sudah membaik. Dengan bahagia, ia mengambil mie instan dan telur untuk ia olah menjadi martabak mie.
Sambil melantunkan lagu yang ia hafal dengan suara melengking, Sahara memasak dengan riang. Tak peduki dengan asap dan hawa panas, Sahara tetap saja bahagia.
"Lo bikin apa?" tanya Adit yang tiba-tiba sudah duduk di meja makan tak jauh dari tenpat Sahara memasak.
"Martabak mie, lo mau nggak?"
Adit menaikkan sebelah alisnya pertanda heran pada Sahara. Tumben ia terlihat sangat bahagia. Atau mungkin karena gadis itu sudah berbaikan dengan pacarnya? Tapi, secepat itukah?.
"Boleh deh," jawab Adit yang tiba-tiba merasa lapar karena mencium bau masakan Sahara.
Setelah selesai memasak, Sahara memberikan satu martabak mie pada Adit dan mereka melahapnya. Awalnya, hanya ada keheningan di antara mereka. Sanpai Sahara membuka suara terkait perjodohan mereka.
"Dit, kata ayah gue, perjodohan ini nggak terlalu dipaksakan. Kita bisa nolak kalau emang kita nggak mau," jelas Sahara sambil mengoleskan saus sambal terasi ke atas martabak mie miliknya.
Adit berhenti mengunyah, tiba-tiba saja selera makannya menguap karena pernyataan Sahara. Walaupun baru mengenal Sahara, rasanya Adit tidak mau menolak perjodohan ini. Lama-lama ia mulai terbiasa dan merasa nyaman saat bersama Sahara.
"Oh," jawab Adit tak berminat sedikit pun.
"Gitu aja? Seharusnya lo seneng, jadi lo bisa balikan sama Azura," ucap Sahara dengan sangat antusias tapi terdengar sangat menjengkelkan di telinga Adit.
"Gue sama Azura nggak akan pernah bisa sama-sama," ucap Adit sambil menatap sendok yang dipegang Sahara.
Sahara mengernyit, tidak mengerti kenapa Adit tidak bisa bersama Azura. Ah, bisa saja ini masalah perbedaan agama.
"Loh? Kenapa?" Sahara mulai memancing Adit untuk bercerita.
"Masalah latar belakang keluarga, dan Azura nggak percaya diri buat berjuang sama gue buat dapetin restu mama," cerita Adit dengan tatapan mata kosong.
"Emang keluarga Azura kenapa? Keluarga lo kenapa?" Sahara makin penasaran.
Adit menarik napasnya panjang. Ia kembali teringat perpisahannya dengan Azura. Ia juga teringat bagaimana mamanya merendahkan Azura saat Adit mengenalkannya pada mama.
"Azura itu anak broken home," ucap Adit. "Ekonominya sulit, dan mama nggak mau nasib gue sama kayak Azura. Mama juga khawatir kalau Azura cuma ngincar harta gue."
Sahara sontak terkejut saat mendengar cerita Adit. Tak menyangka Mama Adit aslinya seperti itu. Padahal menurut Sahara, Jika Azura anak broken home, yang salah itu kan bukan Azura, tapi orang tuanya.
"Padahal Azura keliatannya baik, anaknya kalem gitu, sampai bikin gue insecure. Tapi kenapa mama lo malah gitu?" tanya Sahara tak habis pikir.
Adit mengangkat bahunya pertanda tidak memiliki jawaban untuk menjawab pertanyaan Sahara. Adit sendiri juga bingung kenapa mamanya sangat tidak menyukai Azura.
"Cup-cup, nggak usah nangis, gue nggak punya tisu," ucap Sahara mencoba mencairkan suasana.
"Rumah elit, tisu sulit," cibir Adit.
"Dasar tamu nggak sopan!"
Adit mengabaikan Sahara dan lanjut menyantap makanan yang ada di hadapannya. Walaupun makanan ini cukup sederhana, tapi rasanya sangat enak menurut Adit.
"Oh iya, gue beli tiket konser," ucap Adit disela makannya. "Lo temenin gue nonton, ya."
"Dih? Kesurupan apa lo ngajak gue nonton konser?"
"Kayaknya momentnya bagus buat nonton galau sambil dengerin lagu Fabio," jelas Adit.
"Terus ngapain ngajak gue? Gue nggak lagi galau kalau lo mau tau."
"Temenin aja apa susahnya, sih?"
Sahara memegang keningnya dan berpikir sejenak. Kira-kira Jiwa marah tidak ya, kalau Sahara pergi nonton konser bareng Adit? Tapi kasihan juga Adit kalau tidak ia temani.
"Oke, sebagai teman yang baik, gue bakal nemenin lo nonton. Lo puas-puasin deh galaunya," ucap Sahara setuju.
Ya, walaupun Sahara juga tidak mengerti kenapa Adit sampai sealay ini. Padahal harusnya yang galau sambil nonton kobser itu kan biasanya cewek. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, cowok kan juga punya hati. Jadi wajar jika Adit galau karena hubungannya dengan Azura yang harus kandas.
"Baru kali ini gue ketemu cowok yang galaunya bisa sealay ini," celetuk Sahara asal.
"Gue juga manusia yang punya hati kalau lo mau tau."
"Ya tau, tapi kenapa lo bisa sealay ini?"
"Lo lebih alay, kalau lo nggak sadar," jawab Adit.
"Oh jelas. Nggak akay, nggak bahagia. Hidup alay!"
![](https://img.wattpad.com/cover/302643107-288-k26178.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya, Move On? (SELESAI)
Teen FictionAwalnya cuma pura-pura mau move on. Eh, ternyata malah dipaksa move on beneran. Start : 22 Oktober 2022 Finish : 12 Desember 2022