"Adit!" Sahara mencoba menyamakan langkah kakinya dengan Adit yang berjalan cepat memasuki sebuah kafe yang isinya kebanyakan anak muda.
Adit berhenti mendadak di depan pintu kafe, kemudian melirik tajam Sahara sekilas. Sebenarnya ia sedikit geram karena Sahara yang selalu berisik dan mengusik telinganya. Gadis ini sangat berbeda dengan Azura yang tenang, lemah lembut, dan tidak cerewet.
Sahara menabrak Adit yang berhenti dengan mendadak hingga wajahnya menempel di pundak Adit. Yang parahnya, makeup Sahara menempel di baju Adit yang bewarna hitam. Tentu saja sangat terlihat jelas.
"Lo nggak bisa diam, ya?" kesal Adit.
Sahara mengkerutkan keningnya, ikut kesal setelah mendengar nada bicara Adit yang menyebalkan. "Nggak bisa!" ucapnya sambil melirik baju Adit yang terkena makeupnya.
Adit menghembuskan napas dengan kasar sebelum melangkahkan kaki dan membuka pintu kafe. Tak lupa, ia juga menahan pintu kafe sampai Sahara benar-benar masuk.
"Dit! Emang lo malu jalan sama cewek berisik kayak gue? Gue malu-maluin?"
"Bukan malu-maluin, gue aja yang pusing dengernya."
"Oh gitu, ya udah, gue bakal tetap berisik," putus Sahara seenak hatinya.
"Terserah lo, Ra," pasrah Adit kemudian berjalan untuk memesan makanan dan minuman.
Sahara mengikuti Adit di belakang sembari meniup baju Adit di bagian pundak mencoba menghapus jejak makeup Sahara yang menempel disana. Sesekali, Sahara memberaihkan baju Adit dengan tangannya.
"Azura."
Satu kata yang keluar dari mulut Adit membuat Sahara berhenti dengan kegiatannya. Nama itu terdengar tidak asing baginya, tapi Sahara lupa dimana ia mendengar nama itu dimana. Sahara menyembulkan wajahnya dari punggung Adit, untuk melihat dengan siapa Adit berbicara.
"Gila."
Sahara hanya bisa mengucapkan satu kata itu tanpa bersuara. Gadis yang ada di hadapan Adit benar-benar cantik, bahkan tanpa polesan makeup seperti Sahara. Bahkan, Sahara yang sama-sama perempuan saja dibuat terpesona dengan kecantikan gadis itu.
"Apa kabar, Dit?" tanya Azura sambil tersenyum. Tali berbanding terbalik dengan matanya yang menyorotkan akan kesedihan dan kerinduan.
"Baik, kamu apa kabar?" Adit kembali bertanya.
Sahara mengernyit sambil menarik sebelah bibirnya. Lembut sekali Adit saat berbicara dengan gadis ini. Padahal saat dengan Sahara selalu judes dan dijawab seadanya, ya maksimal suaranya datar kalau berbicara dengan Sahara.
"Baik," jawab Azura kemudian melirik Sahara yang mengintip di balik punggung Adit. "Siapa?" tanyanya sambil menatap Adit.
Adit menoleh ke belakang dan mendapati Sahara yang tersembunyi di balik punggungnya. "Oh, dia Sahara. Anak temen mama," ucap Adit mengenalkan Sahara.
Sahara menampakkan wujudnya dan mengulurkan tangan pada Azura. Untung kafe sedang tidak terlalu ramai, jadi mereka bisa mengobrol disini.
"Sahara," ucap Sahara memperkenalkan dirinya.
Azura dengan senang hati menyambut uluran tangan Sahafa dan saling berjabatan. "Azura."
Azura tersenyum, tapi matanya menyiratkan hal lain. Memang mata tidak bisa berbohong. Sahara bisa menangkap hal lain dari tatapan mata Azura.
"Kalian mau pesan apa?" tanya Azura setelah melepas jabatan tangan dengan Sahara.
Adit dengan santai menyebutkan pesanannya. Tanpa ada keraguan sedikitpun, seolah yang ia pesan sudah ia pikirkan dari rumah.
"Nggak pesan matcha, Dit?" tanya Azura setelah Adit menyebutkan pesanannya.
"Nggak, aku udah nggak suka matcha," jawab Adit yang langsung direspon dengan anggukan oleh Azura. "Lo mau apa?"
Sahara langsung memasang ekspresi jengkelnya saat Adit langsung mengubah nada bicara saat berbicara dengannya. Rasanya Sahara tidak terima, ia merasa didiskriminasi sekarang.
"Gue lagi diet!" kesal Sahara kemudian meninggalkan Adit dan duduk di meja pojok yang jauh dari pemandangan luar kafe.
Adit menghela napas kasar. Tidak mengerti lagi ada apa dengan Sahara kali ini. Sepertinya, dalam sehari mood gadis itu bisa naik turun berpuluh-puluh kali. Adit langsung saja menyusul Sahara, meninggalkan Azura yang tersenyum getir karena Adit yang tidak mengucapkan sepatah katapun padanya sebelum pergi.
"Lo kenapa lagi, sih?" tanya Adit sambil duduk di hadapan Sahara.
"Jauh-jauh lo! Kesel banget gue liat muka lo," usir Sahara.
"Gue tinggal, nih," ancam Adit hendak beranjak dari tempatnya.
"Eh, jangan!" Sahara langsung meraih tangan Adit dan menarik cowok itu untuk duduk kembali.
Entah kenapa Sahara begitu kesal saat melihat wajah Azura. Yang jelas, ada terbesit rasa iri dari hatinya saat melihat wajah Azura yabg sangat cantik walaupun hanya dengan polesan makeup yang tipis. Bisa-bisanya ada orang secantik itu.
Sahara segera mengeluarkan cermin mini yang selalu ia bawa kemana-mana dan menatap pantulan dirinya yang ada di cermin. "Dit, gue jelek, ya."
"Lo random banget, kenapa?"
"Jadi gue beneran jelek, ya?" tanya Sahara sembari menekan pipinya dengan tangan.
"Nggak, lo cantik, di mata orang yang tepat," jawab Adit dengan sangat-sangat aesthetic.
"Tapi gue maunya cantik di mata semua orang!"
"Terserah lo mau kayak gimana, dunia ini punya lo, kok. Suka-suka lo aja," pasrah Adit.
Sahara melirik sekilas pada pintu kafe yang terbuka, kemudian mencebik pada Adit yang terlalu datar. Sahara heran, cowok ini nggak bisa diajak bercanda, ya? Atau jangan-jangan karena setelah bertemu sang mantan Adit jadi seperti ini? Ngomong-ngomong, Sahara sudah ingat siapa itu Azura.
""Lo nggak mau nyamperin Jiwa lagi?" tanya Adit sambil menatap makanannya yang satu persatu mulai disajikan.
"Ngapain lo nanya? Maksudnya sekarang lo ngusir gue buat nyamperin Jiwa ke rumahnya gitu?"
"Lah? Itu Jiwa, kan?" tunjuk Adit ke arah meja yang berada di dekat pintu sekaligus jendela.
"Loh?!" Ucap Sahara spontan saat melihat orang yang ditunjuk Adit adalah Jiwa.
Awalnya, Sahara biasa saja dengan kehadiran Jiwa. Kan ceritanya lagi mau move on, nmjadi Sahara nggak boleh nyamperin duluan dong. Tapi, mood Sahara langsung berubah saat Lila yang baru saja datang entah darimana duduk di hadapan Jiwa sambil tersenyum lebar. Disat bersamaan dengan itu, Jiwa menyadari keberadaan Sahara di sudut kafe dan langsung menegakkan tubuhnya pertanda panik.
"Dit, gue minta minum lo," ucap Sahara sambil mengambil Alih jus melon milik Adit.
Adit lagi-lagi hanya bisa pasrah dengan kelakuan Sahara. Sepertinya kali ini mood gadia itu berubah lagi. Adit menoleh ke belakang dan mendapati Jiwa sedang duduk di hadapan seorang gadis yang Adit kenal. Lila, gadis yang membuat Sahabatnya, Rayan rela mengunci hatinya untuk waktu yang cukup lama.
"Dit, gue minta burger lo." Tanpa menunggu persetujuan, Sahara langsung menggenggam tangan Adit yang memegang burger dan menggigit burgen yang ada di tangan Adit.
Untuk kesekiannya kalinya, hari ini Adit lagi-lagi harus mengalah. Mau dilawan, Afit juga tidak akan menang. Karena sudah hukum alam sepertinya kalau peremouan selalu benar dan laki-laki harus siap disalahkan.
"Katanya lo diet?"
"Iya, gue diet habis makan ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya, Move On? (SELESAI)
Ficção AdolescenteAwalnya cuma pura-pura mau move on. Eh, ternyata malah dipaksa move on beneran. Start : 22 Oktober 2022 Finish : 12 Desember 2022