Rayan duduk sambil memegang buku sketsanya sambil menatap apapun yang ada di hadapannya. Berharap, dirinya bisa lanjut melukis dan terbebas dari belenggu Lila. Jujur saja, walaupun sudah menjauh dan memutus semua akses dengan Lila, Rayan masih terus mengingat gadis itu.
Sambil menghembuskan napasnya, Rayan kembali mengingat bagaimana Lila mendengar setiap ceritanya disaat orang lain tak memiliki waktu untuk mendengar Rayan. Ia juga sudah terbiasa karena sering dianggap bodoh karena tetap mencintai Lila saat gadis itu sendiri lebih memilih untuk mengejar sepupunya, Jiwa.
Jatuh cinta sendirian, Rayan tahu betul rasanya. Bukan waktu yang sebentar untuk Rayan untuk mendekati Lila. Tapi hasilnya tetap nihil.
"Aku bantu, Kek."
Suara perempuan yang melewatinya membuat Rayan menoleh. Gadis yang mendorong gerobak bersama seorang kakek tua mendadak menarik perhatian Rayan. Dan entah mendapat dorongan darimana, Rayan bangkit dari duduknya dan ikut membantu mendorong gerobak si kakek tua.
Gadis itu menoleh dan tersenyum pada Rayan. Ternyata masih ada orang yang peka akan lingkungan di sekitarnya.
"Makasih," ucapnya sambil melemparkan senyuman terbaiknya pada Rayan.
Untuk sejenak, Rayan terpesona dengan gadis bak malaikat yang ada di sampingnya ini. Ingat, Rayan masih seorang laki-laki yang bisa mengagumi wanita manapun, walaupun di hatinya masih terisi oleh seorang gadis yang bernama Lila.
"Mau kemana?" tanya Rayan mencoba mencari topik pembicaraan.
"Nggak ada sih," jawab gadis itu sambil mengangkat bahunya.
Rayan sedikit bingung, kenapa bisa gadis ini tidak memiliki tujuan. Dilihat dari penampilannya, bisa Rayan tebak kalau dia akan mengunjungi suatu tempat. Tapi, Rayan langsung mengerti jika gadis itu sepertinya memang tidak menerima pertanyaan dari orang asing.
"Sampai sini saja, nak," ucap kakek-kakek berbaju lusuh sambil mengelap keringatnya.
"Kek, kita makan bareng, yuk!" ajak gadis itu.
Rayan terkesima, mendadak matanya sedikit merasa silau karena gadis yang ada di sampingnya ini. Gadis ini benar-benar memancarkan aura yang baik. Ceria, mudah senyum, dan peduli sesama membuatnya mampu menarik perhatian Rayan.
"Aku beli dulu ya, Kek," ucap gadis itu sambil berbalik badan dan pergi menjauh.
Lagi-lagi, entah mendapat dorongan dari mana, Rayan mengikuti gadis itu. Awalnya, Rayan memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. Mana tahu ada kameramen tersembunyi yang sedang merekam kegiatan gadis yang sedari tadi menarik perhatiannya. Bukan hal yang langka jika manusia sekarang berbuat baik hanya demi konten.
"Maaf sebelumnya, kamu mau kemana, ya? Kenapa kesannya malah ikuti aku, ya?" tegur gadis itu dengan sopan.
"Eh? Itu...," jawab Rayan dengan gugup sambil menggaruk kepalanya bagian belakang. "Aku boleh ikut?"
Sepeti anak bebek yang kehilangan induknya, Rayan mengekori gadis itu setelah gadis itu setuju jika Rayan ikut dengannya. Awalnya, Rayan sedikit canggung karena keheningan yang melingkupi mereka. Tapi, siapa sangka jika gadis di sampingnya ini membuka suaranya terlebih dahulu untuk sekedar memberi pertanyaan basa-basi kepada Rayan.
"Kamu tinggal di sekitar sini, ya?" tanya gadis itu sambil menoleh ke kiri dan kanan memperhatikan mobil dan motor yang berlalu lalang untuk menyebrang. "Adek, jangan kenar-kejaran dekat jalan raya, bahaya," tegurnya pada gerombolan anak kecil yang saling kejar-kejaran.
"Enggak," jawab Rayan yang langsung mendapat tatapan penuh tanya dari gadis di berjalan bersisian dengannya saat ini. "Kenapa? Ada yang salah?"
Gadis itu memalingkan wajahnya dan berbelok menuju rumah makan padang. "Nggak, kamu habis ketemu teman, ya?"
Rayan menggeleng, bukannya bertemu teman, ia malah datang kemari untuk melarikan diri. Berharap, saat di tempat yang ramai, Rayan bisa melupakan kegaduhan yang ada di dalam hatinya.
"Nggak juga, tadi emang sengaja keliling-keliling. Terus nggak tau kenapa aku malah milih duduk halte tadi."
"Oh." Gadis itu mengangguk paham. Walaupun sedang memesan nasi, ia masih bisa mendengarkan Rayan.
"Kalau kamu mau kemana?" tanya Rayan lagi, untuk kedua kalinya.
"Nggak ada sih, rumah aku ada di sekitaran sini. Tadi gabut aja mau jalan-jalan," jawabnya.
Rayan menatap gadis yang ada di hadapannya ini dengan seksama. Jelas sekali ia berbohong. Mana ada orang jalan-jalan karena gabut berdandan serapi ini. Sangat mustahil.
"Kenapa? Ada yang salah sama penampilan aku?" tanya gadis itu sambil memindai apa yang salah dari dirinya sendiri.
"Nggak ada," jawab Rayan sambil menggeleng. "Aneh aja liat orang gabut tampilannya serapi ini."
Gadis itu terkekeh kecil. "Biar tetap slay," ucapnya.
Rayan mengangguk sambil tersenyum. Kemudian, hening lagi. Rayan tidak tahu mau membicarakan apa lagi.
"Ayo," ajak gadis itu setelah membayar nasi yang ia pegang.
Rayan mengangguk dan mengikuti gadis itu. Rayan merasa ini terlalu hening. Bahkan, huru-hara yang yang membuat keributan di hati dan kepalany sejak beberapa hari belakangan juga ikut hening.
"Kakek tadi kasihan ya, dia harus habisin hari tuanya untuk kerja," ucap gadis itu random.
"Kamu kenal?" tanya Rayan yang tidak tahu harus merespon cerita gadis di sampingnya ini.
Tanpa ragu, gadis ini mengangguk. "Aku sering makan siang bareng kakek itu."
Rayan mengangguk lagi, tidak tahu harus merespon seperti apa. Ia malah memerhatikan setiap inchi lekukan wajah gadis itu dengan seksama. Ia ingin mengingat wajah ini untuk ia salin ke buku sketsanya nanti. Di mata Rayan, gadis ini memiliki wajah yang sangat indah. Membuat siapapun yang melihatnya tidak akan bosan memandang ke arahnya. Ibaragnya, gadis ini adalah bunga mawar diantara hamparan mawar putih. Sangat menarik perhatian.
Pandangan Rayan ikut beralih saat gadis itu membungkuk dan memungut botol bekas minuman. Rayan langsung bisa menebak, gadis ini memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan sekitarnya. Lagi-lagi, Rayan bergerak tanpa berpikir terlebih dahulu. Kali ini ia ikut membungkuk dan memungut beberapa sampah yang terdampar di pinggir jalan.
"Lo nggak lagi bikin konten, kan?" tanya Rayan memastikan.
Gadis itu tertawa kecil sembil menutupi wajahnya. "Enggaklah, ngapain coba."
Rayan tersenyum, menanggapi jawaban gadis itu. Ya wajarlah jika sedikit canggung. Merek memang tidak saling mengenal satu sama lain.
"Oh iya, kamu bisa nemenin kakeknya makan, nggak?" tanya gadis ini sambil melirik jam tangannya.
Dan entah mendapat keyakinan dari mana, Rayan mengangguk dan mencoba menatap gadis itu dengan meyakinkan. Seolah, amanah dari gadis itu dalat di laksanakan dengan baik oleh Rayan.
"Ini nasinya, aku kayaknya harus pergi sekarang. Selamat makan!"
Gadis itu menyodorkan nasi yang ada di tangannya pada Rayan. Setelah itu ia melangkah menjauh dari Rayan sambil melambaikan tangan bahagia.
Setelah gadis itu berbalik badan, Rayan menatap kantong plastik yang ada di tangannya. Ia juga memiringkan kepalanya tak habis pikir dengan apa yang sedang ia lakukan saat ini.
"Gue lagi ngapain, ya?" tanya Rayan pada dirinya sendiri.
Walaupun bertanya-tanya akan apa yang sedang ia lakukan, Rayan tetap melaksanakan amanah dari gadis tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya, Move On? (SELESAI)
Ficção AdolescenteAwalnya cuma pura-pura mau move on. Eh, ternyata malah dipaksa move on beneran. Start : 22 Oktober 2022 Finish : 12 Desember 2022