Sahara mengetuk-ngetukkan jari di pahanya sambil mengigit bibirnya. Sahara benar-benar tidak habis pikir dengan ibunya yang terlalu tergesa-gesa. Ini Sahara umurnya baru aja dua puluh tahun. Kenapa acara tunangannya jadi secepat ini? Acara tunangannya akan dilaksanakan dalam waktu tiga minggu.
Sahara sebenarnya sadar dengan Adit yang menatapnya sedari tadi. Sambil mencoba jas yang ia pakai, ia melirik Sahara yang menggigit bibirnya sendiri. Padahal ini untuk acara tunanngan mereka berdua, tapi hanya Adit yang terlihat agak bersemangat di sini.
"Ra, lo nggak mau liat-liat kebaya?" tanya Adit sambil mengambil posisi di samping Sahara.
Sahara menatap Adit sejenak. Tidak munafik jika Sahara agak tertarik dengan visual Adit. Tapi, sayangnya Adit datang terlambat sehingga Sahara lebih dulu melimpahkan seluruh cintanya untuk Jiwa.
"Tuh, ibu udah milih," ucap Sahara sambil menunjuk ibunya dan Mama Adit yang terlihat sedang memilih kebaya.
Adit mengangguk, kemudian menatap wajah Sahara dari samping cukup lama. Ia sadar, Sahara tidak menginginkan semua ini. Tapi, Adit tetap bersikeras acara ini terus dilanjutkan agar ia bisa memiliki Sahara tanpa dibayang-bayangi Jiwa lagi.
"Ra, lo kenapa kayak nggak semangat gitu, sih?"
Sahara menoleh pada Adit sambil mengerutkan dahinya. Dia nanya? Bertanya-tanya? Dalam batinnya, Sahara sudah mengomel-ngomel tidak jelas karena pertanyaan Adit. Siapa juga yang akan semangat jika akan bertunangan dengan orang yang tidak disukai sama sekali?
"Lo pikir aja, sih."
Sahara benar-benar tidak dalam mood yang bagus untuk meladeni pertanyaan Adit. Jangankan berbicara dengan Adit, keberadaan Adit yang terdeteksi oleh panca indranya saja membuat Sahara kesal setengah mati. Kadang, Sahara bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa sih Adit ini sebenarnya. Hanya dalam waktu yang singkat, ia bisa membuat hidup Sahara seperti kapal pecah, alias sangat berantakan.
Sahara kembali mengabaikan Adit dan berfokus pada gawainya yang menampilkan room chat dengan Jiwa. Memang hanya Jiwa obat dari segala kekesalan Sahara.
"Ra."
"Ra."
Sahara berpura-pura tidak dengar dan tetap fokus dengan hpnya. Sesekali, ia tersenyum untuk menunjukkan pada Adit bahwa hanya Jiwa yang ada di hatinya saat ini. Sekalipun Adit yang berdiri di hadapannya, jika Jiwa yang sudah mengisi hati Sahara, maka Adit tidak berarti apa-apa.
"Adit!?"
Sahara akhirnya merespon Adit setelah Adit mengambil alih hp yang ada di tangan Sahara dengan paksa. Tidak terima, Sahara mencoba merebut kembali hp miliknya.
Adit bangkit dan berdiri agar Sahara tidak bisa mengambil hpnya. Sengaja, Adit mengangkat tangannya dan membuat Sahara melompat-lompat untuk meraih hp miliknya.
Adit tersenyum kecil saat memperhatikan wajah Sahara yang kesal dari jarak sedekat ini. Seolah tak mau menyerah, Sahara terus mencoba meraih hpnya tanpa sadar usahanya adalah sebuah kesia-siaan belaka. Tinggi Adit tidak sebanding dengan tinggi badan Sahara.
"Lo emang secantik ini, ya?" tanya Adit tanpa melepas tatapannya dari wajah Sahara.
"Iya, mau apa lo?!" tantang Sahara.
"Mau milikin lo seutuhnya."
Mendengar jawaban Adit, Sahara mendadak kehilangan keseimbangannya dan hampir jatuh. Ia bertumpu di dada Adit hingga tidak meyebabkannya benar-benar terjatuh.
Sejenak, Sahara dan Adit saling bertatapan. Mungkin, Sahara dapat merasakan gemuruh detak jantung Adit saat ini.
"Hish!" Sahara mendorong dada Adit dan menendang tulang kering Adit dengan kesal.
Akibat serangan Sahara di kakinya, Adit langsung menunduk dan memegang tulang keringnya yang ditendang Sahara. Tak mau membuang kesempatan emas, Sahara segera merebut hpnya dari tangan Adit dan berjalan keluar butik meninggalkan Adit yang kesakitan.
Dengan kesal, Sahara masuk ke mobil dan mengacak rambutnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan genre hidupnya belakangan ini.
"Kenapa lagi, Sa?" tanya ayah yang sedari tadi memang menunggu di dalam mobil.
"Ayah nggak bisa bujuk ibu? Aku nggak mau tunangan sama Adit," rengek Sahara sambil menjambak rambutnya sendiri. "Aku cuma mau sama Jiwa, Yah. Titik nggak pakai tanda baca lain."
"Tuh, kamu ngomong sendiri sama orangnya." Ayah menunjuk ibu yang berjalan hendak masuk ke mobil.
Sahara memperhatikan ibunya yang berjalan dengan tergesa. Perasaannya tidak enak.
"Sahara, bisa nggak kamu sopan dikit aja," omel ibu setelah menutup pintu mobil dengan kasar.
Sahara langsung merengut dan menatap ibunya malas. Tidak cukupkan Sahara dipaksa seperti ini? Sekarang malah ditambah dengan omelan. Kesabaran Sahara benar-benar sudah menipis.
"Emang aku ngapain sih, bu?" tanya Sahara malas.
"Kamu tanya kenapa? Kamu kira ibu nggak liat kamu nendang Adit?!" Suara ibu Sahara mulai meninggi. "Ibu nggak pernah ngajarin kamu jadi perempuan kasar ya, Sahara."
Napas Sahara memburu. Ia tidak terima dimarahi oleh ibunya seperti ini. Hanya karena Adit, ia jadi kena marah seperti ini. Dan lagi pula, anak ibunya itu kan Sahara, bukan Adit. Sahara sangat heran kenapa ibunya begitu menyayangi Adit sampai berlebihan seperti ini.
"Ibu cuma liat bagian aku nendang Adit, kan? Ibu nggak liat sebelumnya Adit ngerebut paksa hp aku, kan?!" tanya Sahara dengan suara yang ikut meninggi.
"Sahara, suaranya."
Napas Sahara semakin memburu kencang setelah ditegur oleh ayahnya. Matanya pun mulai memanas karena mulai merasa terpojok.
"Lagian, ibu kenapa kekeh banget mau aku tunangan sama Adit? Aku ini masih muda bu, perjalanan aku masih panjang. Ngikat aku sama cowok lain, nggak menghalangi jalan aku menurut ibu?"
"Adit baik, dia ganteng, seiman, dan kita kenal sama keluarganya. Apa salahnya ibu mau jodohin kamu sama laki-laki kayak dia?"
"Apa salahnya ibu nanya pendapat aku dulu? Tanya perasaan aku gimana, aku mau apa nggak, ibu cuma mutusin semuanya sendiri."
Sahara mulai menangis. Akhirnya, hal yang akhir-akhir ini ia pendam tersamlaikan juga. Walaupun tersampaikan dengan kurang baik, setidaknya tidak ada lagi beban yang menghimpit dadanya.
"Ibu cuma mau yang terbaik untuk kamu, Sahara."
"Kalau menurut ibu Adit yang terbaik, kenapa nggak ibu aja yang tunangan sama Adit? Kenapa harus aku?!"
Seteleh melimpahkan semua kekesalannya, Sahara turun dari mobil dan menutup pintu mobil dengan keras. Ia berjalan ke sembarang arah.
"Ra!"
Adit mengejar Sahara yang berjalan dengan cepat. Ia berusaha menahan tangan gadis itu dan mencoba mengajak Sahara bicara baik-baik.
"Ra, kita bisa bicara sebentar?" tanya Adit.
"Gue mau sendiri dulu. Lo jauh-jauh dari gue."
"Ra," panggil Adit dengan nada rendah.
"Udah gue bilang gue mau sendiri dulu!" Sahara menghempas tangan Adit yang mencengkram tangannya. "Jangan sampai gue ngelakuin ngelakuin hal buruk di sini."
Adit membiarkan Sahara pergi. Ia sedikit takut dengan ancaman Sahara. Mereka sedang di pinggir jalan sekarang dan tatapan kosong Sahara ke tengah jalan membuat Adit harus mengalah.
"Apa salahnya dengerin gue dulu." Adit hanya bisa menggumam pada dirinya sendiri sambil menatap punggung Sahara yang kian menjauh dari pandangannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/302643107-288-k26178.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya, Move On? (SELESAI)
Novela JuvenilAwalnya cuma pura-pura mau move on. Eh, ternyata malah dipaksa move on beneran. Start : 22 Oktober 2022 Finish : 12 Desember 2022