Sahara mengarahkan hpnya ke samping kiri dan kanan untuk mencari cahaya yang tepat untuk mengabadikan momennya dengan Jiwa di sore hari yang lembab ini. Walaupun hanya nongkrong di taman komplek yang becek karena habis hujan, Sahara tetap bahagia. Kan perginya sama Jiwa. Pokoknya, selama itu bersama Jiwa, Sahara fine-fine saja jika diajak ke puncak gunung everest sekalipun. Tapi Sahara yakin sih, kalau Jiwa tidak akan pernah mengajaknya ke puncak gunung everest karena Jiwa lebih sjka ke pantai dari pada gunung.
"Ji, senyum," titah Sahara.
Patuh, Jiwa langsung tersenyum dan mendekat ke Sahara menyisakan beberapa senti jarak antara pipi mereka. Sudah dibilang kan, kalau love lenguage Jiwa itu physical touch. Hanya saja, ia mencoba untuk menahan diri agar tidak merendahkan Sahara sebagai perempuan.
"Ada telfon dari Adit, tuh," ucap Jiwa saat melihat notifikasi di bagian atas Sahara yang diabaikan oleh gadis itu.
"Males ah, kan lagi sama lo. Jadi nggak boleh bahas cowok lain."
"Jadi kalau lagi nggak sama gue, lo sering bahas cowok lain gitu?" tanya Jiwa setengah tidak terima.
"Dih? Cemburu lo? Kan udah jadi mantan," sindir Sahara.
Jiwa terdiam, tidak bisa membalas ucapan Sahara lagi. Lalu, ia kembali melirik hp Sahara, Adit menelfon lagi.
"Angkat aja, kan gue bukan pacar lo lagi." Adit memiliki kesempatan untuk membalas Sahara.
Kesal dengan sindiran balik dari Jiwa, Sahara mengangkat telfon Adit dan sengaja menghidupkan loudspeakernya.
"Ra, lo dimana?" tanya Adit dari seberang telfon.
"Di taman, kenapa?"
"Sama siapa?"
"Jiwa nih, kenapa?"
"Oh, mama katanya mau ke rumah. Tapi kalau lo masih di taman, gue lama-lamain deh," balas Adit menjawab semua rasa penasaran Sahara.
"Iya, lama-lamain aja, gue masih mau sama Jiwa nih, jangan iri yaw," ucap Sahara dengan angkuh.
Bukannya membalas Sahara, Adit langsung memutus sambungan telfon. Jika diteruskan, sudah jelas ini akan menjalar kemana-mana. Adit cari aman saja, tidak perlu merespon Sahara kalau itu tidak penting.
"Sekarang dia kenapa malah sering ke rumah lo?" Jiwa langsung mengintrogasi Sahara setelah Adit memutus sambungan.
Sahara menatap Jiwa lama sambil tersenyum miring. Sepertinya ini kesempatannya untuk memanas-manasi Jiwa.
"Lo tau nggak? Mamanya Adit ngebet banget buat jadiin gue menantunya," ucap Sahara sambil mengibaskan rambutnya ke wajah hingga mengenai wajah Jiwa.
"Oh, jadi lo udah mau nikah nih ceritanya?"
"Ya enggaklah, S1 gue belum kelar," bantah Sahara. "Lagian gue kan maunya sama lo."
Udah nggak heran sih, Sahara sering banting harga kalau lagi sama Jiwa. Saat Jiwa mencoba untuk tidak pernah merendahkan Sahara, cewek itu malah flash sale harga diri ke Jiwa. Untung cuma sama Jiwa, tidak terbayangkan oleh Jiwa jika Sahara seperti itu ke semua cowok.
"Emang gue mau?"
"Lo harus mau! Nggak mau tau, lo harus mau nikah sama gue! Mau nggak mau, harus mau!" paksa Sahara.
"Dih, maksa," cibir Jiwa.
"Ji, garukin, kayaknya gue habis digigit nyamuh deh, gatal banget," ucap Sahara menyodorkan punggung tangannya pada Jiwa.
Selalu saja random seperti ini. Tapi Jiwa suka, malah ini yang membuat Jiwa jadi budak cintanya Sahara. Saat random seperti ini, Sahara malah terlihat menggemaskan di mata Jiwa.
Bukannya menuruti Sahara, Jiwa malah menggigit punggung tangan Sahara saking gemasnya. Bukannya marah, Sahara hanya memajukan bibirnya, manyun.
"Kan gue bilang garuk, bukan gigit."
"Kan gue maunya gigit, bukan garukin."
"Lo, mah!"
Sahara malah menggaruk tangannya yang gatal sendiri. Kesal dengan rasa gatal yang tak kunjung hilang, Sahara menggaruk tangannya sampai memerah.
"Jangan keras-keras, merah nih." Jiwa menarik tangan Sahara agar gadis itu berhenti menggaruk.
"Lo sih, nggak mau garukin!" kesal Sahara.
Kali ini Jiwa menggaruk tangan Sahara dengan pelan. Sahara tersenyum senang sambil menatap Jiwa, dia menang lagi kali ini.
"Ji, pulang aja yuk. Di sini banyak nyamuk, kan habis hujan," rengek Sahara.
"Ayo."
"Tapi gue mager, Ji. Gimana, dong?"
"Mau gue tendang sampai rumah nggak?" tawar Jiwa.
Sahara mencebik, emang nggak peka sih cowok yang satu ini. Padahal Sahara kan lagi ngode mau digendong. Malah mau ditendang.
"Jadi pulang nggak?" tanya Jiwa saat Sahara tak kunjung bangkit dari duduknya.
"Nggak! Gue mau disini aja! Biar digigit nyamuk. Soalnya nyamuk disini kayaknya sayang gue!"
"Ya udah," balas Jiwa enteng kemudian pergi meninggalkan Sahara.
"Jiwanda!" rengek Sahara sambil menghentakkan kaki kesal.
Tak mau menyerah begitu saja, Sahara tetap tidak beranjak dari tempatnya walaupun Jiwa sudah pergi meninggalkannya. Pokoknya, kalau Jiwa tidak menjemputnya ke sini, Sahara tak akan beranjak sedikitpun. Dan benar saja, tak perlu lama Sahara menunggu, Jiwa kembali.
"Ngapain balik lagi?" tanya Sahara dengan kesal.
"Kasihan sama cewek gila yang rela digigit nyamuk demi gue gendong." Jiwa langsung berjongkok memunggungi Sahara seolah memberi kode untuk Sahara naik ke punggungnya.
Tentu saja Sahara langsung melompat ke punggung Jiwa dengan senang hati. Tangannya langsung ia lingkarkan ke leher Jiwa dan ia menumpukan dagu di pundak Jiwa.
"Ji, pasti lo cinta banget sama gue, kan?" tanya Sahara random saat mereka sudah menuju rumah.
Jiwa hanya diam, tak mau menjawab pertanyaan Sahara. Sebenarnya, tanpa perlu jawaban Jiwa pun, Sahara seharusnya sudah tau. Sebesar dan setulus apa cinta Jiwa untuk gadis random seperti Sahara.
Masalah cantik, masih lebih banyak yang lebih cantik dari Sahara. Baik? Sahara juga tidak terlalu baik, masih banyak gadis baik di luar sana. Jiwa hanya cinta Sahara, tanpa alasan, hanya karena itu Sahara. Dan ia tidak akan menemukan Sahara lain yang hidup di bumi yang sudah tua ini.
"Apa salahnya sih, bilang iya doang?" kesal Sahara sambil menggoyang-goyangkan kakinya.
"Nggak usah banyak gerak, lo nggak tau kalau lo itu berat?" Bukannya menjawab pertanyaan Sahara, Jiwa malah mengajukan sebuah protes.
"Lo ngatain gue gendut?!"
"Alhamdulillah kalau lo sadar."
"Ji, gue mulai besok bakal diet," ucap Sahara dengan sangat yakin.
Jiwa hanya mengangguk, setuju-setuju saja. Lagi pula, Sahara diet itu cuma omong kosong belaka. Diet hanya sebuah kata yang selalu diucapkan Sahara tanpa direalisasikan di dunia nyata. Sebelum makan pun, ia sering bilang kalau setelah makan ia akan diet. Jiwa sudah tidak heran lagi.
Seperti biasanya, Sahara yang selalu random tiba-tiba mencium pipi Jiwa. Berada di jarak yang sedekat ini, mustahil Sahara menyia-nyiakan kesempatan.
"Jangan gitu, nggak enak diliatin tetangga lo," tegur Jiwa sambil sekeliling komplek yang ramai.
"Ya nggak papa, paling nanti kita diauruh nikah," jawab Sahara enteng.
"Enteng banget itu mulut kalau ngomong."
![](https://img.wattpad.com/cover/302643107-288-k26178.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya, Move On? (SELESAI)
Roman pour AdolescentsAwalnya cuma pura-pura mau move on. Eh, ternyata malah dipaksa move on beneran. Start : 22 Oktober 2022 Finish : 12 Desember 2022