Pt. 7 - Panic Attack

366 33 2
                                    

Tidak terasa sudah sebulan Lany tinggal di Jakarta. Pagi itu seperti biasa Lany bersiap-siap berangkat ke kantor. Setelah menyelesaikan sarapan paginya dengan setangkup egg sandwich buatannya sendiri, Lany bergegas ke kamarnya, memoles bibirnya dengan lip tattoo berwarna nude favoritnya. 

Iphone berwarna biru gelap miliknya tiba-tiba bergetar. Nama Sakha tertulis di layarnya. Lany segera mengangkat panggilan Sakha yang sudah terlebih dahulu berangkat ke kantornya.

"Ada apa, Kha? Ada yang ketinggalan?"

"Ca, gue liat Andro naik ke atas tadi. Aduh, mana gue buru-buru lagi. Lo buruan berangkat deh. Jangan lewat lift, lewat emergency exit aja. Kalo nggak nebeng Ray, minta Ray temenin ke bawah," suara Sakha terdengar panik.

Jantung Lany berdetak cepat ketika dia mendengar nama Andro. Seketika pikirannya blank, tangannya mulai gemetar. Dia bergegas menyambar tasnya, memakai sepatunya dan keluar mengunci pintu unit apartemennya. Bersamaan dengan Lany mengunci pintu, dia mendengar denting suara lift berhenti di lantai unitnya. 

Lany segera berlari ke arah emergency exit, menghindari siapapun yang keluar dari lift. Kakinya lunglai, Lany duduk terdiam di balik pintu emergency exit masih dengan tangannya yang gemetar hebat dan jantungnya yang berdegup makin kencang. Lany mulai meneteskan air mata dalam diamnya ketika ia mendengar suara yang dia kenal memanggil-manggil namanya sembari mengetuk pintu unit apartemennya. Suara milik lelaki bernama Andromeda-lah yang selalu menjadi trigger setiap serangan paniknya.

----------

Di unit apartemen sebelah, Ray baru saja akan berangkat ke kantor. Seperti biasa, dia memilih melewati emergency exit untuk menghindari penuhnya lift di pagi hari. Ditambah lagi dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di depan pintu unit apartemen Lany agak menghalangi jalannya. Beruntung unit apartemennya terletak di lantai yang masih bisa dihitung dengan jari tangan. 

Ray terkejut saat membuka pintu emergency exit. Dia melihat Lany terduduk meneteskan air mata, nafasnya memburu, dan sekujur tubuhnya bergetar hebat. Ray tidak tau apa yang terjadi, tapi dia bisa menyimpulkan ini ada hubungannya dengan laki-laki yang dia lihat di depan unit apartemen Lany, memanggil-manggil nama perempuan itu.

Lany membeku saat dia mendengar pintu emergency exit dibuka oleh seseorang. Dia bersyukur ribuan kali di dalam hatinya bahwa orang itu adalah Ray, bukan Andromeda. Lany segera berdiri meraih tangan Ray dan mengisyaratkan lelaki itu untuk diam dengan telunjuk di bibirnya. Sejenak mereka terdiam menunggu Andromeda pergi. Beberapa menit kemudian setelah suara Andromeda sudah tidak terdengar, Ray membuka pintu di depannya, melihat ke dalam memastikan lelaki itu sudah pergi.

"Udah pergi. You okay?  Breath, Lan. Pelan-pelan," Ray membimbing Lany, menenangkan perempuan itu dari panic attack-nya. Setelah beberapa menit, Ray melihat Lany mulai tenang. Nafasnya sudah mulai beraturan, badannya sudah tidak lagi gemetar. Ray masih berdiri di depan Lany, dengan tangannya merengkuh jemari dingin perempuan itu. "Shall we go now? Atau balik aja? Gausah ngantor dulu kalo lo ga kuat," Ray memberi saran yang langsung ditolak dengan gelengan kuat oleh Lany.

"Enggak, ke kantor aja. Gue takut."

"Oke, yuk bareng gue aja," Ray merangkul bahu Lany, khawatir perempuan itu akan limbung jika dia biarkan berjalan tanpa bantuannya. Mereka menuruni satu per satu anak tangga dalam diam. Setelah sampai di basement tempat mobil Ray diparkir, dia segera membukakan pintu untuk Lany, menyuruhnya segera masuk, takut jika lelaki tadi mungkin masih ada di sekitar situ. Beruntung sampai mereka keluar dari gerbang apartemen, lelaki tadi tidak lagi mereka jumpai.

Ray menyodorkan tissue kepada Lany yang dia ambil dari jok belakang. Lany menerimanya dan menyeka airmatanya yang masih tersisa di pipinya. Setelahnya Ray kembali menyodorkan sebotol air minum untuk Lany, masih dalam diam. Lany menerimanya, dan meminumnya perlahan. 

Ray menyalakan audio player di mobilnya. Dari speakernya pelan terdengar River Flows in You yang sudah sebulanan ini selalu menemaninya di dalam mobil di setiap perjalanannya menuju dan pulang kantor. Lany terkesiap, dia bertanya-tanya dalam hati apakah selama ini Ray selalu mendengarkan dia tiap malam memainkan piano?

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang