Pt. 10 - Fever

284 22 1
                                    

Sudah lebih dari 3 bulan berlalu semenjak Lany mengalami panic attack karena orang di masa lalunya. Sejak saat itu Andro tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya di hadapan Lany. Hari ini, Lany mengambil cuti sehari. Dia rindu rumahnya di Bandung, jadi dia berencana menghabiskan weekendnya di Bandung. Dia sedang menyiapkan bawaannya saat iphone nya bergetar, ada nama Nadine Ashilla di layarnya. Lany segera mengangkatnya. 

"Hallo, Nad. Ada apa?" tanya Lany masih sambil membereskan barang bawaannya.

"Kak, lo udah berangkat ke Bandung ya?" tanya Nadine di ujung sambungan.

"Mmm, masih di rumah kok. Ini baru mau jalan. Kenapa? Ada file yang lo butuhin, Nad?"

"Kaak, Pak Ray jam segini belom dateng coba. Daritadi dicariin sama Pak Dir, nih. Ditelponin handphone nya ga aktif. Lo ada dikabarin gitu ga sama beliau?"

Lany melirik jam dinding di depannya. Waktu memang sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang beberapa menit saja. Tentu bukan hal yang wajar Ray telat sampai hampir sejam tanpa mengabarkan kepada siapapun di ruangan. "Enggak tuh, dari pulang kantor semalem nggak bilang apa-apa sama gue. Coba gue cek ke unitnya dulu ya, dia masih di apartemen apa nggak."

Lany yang memang pernah bercerita bahwa dia tinggal di apartemen yang sama dengan Ray akhirnya berinisiatif. Segera setelah menutup sambungan teleponnya dengan Nadine, dia keluar unitnya untuk mengecek Ray.

Sesampainya di depan pintu unit Ray yang hanya berjarak tak sampai 10 meter dari pintunya, Lany mulai mengetuk pintu. Sesekali dia memanggil nama lelaki itu. Lany juga beberapa kali membuat panggilan telepon kepada Ray, tapi memang ponselnya tidak aktif. Tidak ada tanda-tanda pergerakan dari dalam unit juga. Sekitar 10 menit Lany berdiri di depan pintu berwarna ivory tanpa mendapat respon. Saat Lany berbalik hendak kembali ke unitnya, kenob pintu unit apartemen Ray berputar.

"Ray, you there?" Alanis menengok ke dalam dari pintu yang belum dibuka sepenuhnya. Betapa terkejutnya Lany saat dia bisa melihat Ray di balik pintu berdiri tanpa tenaga bersandar pada dinding, hanya menggunakan sweat pants berwarna abu-abu menunjukkan dada bidang dan perut six packsnya tanpa tertutup sehelai benangpun. 

"Ray, lo nggak papa? Lo sakit?" Lany buru-buru meraih bahu Ray melihat lelaki itu agak limbung. Dan Lany makin terkejut karena badan Ray terasa begitu panas saat tangan Lany menyentuk bahunya. "Ray, you're freaking hot! Ah, no, I mean, astaga! Badan lo panas banget, Ray!" Lany meralat pemilihan katanya yang tidak tepat di awal.

Lany kemudian memapah Ray untuk membawanya kembali ke tempat tidurnya yang berada di sebelah kiri pintu dengan sedikit tertatih. Bagaimana tidak, tinggi badan Lany yang hanya 160 centi, harus memapah Ray yang dia perkirakan 20 centi lebih tinggi dari dirinya. Saat membawa Ray ke kamarnya, Lany menyadari bahwa kamar mereka berdua ternyata selama ini saling bersebelahan, hanya tersekat dinding. Lany merebahkan Ray kembali ke kasur queen size terbungkus sprei berwarna abu-abu muda, dengan bed cover berwarna senada namun lebih gelap. 

Setelah Lany memakaikan selimut kepada Ray yang saat itu memejamkan mata, perempuan itu membuat sebuah panggilan telepon.

"Hallo, Nad. Bilang Pak Dir, Ray lagi sakit. Ntar, gue cari handphone nya dulu. Aduh, di mana ya?" mata Lany beredar ke sekeliling kamar, berusaha menemukan handphone milik Ray. Matanya berhenti menyusur saat dia menemukan benda yang dicarinya berada di atas bantal tepat di sebelah Ray. Lany meraih handphone berwarna senada dengan miliknya, melayangkan badannya tepat di atas badan Ray. "Hhh, pantesan. Hpnya mati, Nad. I'll take care of him first. Nanti gue kabarin lagi, ya." Lany segera mematikan sambungan saat Nadine memberikan jawaban singkat bahwa dirinya paham.

"Ray, you awake? Lo udah minum obat belom?" pertanyaan Alanis dijawab dengan gelengan kepala lemah oleh Rayner yang saat itu masih memejamkan mata.

Beberapa saat kemudian, Rayner tiba-tiba menyibakkan kembali selimut yang menutupi tubuhnya. "Panas banget, Lan," hanya kalimat itu yang terucap saat Rayner mencoba membuka matanya, mendapati Alanis yang sedang duduk tepat di sampingnya, memandanginya dengan tatap penuh kecemasan.

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang