Ray tiba di Jakarta saat langit sudah gelap. Sudah hampir tengah malam di Jakarta, dengan jalanan yang masih basah sisa hujan sore tadi. Ray sengaja memilih jadwal penerbangan malam hari agar dia tidak perlu berpapasan dengan Lany yang dia tau masih menempati unit apartemen di sebelahnya.
Pagi ini Ray masih bertahan untuk tidak keluar dari apartemennya karena tadi pagi dia mendengar suara Nadine yang sepertinya sedang datang ke tempat Lany untuk menemui perempuan itu. Beruntung dia kemarin sempat membeli beberapa makanan instan untuknya sarapan pagi ini.
Ray sedang asyik menonton series favoritnya di Netflix dengan volume rendah ketika tiba-tiba suara Lany yang cukup kencang berteriak memanggil namanya. Ray terlonjak mengira Lany tahu dia sudah berada di dalam unit apartemennya sejak semalam. Ray tersenyum getir mendengar sayup-sayup kata-kata Lany yang merutukinya.
Mungkin Lany saat ini juga sama putus asanya dengan dirinya. Mungkin Lany juga saat ini juga sama rindunya dengan yang dia rasakan. Dia ingin sekali berlari menemui Lany, memeluk tubuh mungilnya selamanya. Namun sekarang dia masih menahannya. Menunggu waktu yang tepat.
----------
Malamnya rupanya Lany memainkan keyboardnya. Dia juga bernyanyi dengan iringan keyboardnya. Ray bergegas masuk ke kamarnya untuk mendengarkan lagi alunan melodi yang dulu hampir selalu dia dengarkqan.
But if you loved me, why did you leave me
Take my body, take my body
(Kodaline - All I Want)
Ray terbangun dari rebahnya saat mendengar Lany menghentikan permainannya, dan kemudian pelan-pelan terdengar suara isak tangis perempuan itu. Ada sesak di hatinya. Dia harus menemui Lany. Sekarang juga.
Ray berjalan menuju pintu hendak keluar menemui Lany saat tiba-tiba dia mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki seseorang melewati depan unitnya dan kembali membuka sebuah pintu di sebelah. Dia melihat Lany dari lubang pintunya, berjalan tergesa menuju emergency exit. Lany sudah mengenakan piyamanya malam itu, berjalan menunduk sambil menyeka matanya. Terakhir kali dia melihat perempuan itu, rambutnya tidak sependek ini. Nampaknya Lany juga mewarnai rambutnya menjadi secoklat rambutnya dulu saat pertama kali mereka bertemu. Jantung Ray mulai berdetak tak menentu.
Sesaat setelah Lany menutup pintu emergency exit, Ray menyusulnya. Dia ingin segera merengkuh Lany dalam pelukannya.
Ray membuka perlahan pintu di depannya, melihat Lany sedang duduk di anak tangga paling atas membelakanginya. Lany sedang terisak dalam duduknya, menelungkupkan kedua jemarinya menutupi wajahnya, bahunya naik turun menahan tangis. Sadar ada seseorang di belakangnya, Lany menoleh. Ray melihat wajah terkejut Lany. Perempuan itu kemudian beranjak dari duduknya, berdiri menghadap ke Ray dengan pandangan kosong dan mulai menggumamkan kata-kata yang membuat Ray sesak. Lany bergumam bahwa dia yang saat ini berdiri di depannya hanyalah halusinasinya. Bahkan perempuan itu berniat untuk menemui psikolognya esok hari.
Lany masih secantik dulu. Badannya masih ramping, dengan rambut sebahunya yang berwarna coklat. Bahkan hanya dengan piyamanya, dia masih tetap membuat hati Ray berdegup. Dari tempatnya berdiri, Ray bisa melihat beberapa anting baru tersemat berderet cantik di tulang rawan telinga Lany. Di lehernya, Ray juga akhirnya melihat kalung yang dia berikan dulu. Ray memperhatikan lekat-lekat perempuan yang dirindukannya siang malam.
Tak kuasa menahan rindunya, Ray berjalan menghampiri Lany, memeluk erat Lany yang masih meracau, membenamkan wajahnya di bahu mungil milik Lany. Ternyata Lany juga merindukannya, sama besarnya seperti dirinya merindukan Lany.
"Alanis, I'm sorry. I'm sorry I left you. I'm sorry for making you wait. Gue minta maaf, Lany."
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)
FanfictionThe story of Lany the social butterfly and Ray the ice cold guy. A story about love, life, friendship, breakup, and finding souls. A story that will definitely stir your heart. An alternate universe of Jaehyun, Yuta and Doyoung of NCT 127. Feel free...