Pt. 31 - When I Meet Him

244 12 2
                                    

Siang itu Nadine bermain ke apartemen Lany. Bukan hanya untuk menemui Lany, tapi tentunya untuk menghabiskan waktu bersama Sakha yang sekarang menjadi kekasihnya.

"Kak, udahan sih galaunya. It's been 2 years loh. Gue kenalin yuk, best bachelor in town deh, lebih ganteng dari Pak Ray." Nadine menatap Lany prihatin, melihat lany sedari tadi terisak sambil menonton drakor yang menjadi pemicunya untuk menangis.

"Gamau kalo lebih ganteng. Gue maunya yang sama persis kayak Ray." Jawab Lany singkat.

"Aneh-aneh aja mau lo Alanis. Nih gue bayarin tiket PP Jakarta Singapore, lo berangkat sekarang juga gue anter. Galau kok tiap hari. Mandi sono lo! Oiya, awas ya ntar malem lo mewek lagi. Pak satpam ngira gue mukulin lo tau nggak," Sakha yang tiap hari melihat Lany galau mulai menggerutu.

Nadine tertawa melihat Sakha yang tak henti memarahi Lany. "Udah sih, Yang. Kasian tau Kak Lany. Jalan-jalan aja yuk kalo nggak. Yuk, Kak," ajak Nadine agar bisa meredakan kegalauan Lany.

"Yang, kamu mau kita lagi enak-enak jalan di mall tiba-tiba dia mewek? Malu-maluin aja." Sakha ingat terakhir kali saat mereka mengajak Lany jalan-jalan ke mall, tiba-tiba Lany terisak di tengah keramaian, membuat keduanya segera mengajak Lany keluar dari mall itu.

"Rayneeer!!! Lo jahat bangeeett!! Awas ya lo pulang gue kekepin ga gue bolehin pergi lagi!!" Tiba-tiba Lany. Berteriak kencang, meluapkan emosinya.

----------

Lany sendirian malam itu karena Sakha pulang ke rumah bundanya. Malam ini Lany kembali bermain dengan Abang. Dia memilih lagu Kodaline berjudul All I Want untuk menemani kegalauannya. Dia mulai menekan satu per satu tuts si abang sambil menyanyikan bait bait lagu itu. Suara Lany tercekat saat menyanyikan reffrain lagu itu. Dia tidak sanggup melanjutkan permainannya, menutup wajah mungilnya dengan kedua tangannya dan menumpahkan air mata yang dia tahan sejak tadi.

But if you loved me, why did you leave me

Take my body, take my body

(Kodaline - All I Want)

Lany memutuskan untuk menumpahkan tangisnya di emergency exit, tempat favorit Ray. Lany masih selalu berharap Ray tiba-tiba ada di sana, menunggunya.

Lany sudah duduk di anak tangga teratas memunggungi pintu besar di belakangnya. Dia memutar kembali memorinya bersama Ray. Memilih mengingat-ingat hal-hal indah yang mereka habiskan berdua di situ.

Beberapa kali dia memukul-mukul dadanya pelan karena tiap mengingatnya terasa menyesakkan. Namun dia sama sekali tidak keberatan, karena hanya dengan itu dia bisa mengingat bahwa Ray pernah ada di sisinya. Tak apa baginya menunggu Ray hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun. Lany masih yakin Ray akan kembali untuknya.

Lany merasakan kehadiran seseorang di belakangnya, namun orang itu hanya diam tidak juga turun untuk melewatinya. Lany menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang datang. Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang melihat sosok di depannya.

Dia berdiri mengamati sosok itu. Mungkin itu halusinasinya, namun kenapa terasa begitu nyata. Dia melihat sosok Ray, berdiri tepat di hadapannya. Masih Ray yang sama, kecuali rambutnya yang sepertinya lebih panjang dan lebih hitam dari terakhir kali Lany melihatnya. 

Lany masih tidak mempercayai apa yang sekarang sedang terjadi. Dia berpikir untuk harus segera menemui psikolognya karena halusinasinya. Sosok Ray yang masih dia pikir halusinasinya kini memeluknya, membenamkan wajahnya di bahu Lany. Dan semua itu terasa nyata, terasa hangat, terasa nyaman. Suara bariton milik Ray lah yang akhirnya menyadarkan Lany bahwa ternyata semuanya memang nyata, bukan hanya halusinasinya. Tuhan menjawab doa-doanya.

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang