Seperti biasa, Ray menjadi orang pertama yang datang pagi ini di ruangan. Semalam dia baru bisa terlelap saat jam sudah menunjukkan hampir pukul 3 pagi. Bukan tanpa alasan dia harus begadang, sebulanan ini sedang banyak permintaan data dari divisi lain yang deadline nya serba mepet. Setelah mengecek beberapa report dan visualisasi data yang kemarin dikerjakan Lany, Ray merebahkan kepalanya di meja, menjadikan tangan kirinya sebagai bantal, dia ingin memejamkan matanya yang masih terasa berat sebentar saja.
Lany yang hari itu juga harus merapikan visualisasi data yang kemarin dia buat, memutuskan untuk berangkat ke kantor lebih pagi. Kantor masih sepi pagi itu karena kebanyakan pegawai memulai pekerjaan mereka pukul 9. Tadi dia sempatkan untuk membeli caramel macchiato untuk dirinya sendiri dan segelas americano untuk Ray. Dia yakin pagi itu Ray pasti sudah lebih dulu sampai di kantor.
"Good morn--," sapaan Lany terhenti karena melihat Ray sedang tertidur di kubikelnya. Lany pelan-pelan melangkahkan kaki menuju mejanya agar tidak menimbulkan suara yang dapat membangunkan Ray dari tidurnya. Pelan-pelan juga dia meletakkan satu per satu barang bawaannya. Lany kemudian masuk ke kubikel Ray, membawa segelas Americano yang dia beli tadi, meletakkannya perlahan agak jauh dari tempat Ray merebahkan kepala agar ketika dia bangun gelasnya tidak tersenggol olehnya.
Lany mengamati Ray yang sedang terlelap, menyunggingkan senyum melihat lelaki itu tertidur. Lany menarik pelan kursi yang memang disediakan di depan meja Ray, memutuskan untuk duduk, mengamati kembali jengkal demi jengkal wajah tampan Ray dari dekat.
Tangan kekar Ray yang panjang melintang di atas meja, kepalanya direbahkan di atasnya, menjadikan tangannya sebagai bantalan. Kulit wajah Ray nampak halus dari dekat, kelihatannya dia merawat kulitnya dengan cukup baik. Di leher jenjangnya melingkar kalung berkilau perak. Alisnya cukup tebal, bulu matanya terlihat lentik, hidungnya ramping dan mancung, bibir tipis merahnya agak cemberut saat dia tidur. Memori Lany tiba-tiba mengingat beberapa waktu lalu saat bibir hangat Ray menyapu miliknya, membuat Lany menggigit bibir bawahnya dan tersenyum. Tiba -tiba dahi Ray mengernyit, namun matanya masih terpejam. Lany menjulurkan tangannya, hendak menyibakkan helaian rambut yang menutupi wajah Ray. Baru sedikit jemari Lany menyentuh rambut halus milik Ray, ketika tiba-tiba jari jemari Ray meraih milik Lany.
"I got you," Ray bergumam pelan sambil memegang jari telunjuk milik Lany.
Lany yang kaget langsung menarik tangannya. "Ehem, sorry for waking you up. Ini gue bawain americano," Lany menyodorkan americano yang tadi dia bawa.
"Thanks." Ray meraih gelas yang masih hangat itu dan menyesap isinya.
"Begadang lagi? Tidur jam berapa semalem?" Lany tau sudah beberapa hari ini Ray selalu begadang karena pekerjaan mereka.
"Jam 3 an kayaknya. Nanti tolong visualisasi yang gue minta kemarin lo beresin ya. Udah gue cek semalem, tinggal lo benerin aja beberapa bagian." Ray menguap di akhir kalimatnya.
Lany tertawa melihat Ray yang terlihat sangat mengantuk. "Yuk, sarapan. Di depan ada soto enak deh."
----------
Lany dan Ray sedang duduk berhadapan di sebuah warung tenda di depan kantor mereka, menunggu pesanan soto yang sedang dibuat penjualnya.
"Orangtua lo di Bandung?" Ray membuka obrolan.
"Enggak, di KL," Lany menjawab sambil menyodorkan segelas es teh yang baru saja diberikan oleh penjualnya.
"Lagi liburan?"
"Enggak. Kerja di sana, jadi TKI," canda Lany.
"Yang bener lo?" Ray hampir percaya perkataan Lany.
Lany tertawa melihat respon Ray. "Ya dosen kan termasuk tenaga kerja juga," jawab Lany sambil memainkan sedotan. "Papa dapet tawaran buat ngajar di salah satu universitas swasta di KL waktu gue lulus SMP. Mama gue resign dari kerjaannya, ninggalin toko bunga kecil yang dia buka karena hobbynya di daerah Wastukencana buat nemenin Papa di KL."
"Kok lo nggak ikut?"
"Waktu itu gue udah ketrima di SMA yang gue pengenin dari lama. Kan sayang kalo dilepas."
"Terus lo di Bandung sendirian?"
"Enggak. Begitu Papa Mama pindah KL, Sakha sama bundanya pindah ke Bandung buat nemenin gue."
"Pantesan lo deket banget sama Sakha," Ray manggut-manggut mendengar cerita Lany.
"Kinda. Kalo orangtua lo?"
"Papa Mama udah 3 tahunan ini di Singapore."
"Sorry if it sounds impolite, karena pertunangan lo?"
"Enggak juga sih sebenernya. Kebetulan aja. Papa sebelumnya memang kerjaannya bolak-balik Jakarta - Singapore. Di Singapore juga sambil berobat. Terus habis kejadian itu pas banget Papa dapet tawaran buat kerja di sana. So, yeah..."
"Papa sakit apa kalo boleh tau?"
"Jantung. He's still in treatment until now," Ray tiba-tiba menerawang jauh.
"I'm sorry to hear that," Lany merasa tidak enak menanyakan pertanyaan terakhirnya saat melihat respon Ray.
"It's okay. Papa udah jauh lebih sehat sekarang," Ray tersenyum memandang Lany.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)
FanfictionThe story of Lany the social butterfly and Ray the ice cold guy. A story about love, life, friendship, breakup, and finding souls. A story that will definitely stir your heart. An alternate universe of Jaehyun, Yuta and Doyoung of NCT 127. Feel free...