Pt. 28 - Days After He Left

190 14 1
                                    

Hari-hari Lany berjalan seperti biasanya. Bangun pagi, berangkat ke kantor, pulang kembali ke apartemen, bermain dengan Abang, tidur dan berulang lagi. Dia masih tersenyum, dia masih tertawa, namun dia selalu merasa seperti ada lubang menganga di hatinya yang tak pernah bisa tertutup sempurna walau dia tersenyum dan tertawa. Lubang itu hanya akan tertutup dengan adanya Ray di sisinya.

Semenjak kepergian Ray, tiap pagi dia akan selalu berangkat ke kantor dengan menuruni tangga demi tangga emergency exit. Sesekali dia akan berhenti dan tertegun cukup lama memandangi pintu unit apartemen Ray, berharap suatu hari ada Ray yang keluar membukakan pintu untuknya.

Dia memang bisa selalu bahagia tanpa Ray. Tapi dia akan lebih bahagia dengan Ray di sisinya. Setidaknya dia sudah menepati janjinya untuk selalu bahagia, yang dia buat dengan dirinya sendiri sepeninggalan Ray.

Lany yakin pasti Ray punya alasan kuat meninggalkannya tanpa kabar sampai detik ini, mengabaikan puluhan pesan yang dia kirim. Mungkin untuk kebaikannya, atau kebaikan mereka berdua. Jadi dia masih di sini, bertahan untuk menunggu kedatangan Ray yang entah kapan dia pun tak tahu.

Lany masih mengingat pertemuan pertamanya dengan Ray, kopi pertama yang dia belikan untuk Ray, ajakan makan siangnya yang ditolak mentah-mentah oleh Ray, kencan pertamanya dengan Ray. Lany masih sering mendengarkan lagu yang mereka berdua dengarkan di recordstore dari band yang Ray bisikkan namanya tepat di telinganya, dia masih sering menyenandungkan pelan refrain lagu NCT 127 yang kala itu dia nyanyikan keras yang membuatnya untuk pertama kali mendengar gelak tawa khas milik Ray, dia masih sering menyanyikan lirih lagu yang mereka dengarkan saat Ray memasakkan spaghetti untuknya. Dan seluruh perhatian-perhatian kecil yang Ray selalu berikan yang baru dia sadari saat Ray sudah tidak di sisinya lagi.

Semenjak kepergian Ray, kalung berliontin kunci yang Ray berikan selalu tergantung indah di lehernya sampai saat ini. Karena hanya itulah yang dapat mengingatkan kepadanya bahwa dulu Ray pernah ada, dan akan selalu ada untuknya. Lany sering berkata dalam hatinya, kelak jika Ray kembali untuk dirinya, dia akan memintanya kembali untuk memakaikan kalung itu di lehernya.

Setiap malam Lany masih sering bermain keyboard, memainkan lagu galau yang pastinya akan selalu membuatnya berlinang air mata, menahan rindunya kepada Ray. Dan esoknya dia akan selalu menyesal sudah merindukan lelaki itu, karena matanya akan bengkak seharian yang selalu menjadi bahan ejekan teman-teman di ruangannya. Dia masih berharap suatu hari Ray pulang dan mendengar dia masih di situ, menggelar resital untuk Ray seorang.

"How could you ask me to be happy without you, Ray?" Lany bergumam di depan Abang, memandangi tuts hitam putihnya.

Malam itu, entah kenapa rindunya sudah di ujung ubun-ubun. Jika tidak karena sudah tengah malam, mungkin dia sudah membeli tiket untuk pergi menemui Ray di singapore. Lany mulai menarikan jemarinya, memainkan lagu Taeyeon yang berjudul Fine. Tentu saja dia selalu sesak menahan tangis di tiap bait yang dia nyanyikan karena lagu itu sungguh mewakili perasaannya.

She just pretended everything was fine, but she was not. All the time.

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang