Pt. 24 - Back to Zero

175 12 0
                                    

Sudah satu minggu sejak keributan Ray dengan Lany dan keduanya masih terlalu gengsi untuk meminta maaf. Suasana di ruangan juga kembali seperti awal Lany masuk kerja. Lany benar-benar hanya seperlunya saja berbicara dengan Ray. Mereka juga tak saling sapa saat berpapasan, baik di apartemen maupun di kantor.

Nadine yang penasaran dengan vibe yang tak enak beberapa hari belakangan memberanikan diri bertanya pada Lany.

"Kak, Pak Ray sama lo kenapa deh? Vibenya bikin gue merinding tau. Baikan kek kalo berantem."

"Auk ah. Biarin aja, ntar juga jinak lagi," Lany menjawab cuek. Dia kembali dengan kesibukannya, membiarkan Nadine cemberut mendengar jawaban singkat darinya.

Sebenarnya waktu itu Ray sudah minta maaf karena membentaknya, namun harga diri Lany cukup terluka waktu itu. Dia tidak tau apa yang sedang dialami Ray, namun kenapa dia harus menjadi sasaran kemarahannya?

----------

Hari-hari berikutnya masih sama. Vibe di ruangan pun tidak ada perubahan. Pagi itu Lany berangkat cukup siang saat sudah ada beberapa temannya duduk di kursi mereka masing-masing. Di mejanya, Lany melihat segelas minuman yang saat dia pegang masih cukup hangat. Di dinding gelasnya bertuliskan namanya dan nama minuman favoritnya, caramel macchiato. Lany bertanya-tanya siapa yang membelikan itu untuknya. Nadine menjadi sasaran pertama interogasinya.

"Nad, lo yang beliin?" tanya Lany.

"Bukan, Kak. Gue juga baru dateng kok. Pak Ray kali, Kak. Coba aja tanya," Nadine menengok kubikel Ray yang ternyata kosong.

"Ngaco aja lo. Ntar gue tanya ke dia ternyata bukan, kan malu juga gue," Lany kemudian mencari mangsa selanjutnya. Bang Barra di depannya juga tak luput dia tanya.

"Udah dari tadi itu, Lan. Dari fans lo kali," jawab Bang Barra.

"Mas Petra, lo yang beliin bukan?" Lany menyasar Petra sekarang.

"Bukan, Lany. Nando kali tuh, dia juga abis ngopi tuh," Mas Petra melempar umpan ke Nando yang sedang menyeruput kopinya.

"Bukan aku, Mbak. Mana sanggup aku beli yang di deket kantin. Ini aja setarling," Nando mengangkat kopi miliknya agar Lany melihat.

"Ih Nando mah sedih bener sih. Besok aku beliin ya yang di sebelah kantin," Lany malah mengasihani Nando. Semua yang ada di ruangan itu tertawa dengan kata-kata Lany. "Ini halal ga kalo gue minum?"

"Sini buat gue aja, Kak," Nadine meraih gelas dari kertas daur ulang itu. Namun sebelum sempat tangannya meraih, tangan Lany memukul pelan punggung tangan Nadine. Nadine meringis dibuatnya.

Seingat Lany, dia tidak pernah bilang kepada Ray kalau dia suka caramel macchiato. Jadi dari awal memang Lany sudah mencoret Ray dari daftar kemungkinan orang yang membelikan minuman favoritnya pagi itu.

----------

Ray sudah di kubikelnya setelah jam makan siang tadi. Dia masih belum bertegur sapa dengan Lany. Bukannya dia tak mau, namun dia malu. Malu atas apa yang sudah dia lakukan kepada Lany malam itu.

Tiap Lany datang ke kubikelnya untuk membahas pekerjaan, mata Ray tidak pernah berani menatap sepasang mata milik Lany. Dia takut saat dia melihat dalam mata Lany, dia tidak bisa menahan keinginan untuk memeluknya.

Pagi tadi Ray menyempatkan diri membelikan Lany segelas caramel macchiato karena dia lihat beberapa kali Lany memesan menu yang sama saat mereka tidak sengaja bertemu di coffee shop. Dia ingin kembali berbaikan dengan Lany.

----------

Ray baru saja mendapat nota dinas dari HRD yang menugaskan Lany untuk mengikuti training di Jogjakarta 3 hari ke depan. Baru saja dia akan berbaikan dengan Lany, tapi mereka nampaknya harus berpisah sementara untuk 3 hari ke depan.

"Alanis," Ray memanggil Lany ke kubikelnya. 

"Iya, ada apa?" Lany sudah berdiri di depan pintu kubikel.

"Duduk, Lan," Ray mempersilakan Lany, memberanikan dirinya untuk menatap perempuan yang sekarang sudah ada di hadapannya. Ray menyodorkan nota dinas tadi agar dibaca oleh Lany. "Semuanya udah siap. Tiket, hotel, uang saku. Lo tinggal berangkat aja besok. Nggak papa kan sendirian?"

"Oh, training? Oke, no probs," ucap Lany singkat. Lany baru akan bangkit dari duduknya saat tangan Ray menahan tangannya.

"Lan, sorry. Please," Ray memohon pelan. Dia takut teman-temannya mendengar percakapan mereka. Matanya mengisyaratkan penyesalan. 

Lany yang tidak tega melihat mata Ray yang menatapnya dengan penuh harap, mengangguk tanda dia memaafkan. "It's okay. I know maybe there's something you can't tell to me. I'm sorry to forced you."

"No, you didn't. Gue emang lagi fucked up waktu itu dan semua yang lo omongin bener. No need to apologize. I should be the one apologizing. Did you enjoy the coffee?"

"Oh dari lo? Thanks, ya. Udah gue abisin. Ceritanya sogokan nih?"

"You can say that," Ray menjawab dengan senyuman.

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang