Pt. 13 - Frightful Night

296 17 4
                                    

Lany dan Ray sudah duduk di sofa ruang tengah apartemen Lany. Mereka menghabiskan waktu cukup lama dalam diam. Ray memperhatikan tiap gerak-gerik Lany yang saat itu sedang menatap ke arah beranda di sisi kanan mereka, memandang langit biru di luar dengan tatapan kosong.

"You okay, Lan?" akhirnya Ray memberanikan diri membuka obrolan saat dia merasa Lany sudah cukup tenang. Lany kemudian menoleh memandang Ray, menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"Makasih ya, Ray."

"Lo keberatan ga kalo gue tanya apa yang sebenernya terjadi? Udah gila ya mantan lo?" Ray kembali emosi mengingat wajah Andro.

"Lo tau dari mana kalo dia mantan gue?"

Ray menyadari dia salah bicara. Padalah dia sudah berjanji pada Sakha jangan sampai Lany tau Sakha sudah bercerita tentang Andro padanya. Belum sempat Ray menjawab, Lany sudah menebak.

"Pasti dari Sakha, ya?"

"Lo jangan marah ke Sakha, Lan. He was so worried about you. Gue yang ngajak Sakha ketemu dan maksa dia buat cerita," Ray berusaha membackup Sakha agar terhindar dari amarah Lany.

"Siapa yang mau marah? Toh lo juga udah lihat sendiri gue kena panic attack sampe hampir kehabisan napas. So I think I should tell you someday," Alanis tertawa.

"Lan..."

"Iya, dia Andromeda, mantan gue yang dulu gue sayang banget. Tapi..." Lany menghentikan ucapannya. Dia merasakan sesak di dadanya saat mengais memori tentangnya dan Andro beberapa tahun yang lalu.

"Kalo lo masih belum bisa buat cerita, it's okay. Kita bisa obrolin ini lain kali."

"Nggak papa, Ray. Mungkin emang udah saatnya gue ceritain ini ke orang lain. Siapa tau perasaan gue lebih lega."

"Good. I'm all ears. Go ahead."

"Sakha udah cerita sampai mana? Biar gue lanjutin sisanya," Lany tersenyum  menatap Ray yang masih memandangnya.

"Sampai lo basah kuyup tengah malem, gedor-gedor pintu kosan Sakha, dan sampai sekarang dia sama sekali gatau apa yang terjadi sama lo dan Andro."

Alanis menarik napas panjang dan dalam sebelum menceritakan apa yang terjadi. "He abused me." Ray memandang gadis itu dengan tatapan sayu. Tebakannya yang selama ini dia simpan dalam benaknya ternyata benar. Lany bisa merasakan kesedihan di mata Ray. "Stop with that gaze. I'm okay now."

"Awalnya kami baik-baik aja. 2 tahun awal kami pacaran seperti orang-orang pada umumnya. Gue sayang dia, dia pun juga sayang banget sama gue. Dia mulai jahatin gue di tahun ketiga kami, semenjak dia mulai nyusun skripsi. Mungkin karena banyak tekanan. I can understand. Dia mulai minum-minum tiap dia stress ngerjain skripsinya. Kalau dia udah mulai tipsy, dia bakal narik rambut gue, dorong gue sampai jatuh atau ngebentur tembok sampai kadang kepala gue kejedot saking kencengnya. Terus nanti kalo dia udah sober, dia pasti bakal minta maaf ke gue sambil nangis-nangis, mohon-mohon ke gue buat jangan ninggalin dia. Siklusnya selalu begitu, berulang-ulang dalam setahun itu. Pacar mana yang tega lihatnya."

"Why don't you run away? Lo tau ga bahayanya orang mabuk? Mereka ga sadar, Lan. Gimana kalo dia lepas kendali dan --," Ray tidak bisa melanjutkan perkataannya, membayangkan hal terburuk bisa saja terjadi pada perempuan itu dulu.

"I knew. Pertama kalinya dia jahatin gue, udah kepikiran buat gue untuk lari aja, ninggalin dia. Tapi di sisi lain gue tau dia butuh gue. He's a lost soul. Dia sendirian di Bandung. Orangtuanya udah lama di US dan jarang banget pulang buat nengokin dia. Dia punya segalanya, Ray. Tapi enggak dengan kasih sayang dari orangtuanya. Dia cuma punya gue saat itu. Gue bisa relate sama keadaannya karena gue pun sama. Orangtua gue juga jauh dari gue. Tapi gue punya Tante Soraya, Sakha dan teh Ira yang nemenin gue. He has no one but me," lanjut Lany sambil menerawang, menata satu per satu memorinya

"Gue sempet ajak dia beberapa kali ke psikolog tapi dia nolak. Sampai pada akhirnya, gue udah sampai di limit gue nahan semuanya," Lany menjeda ceritanya, menghela napas panjang sebelum menceritakan part terburuk hubungannya dengan Andro. 

Ray yang melihat Lany menghela napas, meraih tangan Lany untuk menguatkan perempuan itu kembali melanjutkan ceritanya. 

"Hari itu dia wisuda, sendirian. Orang tuanya gabisa dateng. Gue tau dia sedih dan kecewa banget. Di saat itu juga, gue ketemu sama beberapa senior gue yang juga dateng di wisudaan dia. I had a little conversations with them. He was so furious about that. Mungkin menurut dia, cara gue ngobrol sama mereka berlebihan. He's jealous. Malemnya dia minum-minum, gue temenin. Mungkin malem itu dia minum agak berlebihan. Gue biasanya bakal suruh dia stop kalo dia udah agak tipsy. Tapi malem itu dia lebih mabuk dari biasanya."  

Lany berdeham sebelum melanjutkan ceritanya. "And so it began. Gue masih bisa nahan buat ga nangis saat dia narik rambut gue atau dorong badan gue sampe jatuh. Tapi kali itu dia dorong gue kenceng, kepala gue kejedot cukup keras. Gue nangis. Dia berusaha buat bikin gue diem. Gue makin ketakutan karena dia ngebekep mulut gue lumayan kenceng, sampe gue hampir kehabisan napas. Gue udah ngerasa, ah mungkin hari ini gue mati nih. Tapi untungnya dia sadar gue mulai kehabisan napas, dia juga kaget. Saat dia udah ngelepas tangannya dari mulut gue, gue dorong dia, gue lari keluar kosnya. Untung di luar masih ada taksi, walaupun gue nunggu cukup lama waktu itu. Udah lah tengah malem, di Nangor dingin mampus, ujan pula. Combo banget malem itu," Lany tertawa mengakhir ceritanya.

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang