Ray terpaksa membuka matanya yang sangat berat saat mendengar suara Lany memanggil namanya dari luar unit apartemennya. Beberapa kali perempuan itu juga terdengar mengetuk pintu. Ray mengumpulkan sisa tenaganya, berjalan lunglai menuju pintu. Dia tidak mempedulikan dirinya yang saat itu hanya memakai sweat pants tanpa sehelai benangpun membungkus bagian atas tubuhnya. Dia tidak punya cukup tenaga untuk memakai baju sebelum membukakan pintu.
Sedari subuh tadi tiba-tiba badannya panas tinggi. Padahal semalam dia merasa dirinya masih baik-baik saja. Setelah dengan susah payah berjalan untuk membukakan pintu, Ray menyandarkan tubuhnya ke dinding agar dirinya tak terjatuh. Kepalanya terasa berat dan berkunang-kunang.
Dia bersyukur Lany datang pagi itu. Dia merasa bersalah saat menyadari Lany yang mungil dengan susah payah memapah tubuhnya untuk kembali ke tempat tidurnya. Beberapa kali Lany bertanya padanya, tapi untuk berbicara pun dia tidak sanggup. Ray hanya bisa menggelengkan kepala lemah saat Lany menanyakan apakah dia sudah minum obat atau belum.
Tak lama setelahnya, Ray mendengar Lany bercakap dengan Nadine di ujung sambungan telepon. Pasti sejak tadi Nadine dan teman-temannya yang lain tak henti menghubungi ponselnya yang mati. Ray merasakan lengan Lany menyentuh dahinya saat perempuan itu berusaha mengambil handphone miliknya. Sedekat itu posisi mereka sampai Ray dapat mencium wangi floral bercampur buah milik parfum Lany.
"Panas banget, Lan," Ray menyibakkan selimut yang belum lama dipakaikan Lany. Dia berdehem membersihkan tenggorokannya yang kering. Dia berusaha bangun dari tidurnya, menyandarkan punggungnya di kepala dipan.
"Lo mau minum? Gue ambilin ya," seperti bisa membaca pikiran Ray, Lany bergegas keluar kamar untuk mengambilkan air minum. Tak butuh waktu lama bagi Lany mengambilkan segelas air minum dalam mug hitam yang sekarang sedang dipegangnya. Disodorkannya mug itu ke mulut Ray, disambut Ray yang juga memegang mug itu di sisi lain. Ray kemudian meneguk habis air di dalam mug dan kembali menyerahkan mug itu kepada Lany.
"First thing first, lo pake baju dulu deh. Gue nggak bisa konsen kalo lo nggak pake baju," ucap Lany jujur. Sedari tadi Lany berusaha untuk berkonsentrasi, mengenyahkan khayalan-khayalan nakal di benaknya melihat bagian atas tubuh Ray yang tidak terbungkus pakaian.
Dia memutar kepala mencari letak lemari pakaian milik Ray. Alanis kembali duduk di sebelah Ray dengan tangan kanannya mengangsurkan kaos berwarna putih untuk dia kenakan. "Bisa make sendiri ga?"
Ray menyambar kaos yang diberikan Alanis, menyunggingkan senyum tipis kepada Alanis merespon pertanyaan perempuan itu. "Bisa," dengan lemah Ray menjawab sembari memakai kaos tadi. "Lo nggak jadi ke Bandung?" Ray masih sempat menanyakan rencana Lany.
"Tadinya sih udah mau berangkat. Tapi Nadine tiba-tiba telepon gue, katanya manajernya ilang gaada kabar. Bikin panik aja lo. Tuh, hp lo lagi gue charge. Pak Dir nyariin lo katanya. Tadi udah gue bilang kalo lo sakit," Alanis mengoceh.
Lany meletakkan punggung tangannya ke dahi dan kedua pipi Ray untuk memeriksa suhu tubuhnya. "Masih panas banget, Ray. Bentar gue ambilin air anget buat kompres lo ya." Beruntung suhu tubuh Ray yang tinggi bisa menyembunyikan rona merah di wajah lelaki itu saat tangan Lany menyentuh wajahnya begitu dekat.
Lany kembali dengan sebaskom air hangat, handuk kecil dan termometer di tangannya. Nampaknya dia baru saja kembali ke unit apartemen miliknya karena Ray menyadari dia tidak memilik termometer di apartemennya. Lany menyuruh Ray kembali merebahkan tubuhnya ke kasur, memeras handuk kecil berwarna putih di tangannya dan meletakkan di dahi Ray beberapa detik, kemudian berpindah ke lehernya. Lany tiba-tiba memasukkan tangannya ke dalam kaos Ray, ingin menaruh handuk tadi di lipatan ketiak Ray dan membuat lelaki itu tersentak kaget. "Jangan salah paham. Biar cepet turun panasnya."
Ray tidak bisa menyembunyikan senyumnya melihat Lany berkata agak ketus atas responnya. "Ngapain lo nyuruh gue pake baju tadi? Ribet kan jadinya."
"Ya... setidaknya..." Lany menyerah. Menarik keluar tangannya dari dalam kaos Ray, melemparkan handuk kecil itu ke pangkuan Ray. "Kompres sendiri noh. Gue ambilin makanan dulu," Lany beranjak dari duduknya.
Ray memandang handuk kecil yang dilempar Lany kepadanya. Dia kembali tertawa pelan melihat Lany yang salah tingkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)
FanfictionThe story of Lany the social butterfly and Ray the ice cold guy. A story about love, life, friendship, breakup, and finding souls. A story that will definitely stir your heart. An alternate universe of Jaehyun, Yuta and Doyoung of NCT 127. Feel free...