Pt. 19 - Sweet Moments in A Day

227 16 3
                                    

Jam menjelang makan siang adalah jam-jam rawan ngantuk bagi Lany. Apalagi semalam dia harus begadang menyelesaikan report bulanan yang deadline nya jatuh beberapa hari lagi.

Lany memutuskan mendengarkan lagu boyband favoritnya kencang-kencang dengan sepasang airpod di telinganya untuk menghalau kantuknya. Saking fokusnya dengan report dia dia buat, dia tidak sadar bahwa gumamannya yang awalnya pelan sudah berubah menjadi suara yang cukup kencang.

"Nae yeope neo kkok buteo isseobwa..." suara jernih milik Lany memecah kesunyian di ruangan itu. Lany mulai menyanyikan refrain lagu NCT 127 dengan suara jernihnya yang dapat didengar oleh seisi ruangan.

Di kubikelnya, Ray sedang berusaha menahan tawanya, namun ulah Lany pagi itu terlalu sayang untuk tidak ditertawakan. Seisi ruangan mendengar untuk pertama kalinya Ray tertawa terkekeh dari kubikelnya. Tawa khas milik Ray memancing satu per satu orang di ruangan itu untuk ikut tertawa.

Lany baru sadar ada yang tidak beres saat Nadine menyenggol kaki Lany. Dia kemudian melepas airpod di kedua telinganya. "Hah? Apaan? Ada apa?"

"Suara lo, Kak Lany," Nadine tertawa.

"Lany, beres report bulanan kuy karaokean. Sayang banget bakat lo ga tersalurkan hahaha," Bang Barra menggoda Lany.  

Di mejanya, Lany hanya bisa tertelungkup malu, menutup mukanya dengan kedua tangannya. 

"Kak, lo kasih pelet apaan deh Pak Ray? Bisanya sampe ketawa ngakak gitu." Nadine berbisik.

"Diem lo ah. Malu gue, Nad."

----------

Nadine baru saja pergi lebih dulu ke kantin, meninggalkan Lany yang masih sibuk dengan report bulanan. Lany sudah memesan pada Nadine untuk menyimpankan satu kursi untuknya di kantin.

Dari dalam kubikel, Ray yang melihat Lany masih sibuk dengan pekerjaannya, menghampiri perempuan itu dengan sebuah kotak di tangan kanannya.

Di meja Lany, Ray meletakkan kotak berwarna biru turquoise tadi di atas keyboard milik Lany, membuat Lany mendongakkan kepalanya ke arah Ray yang berdiri tepat di sampingnya.

"Apaan nih, Ray?"

"Buka aja," perintah Ray.

Lany kemudian membuka kotak itu. Sebuah kalung berwarna perak dengan rantai tipis dihiasi liontin kecil berbentuk anak kunci dengan sebuah batu berkilau di tengahnya membuat Lany terkesiap. "Buat gue?" Pertanyaan Lany dijawab Ray dengan anggukan.

"No... It's too much, Ray."

"For your hardwork. For making this room brighter, lively and happier."

"But, still, it's too much. I can't..." Lany menyodorkan kembali kotak tadi ke dekat tangan Ray.

"Or you wanna hear my private reason?" tanya Ray untuk meyakinkan Lany.

"What's that?"

"Karena gue punya ini," Ray merogoh ke dalam kerah kemejanya, mengeluarkan sebuah kalung yang sudah lama melingkar di lehernya, kalung dengan warna senada dengan milik Lany dengan liontin berbentuk gembok yang dia beli untuk charity. "Nggak boleh ditolak. Simpen aja kalo lo nggak mau pakai. You can wear it someday, or maybe someday you can ask me to put on it for you."

Lany hanya bisa tersenyum. Ray tidak pernah gagal mengaduk-aduk hatinya. "Thank you, Ray."

"Anytime, Lan. Yuk makan siang. Gue boleh bareng, kan?"

"Anytime, Rayner."  

----------

Lany menyelesaikan makan siangnya dengan terburu-buru. Dia harus kembali dengan report bulanannya karena deadline makin mepet. Ditambah lagi saat makan siang tadi Ray mengabarkan bahwa sore nanti dia ada meeting dengan direktur yang mengharuskannya untuk membuat slide presentasi.

Di mejanya, Lany sudah menyelesaikan materi presentasi untuk Ray sore nanti. Namun dia masih  belum memutuskan layout mana yang akan dia pakai. "Ray, bisa ke sini sebentar nggak? Ini layoutnya bagusan mana?"

Mendengar suara Lany, Ray beranjak dari tempat duduknya, menghampiri meja Lany. Ray berdiri di kiri Lany, menundukkan kepalanya hampir sejajar dengan kepala Lany, menaruh tangan kirinya di pinggir meja Lany, menjadikannya sebagai tumpuan, satu tangan lainnya dia masukkan ke saku celananya, mengungkungi Lany yang berada tepat di bawahnya. 

Deg!

Lany menoleh ke kiri, merasakan kehadiran Ray. Kini jaraknya dengan wajah Ray amat sangat dekat. Sedekat itu hingga dia bisa melihat indahnya iris mata Ray yang berwarna coklat. Dia sempat menelan ludahnya menyaksikan pemandangan yang lagi-lagi membuat jantungnya sudah tidak pada tempatnya.

Lany buru-buru mengalihkan pandangannya ke monitor lagi, menutupi keterkejutannya. "Ehheem," Lany berdeham berharap Ray mengganti posisinya. Namun sia-sia karena Ray nampaknya terlalu fokus dengan slide presentasi yang Lany buat.

Nadine yang ada di sebelah Lany, melihat pemandangan romantis itu terkikik pelan. Di bawah mejanya dia menendang pelan kaki Lany, yang dibalas Lany dengan tendangan juga.

"Pakai yang ini aja, Lan. Habis ini lo kirim ke e-mail gue, ya. Biar gue cek dulu sebelum diprint," Ray menyentuh layout pilihannya dengan telunjuknya, kemudian menegakkan badannya saat memberi instruksi kepada Lany dan meninggalkan Lany kembali ke kubikelnya.

"Jantung aman, Kak?" Nadine menggodanya.

"Shit! Udah ilang gatau kemana jantung gue."

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang