Pt. 22 - A Visit

201 12 0
                                    

Lany berdiri di depan pintu unit apartemen Ray, membawa sepiring risol mayo buatan Tante Soraya, bundanya Sakha. Dia sudah mengetuk beberapa kali, menunggu Ray membukakan pintu.

"Waah..." Lany takjub ketika beberapa saat kemudian Ray membuka pintu, dengan rambut dan wajah yang masih basah sedang mengeringkan dengan handuk di lehernya.

Ray menjentikkan jarinya di depan wajah Lany yang mungkin bersemu merah karena Ray.

"Malah bengong. Ada apa?" Tanya Ray.

Jentikan jari Ray membuyarkan imajinasi Lany. "Ah, ini ada risol mayo dari bundanya Sakha."

"Bawa masuk aja," perintah Ray.

"He? Ngapain?" Lany kebingungan.

"Temenin gue makan," Ray masuk ke dalam apartemennya diikuti Lany di belakangnya.

"Lo nggak bisa ya ga bikin jantung orang deg-degan mulu?" Lany berbicara pelan. Tentu ada alasan kenapa Lany berkata begitu. Tadi saat Ray membukakan pintu untuknya, hanya dengan memakai kaos hitam polos dan celana piyama bermotif kotak-kotak berwarna merah hitam, dengan rambut dan wajah yang masih basah sehabis mandi, membuat jantung Lany berdetak tak menentu.

"Apa, Lan?"

"Gapapa? Lo masak?" tanya Lany sambil menaruh piring berisi risol mayo di atas meja bar di depan dapur milik Ray. Di dekatnya juga ada beberapa bahan masakan yang sudah Ray siapkan.

"Rencananya begitu. Lo bisa masak?" tanya Ray sembari mengambil sebuah panci untuk merebus air.

"Masak apa dulu? Kalo masak air, telor sama mie mah bisa-bisa aja. Kalo yang ribet nggak bisa."

Lany merasa beruntung hari ini. Dia bisa melihat live cooking dengan Ray sebagai chefnya. Lany melihat Ray begitu luwes di dapur. Dia seperti sudah terbiasa dengan kompor, pisau dan peralatan masak lainnya. 

"Spaghetti bisa?"

"Yang instan bisa hahaha. Lo masak spaghetti?" Lany bertanya sambil memandangi punggung Ray di depannya.

"Iya, Aglio e olio. Suka?" Ray balik bertanya lagi sambil mencincang halus bawang putih.

"Wow, serius lo bisa masak, Ray? Idaman mertua banget lo. Udah ganteng, pinter, mapan, jago masak lagi. Cuma kurang ada yang memiliki aja lo mah," canda Lany masih memandangi punggung lebar Ray.

"Ya elo nggak mau sih sama gue," jawab Ray sambil tersenyum di balik punggungnya.

Lany yang sedang meminum air putih yang tadi sempat Ray ambilkan untuknya terbatuk-batuk mendengar ucapan Ray. "Stop it."

----------

Setelah mendapat ijin dari Ray, Lany berjalan mengitari seluruh bagian apartemen Ray, memperhatikan sudut demi sudutnya, mengagumi penataan ruangan apartemen dengan 2 kamar itu. Matanya kemudian tertuju pada sebuah turntable yang diceritakan Ray beberapa waktu lalu, berada di atas nakas di samping sofa ruang tengah.

"Aaa, ini turntable nya. Vinyl nya di bawah sini, Ray? Gue boleh lihat nggak?

"Boleh," jawab Ray singkat sambil menuangkan spaghetti yang sudah selesai dia masak di dua piring berwarna putih. Ray kemudian menghampiri Lany dan menaruh kedua piring itu di meja depan sofa.

"Tapi gue nggak bisa masang vinyl nya hehe. Please,"

"Mau dengerin apa?" tanya Ray sambil berjongkok di sebelah Lany.

"Song that you've been listening to lately?"

"Okay," Ray kemudian memasang vinyl pilihannya di turntable, memutar volumenya ke kanan. "Sambil makan yuk. Keburu dingin."

Lany kemudian duduk di sofa, memandangi spaghetti buatan Ray. "Wow, smells good. Gue cobain ya, Ray." Lany menyuap spaghetti buatan Ray ke mulutnya.

Ray duduk di sebelah Lany, menunggu respon Lany. "Enak nggak?" Tanyanya penasaran.

"Mmmm, enak."

Malam itu mereka berdua menikmati spaghetti buatan Ray, segelas wine, dan lagu yang menjadi favorit Ray belakangan ini, ditemani dengan rintik hujan yang menyejukkan di luar jendela.

Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang