Jam dinding terus bergerak ke kanan seiring dengan satu per satu penghuni ruangan bercat putih itu meninggalkan meja mereka masing-masing. Tersisa Lany yang sedari siang tadi membaca manual book dari Ray, dan tentu saja Ray yang masih asyik memandang layar monitor. Ray melirik jam di tangan kirinya yang saat itu ternyata sudah menunjukkan pukul 19.35. Dari tempat duduknya, dia bisa melihat siluet Lany yang masih asyik dengan buku di tangannya.
"Lo nggak pulang?" Ray sudah berdiri bersandar pada partisi kubikelnya sambil melipat kedua tangannya di dada. Dia melihat Lany terlonjak kaget dengan kehadirannya.
"Ah, iya, Pak. Ini sebentar lagi pulang kok. Nungguin Bapak pulang dulu," Alanis meletakkan manual booknya di atas macbooknya yang sudah tertutup. Dia agak terheran-heran karena tiba-tiba Ray berbicara santai dengannya, tidak seperti pagi sampai sore tadi.
"Ngapain nunggu gue pulang? Kalo udah gaada kerjaan pulang aja gapapa," kini tangan Ray sudah berpindah ke saku celananya. "Oiya, stop calling me 'Pak'. Umur gue cuma 3 tahun di atas lo. Panggil Rayner atau Ray aja."
"Yah, jangan dong. Gaenak saya nya," Lany sempat menahan napas sebelum menjawab perkataan Ray. Ray berdiri hanya berjarak dua langkah darinya, dengan sebelah tangannya yang dia masukkan ke saku celananya, salah satu ujung kemeja putihnya sudah keluar dari dalam celananya, rambutnya yang tadi pagi masih rapi sekarang terlihat sedikit acak-acakan. Walapun begitu, Ray tetap menawan. Itulah yang membuat Lany menahan napasnya.
"No, I insist. Gue yang lebih gaenak lo panggil bapak. Berasa tua banget gue. Biar enak aja komunikasi kita. Yang lain juga cuma manggil nama gue doang kok, kecuali Nadine sama Vano."
"Yaudah deh kalo maksa," Lany menyerah. "Ini gapapa gue pulang? Lo sendiri nggak pulang?" Lany balik bertanya.
"Ini gue juga mau pulang. Mau bareng? We are heading to the same direction I guess," Ray tadi sempat membaca alamat tempat tinggal Lany di CV nya. Dia menyadari perempuan itu tinggal di apartemen yang sama dengannya.
Lany yang sedang meneguk air putih dari tumbler berwarna rose gold miliknya tiba-tiba terbatuk-batuk mendengar tawaran Ray. "Sorry. Aduh, makasih tawarannya. Tapi gausah repot-repot, gue udah dijemput. Hehehe. Duluan aja, Ray."
"Lo berani sendirian?"
"Enggak, sih. Hehehe. Yaudah gue bareng sampe lobby ya," Lany sedikit salah tingkah. Dia bergegas membereskan barang bawaannya. Sekilas dia melihat Ray menggeleng-gelengkan kepalanya, berbalik kembali ke mejanya. Lany yakin melihat dua lesung pipit samar di pipi Ray. Ya, lelaki itu tersenyum, sangat tipis.
----------
Mobil Honda Civic Hatchback berwarna putih yang dikenali Lany berhenti tepat di depannya dan Ray. Si pengemudi kemudian menurunkan kaca di bangku penumpang di sisi kiri mobil itu.
"Loh, Ray? Lo ngantor di sini juga?" Sakha, sepupu Lany yang tadi dia minta untuk menjemputnya tiba-tiba menegur lelaki di sebelahnya, bukan dirinya.
"Loh, Kha? Lo mau jemput siapa?" Ray yang mengetahui Sakha tidak bekerja di situ menanyakan tujuan Sakha ke kantor mereka.
"Itu, cewek di sebelah lo," jawab Sakha.
"Loh, kalian berdua kok bisa kenal?" Lany sekarang yang kebingungan.
"Ya kenal lah, Ca. Orang Ray unitnya di sebelah unit kita," Sakha menjelaskan.
"Istri lo, Kha? Lo kapan nikah emang? Kok gue nggak tau," Ray juga ikut kebingungan. Dia bingung ketika Sakha memakai kata 'kita' untuk merefer dirinya dan Lany.
"Istri gue? Amit-amit jabang bayi punya istri kayak gini, Ray," Sakha mengernyit sambil melayangkan pandangan jijik ke arah Lany. Lany yang melihat itu melotot sambil mengangkat kepalan tangannya seperti hendak meninju Sakha yang masih berada di balik kemudi.
"Sialan lo!" Lany mengumpati Sakha yang terkekeh melihat respon sepupunya.
"Aca sepupu gue, Ray. Baru seminggu tinggal bareng sama gue. Tenyata sekantor sama lo. Syukur deh, besok-besok tolong tebengin ya, Ray. Biar irit bensin," canda Sakha. Ray tersenyum melihat tingkah dua sepupu itu.
"Hehehe, gue duluan ya, Ray. Makin lama si Sakha mulutnya makin ga kontrol kalo dibiarin," Lany membuka pintu dan masuk ke dalam mobilnya. "Sampai besok, Ray."
"Duluan ya, Ray," Sakha juga berpamitan kepada Rayner yang dibalas dengan lambaian tangan oleh Rayner.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet Me at The Emergency Stairs | Jung Jaehyun (END)
FanficThe story of Lany the social butterfly and Ray the ice cold guy. A story about love, life, friendship, breakup, and finding souls. A story that will definitely stir your heart. An alternate universe of Jaehyun, Yuta and Doyoung of NCT 127. Feel free...