BAB 7

16.2K 1.1K 7
                                    

“WOY, CALON PENGANGGURAN MASA DEPAN, KITA OLAHRAGA DI LAPANGAN. JADI SEGERALAH GANTI BAJU, SEBELUM GUE YANG GANTIIN BAJU KALIAN!”

Terdengar suara teriakan menggelegar di dalam ruangan kelas XI IPA 2. Pelakunya, seorang murid laki-laki bernama Daniel- sang wakil ketua kelas.

“Harus sekarang ya gantinya?” Tanya salah satu murid perempuan bernama Vivi- pada Daniel.

“Kagak. Nunggu nenek gue beranak dulu.” Jawab Daniel asal.

“Ya sekarang lah! Cepat ganti baju! Atau mau gue yang gantiin baju lo?" Lanjutnya sembari mengedipkan sebelah matanya pada cewek itu, membuat teman-teman sekelasnya yang lain berseru heboh.

“Sinting!” Umpat Vivi dengan wajah yang sudah memerah.

“Cieee, pipi yayang vivi jadi merah kek cangkang kepiting,” ledek Daniel.

“Tutup mulut lo Daniel kampret!”

“Gue nggak bisa nutup mulut gue, yayang vivi. Atau lo mau bantu nutupin? Pake bibir lo tapi,”

Yang lain semakin berteriak heboh mendengar perkataan nyeleneh Daniel.

“SIKAT, NIL! GUE DUKUNG KEAGRESIPAN LO!”

“NAJIS!” Vivi kembali mengumpat. Dia benar-benar kesal dengan laki-laki eror itu.

“APA? LO MAU? Sok atuh, Neng, gue dah siap nih,”

Vivi memasang ekspresi berlagak muntah, “Huekkk! Dasar cowok sinting! Mati aja lo sono!”

“Gue maunya mati di pelukan lo, yayang Vivi. Gimana dong?” Kali ini Daniel memasang wajah tengil, membuat Vivi ingin sekali mencakar-cakarnya hingga hancur tak berbentuk.

“Nggak usah banyak bacot lo pada! Semuanya ganti baju!” Akhirnya, Zidan- ketua kelas menghentikan kehebohan itu.

Jika laki-laki itu sudah bersuara, maka dijamin semua penghuni kelas XI IPA 2 akan segera melaksanakan perintahnya tanpa banyak protes.

Zidan Anggara, sosok laki-laki cerdas berwajah tampan, tetapi agak sedikit galak. Di kelas XI IPA 2 tidak ada yang berani padanya. Itu lah sebabnya ibu Rahma sang wali kelas menjadikan Zidan sebagai ketua kelas.

Percayalah, laki-laki itu terlihat sangat-sangat menakutkan jika sedang marah. Di tambah lagi dengan tubuhnya yang sedikit lebih besar dari laki-laki seumurnya, jadi wajar jika tidak ada satu pun yang berani membantahnya.

Para perempuan pun berjalan keluar dari kelas, sembari membawa seragam olahraga di tangan masing-masing. Mereka akan mengganti pakaian di ruangan khusus yang memang telah disediakan oleh pihak sekolah. Sementara murid laki-laki berganti pakaian di kelas.

15 menit kemudian, seluruh penghuni kelas XI IPA 2 sudah terlihat berkumpul di lapangan.

Mereka terlihat bermalas-malasan saat berbaris sambil mendengarkan pak Tama- guru olahraga tengah mengoceh di depan. Apalagi di dukung oleh terik sinar matahari yang bersinar terang, membuat mereka kepanasan.

Ajeng dan Dara berdiri berdampingan di baris kedua. Ajeng serius memperhatikan pak Tama, sementara Dara sudah mengeluh kepanasan
.
“Ajeng,” Panggil Dara.

“Hemm,” Ajeng menjawabnya dengan deheman pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari pak Tama.

“Panas banget. Lo juga pasti kepanasan, kan? Kita semua merasa kepanasan.” keluh Dara pelan sembari mengipas-ngipaskan tangannya ke leher. Kulit wajah yang tadinya berwarna putih sekarang sudah berubah menjadi kemerahan.

“Nggak panas. Biasa aja menurut gue.” Balas Ajeng. Ia sama sekali tidak merasa kepanasan.

Ajeng tidak akan merasa kepanasan meski pun matahari bersinar sangat terik. Begitu juga saat cuaca sangat dingin, ia tidak akan pernah merasa kedinginan.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang