Lengan Ajeng sudah penuh dengan luka goresan pisau. Bukan hanya satu, tetapi kedua lengannya. Darah segar tanpa henti keluar dari dari celah-celah luka itu, dan menetes ke lantai.
Bukannya berteriak kesakitan atau memohon agar Zidan berhenti menyiksanya, Ajeng malah dengan santai menyaksikan laki-laki itu menggores gores lengannya secara brutal. Seolah apa yang Zidan lakukan tidak ada artinya.
Entah gadis itu sengaja menahan rasa sakitnya, atau memang tidak merasakan sakit sedikit pun. Hanya Ajeng yang tahu.
Zidan membawa pisau berlumuran darah itu ke mulutnya. Menjilat jilatnya dengan buas. Bak menjilat sebuah ice cream. Hingga cairan kental berwarna merah yang menempel di pisau habis tak tersisa.
“Darah lo manis. Gue suka.” Kata laki-laki itu sembari menjilat-jilat sudut bibirnya.
Kembali menatap Ajeng, dan dahinya mengerut karna tidak menemukan sedikitpun ekspresi kesakitan di wajah gadis itu. Zidan yakin, gadis itu pasti hanya sedang menahan rasa sakitnya. Hal itu membuatnya semakin tertantang untuk melakukan sesuatu yang lebih menarik.
“Wow, hebat! belum kesakitan juga ternyata.” Ucapnya lalu bertepuk tangan.
“Gue mau liat, apa lo masih bisa nahan sakit kalau pisau gue nyentuh paha cantik lo!” lanjutnya menyeringai.
Tepat setelah mengucapkan kalimat itu, pisau yang masih berada digenggaman, langsung ditancapkan pada paha bagian kanan Ajeng. Hanya lima detik tertancap, karna Zidan mencabutnya lagi. Darah segar terlihat melumuri pisau itu.
Ekspresi Ajeng masih terlihat datar-datar saja. Hanya tangan kanannya saja yang mengepal kuat.
Sialan! Kuat juga ternyata.
Sudut bibir Ajeng terangkat membentuk senyum manis, “Zidan, lo serius nggak sih? Kenapa nggak kerasa?”
Seringai menakutkan yang tadi tercetak di wajah laki-laki itu, perlahan berubah menjadi tatapan penuh amarah saat mendengar ucapan gadis itu. Zidan menggenggam semakin kuat pisau di tangannya. Aura membunuhnya terlihat begitu menakutkan.
Tapi, semua itu tidak membuat Ajeng merasa ketakutan. Sama seperti sebelumnya, ia terlihat biasa-biasa saja.
“Ayo dong lanjutin lagi. Lo masih mau ngelukis, kan? Nih masih banyak ruang kosong di badan gue. Gue suka kalau badan gue penuh lukisan yang dibuat langsung pake pisau.” Ucap Ajeng santai.
Napas laki-laki itu terdengar memburu. Tatapan tajamnya seolah mampu mengoyak jantung Ajeng saat itu juga. Namun bukannya berhenti, Ajeng malah semakin mengeluarkan kata-kata yang membuat laki-laki itu berkali lipat lebih emosi.
“Atau mau langsung ngebunuh gue? Silakan kalau lo bisa.”
“TUTUP MULUT LO SIALAN!!” Geram laki-laki itu dengan suara menggelegar.
“Astaga, lo lucu banget kalau lagi marah, Zidan. Gue jadi gemes sama lo.” Ajeng terkekeh pelan.
“DIAM LO ANJING SIALAN!!”
Bukannya diam, Ajeng malah semakin menjadi-jadi. “Kenapa? Padahal gue dengan senang hati mempersilahkan lo untuk ngebunuh gue. Mau pake alat apapun terserah lo. Nusuk jantung gue, gorok leher gue, atau apa lah itu, terserah lo, Zidan. Tinggal lo pilih cara mana yang lo mau.”
“Diam lo, bitch! Nggak perlu ngintimidasi gue dengan kata-kata nggak penting lo itu!! Tanpa lo nyuruh, gue juga bakalan tetap ngebunuh lo!” Balas Zidan penuh emosi.
Laki-laki itu kembali menancapkan pisau di paha Ajeng. Kali ini, pada paha sebelah kiri. Zidan ingin melihat apa gadis itu masih bisa berpura-pura menahan sakit seperti sebelumnya, atau tidak? Menekan pisau itu dengan sangat kuat. Mencabut dan menancapkannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AJENG (COMPLETED)
Mystery / Thriller"Kalau pun gue yang ngebunuh cewek sialan itu, gue nggak bakalan ngelakuin secara diam-diam. Gue bakalan bunuh dia didepan lo semua. Gue bukan pecundang yang beraninya main belakang!" Ajeng menunjuk semua orang yang ada disana. "Seperti kalau gue ma...