Bab 53

12.3K 1K 81
                                    

“Kenapa belum ganti baju?” Tanya Lintang saat melihat Ajeng keluar dari kamar dengan piyama motif doraemon yang kebesaran, masih melekat ditubuhnya. Dan jangan lupakan rambut panjangnya yang acak-acakan. Khas orang baru bangun tidur.

Penampilan gadis itu dipagi hari, sungguh sangat menggemaskan di mata seorang Lintang yang sudah dilanda bucin akut.

“Hoaamm,...” Ajeng menguap lebar. Menghentikan langkahnya, Lalu menoleh pada Lintang yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya.

“Aku udah bilang semalam, aku nggak mau sekolah lagi.” Ucapnya lalu melanjutkan langkahnya menuju dapur.

Lintang mengekori Ajeng, “Kamu beneran nggak mau sekolah lagi?” Ia mengira jika apa yang gadis itu katakan semalam hanya sebatas candaan saja.

Ajeng mengambil segelas air minum, lalu meneguknya sampai habis. Gelas bekasnya ia simpan di wastafel.

“Beneran. Aku tu malas.” Jawab Ajeng seraya membalikkan badan,  berjalan menuju meja makan. Menarik kursi dan mendudukkan pantatnya disana.

Sementara itu, Lintang bersandar di kulkas dengan tangan dilipat didepan dada, memperhatikan Ajeng.

“Kamu mau jadi apa kalau nggak sekolah?” Tanya Lintang menaikkan sebelah alisnya.

“Jadi pengangguran sukses.” Jawab Ajeng asal.

“Ckckck, gimana mau jadi pengangguran sukses, kalau sekolah aja kamu nggak mau lagi.” Decak Lintang. Ia tidak tahu kenapa Ajeng semalam tiba-tiba mengatakan padanya tidak ingin sekolah lagi.

“Aku malas, Lintang.” Ajeng benar-benar sudah malas sekolah.

Menghela napas kasar, lalu Lintang kembali bertanya. “Kenapa nggak mau sekolah lagi, hemm?”

Ajeng hanya diam saja.

“Kamu takut ke sekolah gara-gara kejadian kemarin?” Tanya Lintang lagi.

Mungkin saja gadis itu memang takut dengan kejadian kemarin. Takut disalahkan oleh murid-murid lainnya karna pembunuhan itu. Atau mungkin kah ada alasan lain? Entahlah, ia bingung.

Takut? Seorang Ajeng takut? Sangat tidak mungkin.

Alasan paling utamanya tidak ingin sekolah lagi adalah, Dirinya juga tidak tahu apa alasannya. Yang jelas ia malas. Dan alasan konyolnya adalah, ia tidak ingin gara-gara kehadirannya di sekolah membuat orang-orang semakin bertambah banyak dosa akibat membicarakannya.

“Kamu nggak perlu takut. Kan ada aku, Ajeng.” Lintang kembali bersuara karna gadis itu diam saja.

“Nggak mau. Malas.” Ajeng tetap menolak.

Lagi-lagi Lintang menghela napas kasar untuk kesekian kalinya. Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat gadis itu membatalkan niatnya yang ingin berhenti sekolah.

Mau lo jungkir balik juga, gue tetap nggak akan sekolah lagi. Batin Ajeng.

Lintang melangkah mendekati Ajeng, mengangkat tangannya mengelus rambut acak-acakan gadis itu. “Sekolah, ya?” Bujuknya lembut. Lintang sudah seperti orang tua yang sedang membujuk anaknya.

Menggelengkan kepalanya menolak. Ajeng tetap pada pendiriannya. Kali ini ia tidak akan plin-plan lagi. Sekali tidak, tetap tidak.

“Nanti aku cium.” Kata Lintang, mengiming-imingi Ajeng ciuman.

Ajeng terdiam sesaat lalu menggelengkan kepalanya. Ia tidak akan luluh hanya dengan ciuman.
Dan akhirnya Lintang menyerah membujuk Ajeng.

“Ya udah kalau nggak mau sekolah lagi. Tapi kamu sendirian disini nggak apa-apa, kan?”

“Iya, nggak apa-apa.” Jawab Ajeng, mendongkak menatap Lintang.

“Kalau mau makan, chat aja. Nanti aku pesenin,” Lintang tahu Ajeng tidak bisa memasak, jadi ia akan memesankan makanan lewat gofood saja.

“Kalau sarapannya?”

“Tu nasi goreng,...” Lintang menunjuk nasi goreng di atas meja. Hasil buatannya sendiri.

“Enak nih!” Seru Ajeng senang, lalu menarik nasi goreng itu mendekat padanya.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang