Bab 62

11.7K 902 37
                                    

Meski Ajeng menangis, Bram masih melanjutkan ceritanya. “Bayu memenggal kepala orang tuamu hingga terputus.”

Tangis Ajeng semakin tak terbendung. Ia sekarang tidak malu lagi jika ada orang lain yang mendengarnya. Ajeng hanya ingin menumpahkan seluruh kesedihan yang selama ini ia pendam sendiri. Inilah Ajeng yang sebenarnya, lemah, sama seperti gadis lainnya. Selama ini,  ia hanya berpura-pura menjadi gadis yang kuat.

Ajeng sudah mengetahui semuanya dari potongan kejadian yang sudah tersusun rapi dalam otaknya. Saat itu, ia menangis sejadi-jadinya dalam kamar, sendirian. Dan kali ini ia menangis lagi saat orang lain menceritakannya. Bedanya, saat itu tidak ada yang memeluknya.

Siapa yang tidak akan hancur saat mengetahui jika orangtuanya meninggal dengan cara setragis itu? Meski belum mengenal mereka, Ajeng tetap merasa sakit bertubi-tubi. Bahkan lebih sakit dari siksaan yang diterimanya selama ini. Sangat sesak.

Ajeng mencengkeram kuat baju yang Lintang pakai. Air matanya mengalir deras di pipinya, berjatuhan membasahi baju yang Lintang pakai. “Hiks,... Hiks,...”

Sementara itu, Lintang tidak bisa berkata-kata lagi. Hanya bisa mengelus punggung gadis dalam pelukannya itu. Lintang juga pernah kehilangan, dan rasanya sangat sakit. Lintang yakin, Ajeng merasa lebih sakit lagi. Karna kedua orangtuanya meninggal dunia dengan cara yang sangat kejam dan tragis. Lebih parahnya lagi, Ajeng bahkan belum pernah bertemu dan mengenal orang tuanya sendiri.

“Untuk meninggalkan jejak pembunuhan itu, Bayu membakar jasad orang tuamu hingga menjadi abu. Sedangkan gedung tak terbengkalai itu dia beli dan dirobohkan, lalu dibanguni gedung baru, agar kejahatan mereka tidak tercium pihak berwajib.” Bram kembali membuka suaranya.

“Setelah Pram dan Esti meninggal, mereka mengambil alih semuanya. Membayar orang hebat untuk mengalihkan semua harta orang tuamu, agar menjadi milik mereka. Sedangkan rumah lama itu dijual pada orang lain. Mereka juga mengubah identitas, termasuk wajah yang sengaja di operasi plastik. Itu mereka lakukan agar tidak ada yang mengenali.” Lanjutnya.

“Mereka juga beberapa kali ingin membunuhmu saat kamu masih kecil, tapi sepertinya Tuhan masih membiarkanmu hidup sampai sekarang. Mungkin Tuhan ingin kamu membongkar semua kejahatan mereka.  Dan yah, semuanya sudah terbongkar.”

“Bayu, Sarah dan orang-orang yang membantu mereka tidak akan bisa berkutik lagi. Semua kejahatan mereka sudah ada buktinya. Pembunuhan berencana, penculikan, penganiayaan anak di bawah umur. Mereka pasti akan membusuk dipenjara. Dan maaf kalau om kemarin mengambil hasil visummu. Itu om lakukan untuk menguatkan bukti-bukti kekerasan yang kamu alami selama ini.” Tambah Bram lagi.

Perlahan tangis Ajeng terhenti. Mungkin karna air matanya sudah habis, atau sudah lelah menangis. Entah, hanya gadis itu yang tahu.

Ajeng mengurai pelukannya, kembali keposisi semula. Kedua matanya terlihat sangat sembab, pun dengan hidungnya yang memerah. Di pipinya juga masih terlihat sisa-sisa air mata.

Tiba-tiba Ajeng sedikit menunduk. Tangannha terulur menarik kaos yang dipakai oleh Lintang. Ajeng gunakan untuk menghapus air mata yang masih tersisa di pipinya. Lintang tidak protes, ia membiarkan Ajeng melakukan itu.

“Maaf kalau om membuat kamu menangis.” Kata Bram, merasa tidak enak hati karna sudah membuat gadis itu menangis.

“Nggak apa-apa, om.” Sahut Ajeng dengan suara seraknya.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang