Bab 60

13.4K 939 42
                                    

Ajeng terbangun ditengah malam karna merasa kelaparan. Ia membuka kelopak matanya secara perlahan, berusaha menyesuaikan dengan cahaya lampu. Hingga akhirnya kedua matanya terbuka dengan sempurna.

Pandangannya lalu mengitari sekitar ruangan, mencari seseorang. Siapa lagi kalau bukan Lintang. Laki-laki yang setia berada disampingnya. Terdengar suara gemercik air dari arah kamar mandi yang letaknya berada disudut ruangan. Sepertinya laki-laki itu tengah berada disana.

Berusaha mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Ajeng lalu melirik kedua lengannya yang sekarang sudah sepenuhnya diperban. Jika perban itu dibuka, pasti bekas jahitan akan terlihat dengan jelas. Ajeng juga menyentuh pipinya, ada perban juga. Tapi tidak masalah jika di tubuhnya banyak luka, asalkan ia bisa membuat mereka membusuk di penjara.

Tidak ingin membalas mereka dengan kematin yang cepat, tetapi secara perlahan-lahan. Dan penjara adalah jawabannya.

Ajeng sangat senang sekarang.

“Ajeng, kamu bangun?” Tanya Lintang yang baru saja keluar dari kamar mandi dan melihat Ajeng yang tidak berbaring, melainkan sudah dalam posisi duduk.

“Iya.” Jawab Ajeng seraya menoleh menatap Lintang lekat. Sepertinya laki-laki itu baru saja mandi, terlihat dari rambutnya yang terlihat sedikit basah.

“Kamu habis mandi?” Lanjutnya bertanya.

“Iya, aku habis mandi. Kenapa bangun?” Tanya Lintang setelah berdiri disamping Ajeng. Tangannya terulur mengelus rambut gadis itu.

“Aku lapar.” Jawab Ajeng.

Cacing-cacing di perutnya seperti tengah berdemo meminta untuk diberi makanan. Dan karna dirinya adalah orang baik, ia akan menuruti permintaan mereka.

Lintang menarik tangannya dari rambut Ajeng, lalu berjalan menuju nakas dan mengambil semangkok bubur yang memang disediakan khusus untuk Ajeng. Lintang kemudian naik kertas brankar, duduk bersila didepan gadis itu. Keduanya duduk saling berhadapan.

“Kenapa bubur?” Tanya Ajeng saat melihat isi mangkok yang ada di tangan Lintang. Padahal ia ingin makan makanan enak. Bukan makanan encer itu. Ia ingin makan kepiting saos pada, udang, lobster dan binatang laut lainnya.

Mengangkat kepalanya menatap Ajeng, “Kamu masih sakit, jadi makannya harus bubur.” Kata Lintang.

“Aku nggak mau makan itu. Aku sudah sembuh.” Tolak Ajeng sembari menggelengkan kepalanya.

“Harusnya orang yang habis sakit itu dikasih makanan enak, bukan makanan encer kek gitu. Aku nolak.” Tambahnya.

“Nggak usah banyak protes. Makan aja yang ada. Nih buka mulutnya... aaaaa....” Lintang menyendok bubur lalu mengarahkannya pada mulut Ajeng, tapi gadis itu malah menutup mulutnya rapat-rapat dan menggeleng-gelengkan kepalanya tanda menolak.

Pokoknnya ia tidak mau makan bubur.

“Nurut dong, Ajeng.”

“Nggak!”

Menghembuskan nafas kasar, melihat tingkah Ajeng. Bukannya tidak ingin memberikan makanan yang enak-enak, hanya saja gadis itu baru saja sadar. Ia takut tenggorokan dan perut gadis itu bermasalah. Ini juga atas perintah dokter langsung. Jika sang pasien tidak boleh di berikan makanan berat, selain bubur. Karna itu tidak baik untuk pemukihan kesehatannya.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang