BAB 16

13K 962 0
                                    

Baru saja beberapa langkah berjalan melewati pintu, kedua mata Ajeng  langsung disuguhkan dengan pemandangan yang membuatnya jijik. Rasa sesal tiba-tiba muncul di benaknya, karna lebih memilih lewat pintu depan dari pada pintu belakang. Akibatnya, mata sucinya harus melihat pemandangan menjijikkan.

Satu lagi yang Ajeng sesalkan. Harusnya, ia tetap menatap lurus ke depan, tak perlu menengok ke kiri dan ke nanan. Nah kan malah gini jadinya. Untungnya, Ajeng dengan cepat mengalihkan tatapannya.

Tepatnya di ruang tamu. Amel bersama seorang laki-laki duduk berdampingan di sofa. Mereka masih memakai seragam sekolah.

Tapi, bukan itu yang membuatnya jijik, melainkan apa yang dilakukan oleh dua orang itu. Keduanya tengah saling menempel dan saling memakan bibir masing-masing. Tangan si laki-laki bahkan sudah bergerayang entah ke mana-mana, termasuk ke dalam-dalam.

Apa urat malu mereka sudah putus, sehingga tidak punya rasa malu lagi?

Ataukah keduanya sudah tidak bisa menahan nafsu lagi, hingga tak memandang tempat lagi untuk berbuat mesum?

Entahlah, Ajeng tidak habis pikir dengan isi otak dua manusia berbeda jenis kelamin itu.

Menjijikkan!!

Ini bukan kali pertama ia melihat pemandangan seperti itu. Tapi sudah yang kesekian kalinya. Amel sudah sering membawa laki-laki yang berbeda, dan mereka berbuat seenaknya.

Ajeng bahkan pernah tak sengaja melihat Almel bersama teman lelakinya hanya memakai pakaian dalam saja, dan saling menindih di sofa. Amel melakukannya saat kedua orang tuanya sedang tidak di rumah.

Tapi sudahlah. Itu bukan urusannya.

"Bilangnya menjijikkan, tapi tadi ngajakin Dedek bus ciuman. Ajeng sangat munafik." Suara sindiran Mia terdengar. Hal itu membuat Ajeng menggeram tertahan.

"Diam lo hantu sialan!"

Tapi bukannya diam, hantu itu malah semakin meledeknya, "Ciyee, Ajeng malu. Coba kalau tadi dedek bus mau, pasti sekarang kamu belum sampai disini. Masih di kelas membuat dedek bayi gemesh."

Kepala Ajeng rasanya mendidih mendengar ledekan hantu centil itu. Padahal, dirinya hanya bercanda saja mengucapkan kata-kata laknat itu. Astaga, ia jadi menyesalinya.

"Diam atau gue bakar lo!"

"Takut!! Kabur!!"

Suara hantu itu tak terdengar lagi, tapi tetap saja masih meninggalkan rasa kesal dan marah bagi Ajeng.

Tapi kedua rasa itu perlahan menghilang saat melihat bi Siti berdiri di depan kamarnya. Oh, atau mungkin bi Siti sedang menunggunya. Pikir Ajeng.

“Non Ajeng,” Bi Siti tersenyum setelah melihatnya.

“Kenapa?” Tanya Ajeng setelah berdiri di depan wanita paruh baya itu.

“Bibi lagi nungguin non Ajeng. Bibi mau ngasih makanan buat non Ajeng." Jawab bi Siti lalu tersenyum.

Ajeng menunduk, menatap nampan yang ada di tangan bi Siti. Di atasnya terdapat dua mangkok berisi makanan berbeda. Di mangkok pertama berisi bakso dan mangkok kedua berisi soto daging. Dua makanan itu termasuk dalam makanan kesukaannya juga. Tak hanya itu saja, ada lagi sepiring kue berbagai bentuk, serta dua minuman botol berbeda merek dan rasa.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang