Bab 61

11.5K 938 34
                                    

Setelah 10 hari dirawat di rumah sakit, Ajeng akhirnya diperbolehkan untuk pulang.

Sebenarnya, Dokter yang merawat Ajeng belum memperbolehkan, tetapi karna gadis itu terus merengek meminta pulang, jadilah Lintang terpaksa meminta bantuan papanya.

Ajeng sudah merasa bosan berada di rumah sakit. Ia merasa 100% tubuhnya sudah sembuh. Jadi untuk apa ia terus dirawat? Yang ada dirinya malah tertekan karna setiap hari harus berbaring di brankar ruangan perawatan.

Paling menyebalkannya lagi, ia harus minum obat tiga kali sehari. Pun dengan infus yang terpasang di tangannya sangat mengganggu pergerakannya.

Ajeng jadi benci rumah sakit, Dokter dan antek-anteknya. Ia tidak ingin berurusan dengan mereka lagi. Cukup sekali saja.

Intinya, Ajeng benci dan kesal dengan dokter dan perawat-perawat itu. Tidak boleh ini tidak boleh itu. Pokoknya semuanya tidak boleh. Padahal dirinya tipikal orang yang tidak suka diatur-atur.

“Aku nggak mau ke rumah sakit lagi.” Ucap Ajeng pada Lintang saat keduanya sudah berada di lobby rumah sakit.

Keduanya tengah duduk di kursi ruang tunggu yang memang telah disediakan. Mereka menunggu Bram- papanya Lintang yang tengah menyelesaikan administrasi perawatan Ajeng.

“Aku juga nggak suka sama dokternya. Bawel banget. Nyuruh ini itu, padahal kan aku sudah sembuh.” Lanjut Ajeng menggerutu.

Lintang menoleh pada Ajeng, “Kalau nggak mau ketemu Dokter, ya jangan sakit lagi, Ajeng.”

“Aku tu nggak sakit, Lintang.” Kata Ajeng dengan pandangan mengitari sekitaran Lobby rumah sakit.

Banyak orang-orang yang berlalu lalang. Bukan hanya manusia saja, namun banyak juga makhluk dari dunia lain, hantu, setan dan sebagainya.

Penampakan mereka bervariasi, ada yang kepalanya terbelah dua, ada yang wajahnya hancur tidak berbentuk lagi, dan ada yang isi perutnya terurai keluar menggantung. Hantu berpakaian perawat yang ngesot-ngesot di lantai juga ada. Dan masih banyak lagi yang tidak bisa ia sebutkan satu persatu.

Dari semua tempat yang pernah didatanginya, ternyata rumah sakit adalah tempat yang paling banyak makhluk halusnya. Etz, dan kuburan.

Gara-gara melihat hantu-hantu itu, Ajeng jadi rindu dengan Mia. Entah kemana perginya hantu centil itu? Sudah lama sekali ia tidak melihat dan bertemu dengannya. Jujur saja, ia sangat rindu dengan Mia.

“Mia,”

“Mia centil!”

Ajeng memanggil Mia beberapa kali dalam hati, tetapi tidak ada jawaban. Hal itu membuatnya sedih.

“Mia, gue kangen sama lo. Gue sekarang udah berubah, udah bisa ngendaliin diri. Udah bukan Ajeng yang dulu. Masa lo nggak mau ketemu gue?”

“MIA, GUE KANGEN SAMA LO!!”

Tetap saja tak ada jawaban dari hantu centil itu. Apa Mia sudah pergi menjauh?

“Kamu tu hampir kehabisan darah, Ajeng. Segitu kamu bilang nggak sakit? Nggak waras kamu!” Decak Lintang sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

Lintang sungguh tidak habis pikir dengan Ajeng yang malah mengatakan tidak sakit. Padahal para Dokter yang menanganinya saja mengatakan gadis itu hampir tak terselamatkan karna luka yang sangat parah dan hampir kehabisan darah.

Eh, tapi apa iya Ajeng tidak merasakan sakit? Karna saat sadar, gadis itu langsung terlihat biasa saja.

Tapi Ajeng memang berbeda dengan orang lainnya, dan Lintang harus mengingat itu.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang