[3] Asing

89 59 45
                                    

Assalamu'alaikum Semuanya...
Bantu Vote ngapa sama komen🤧
Gampang kok, tinggal pencet bintangnya...
.
.
.
.

Sebuah guncangan dirasa oleh Aqila. Matanya terbuka menetralisir cahaya yang masuk lewat kaca jendela mobil yang terbuka. Tubuhnya terkesiap saat melihat wanita paruh baya dengan pakaian syar'i menatap Aqila dengan tulus.

Rasa canggung menghampiri kala dua mata indah itu bertubrukan dengan kedua mata terang Aqila. Karena gugup, Aqila terlihat seperti orang bodoh dan matanya menatap belakang wanita paruh baya yang sedang ada di hadapannya. Aqila tidak tahu harus memulainya bagaimana. Keduanya sama-sama tidak saling kenal.

"Nak," panggilnya.

"Eh, iya. Saya di mana?"

Tersenyum dan mengusap rambut hitam Aqila. "Nama kamu siapa?" tanyanya.

"Nama saya Aqila Belinda Altair, Bu. Saya ke sini, bukan karena keinginan diri saya sendiri."

"Kamu yang namanya Aqila? Jadi, kamu yang katanya pindah ke sini. Masyaallah."

Aqila mengernyitkan dahinya bingung. Aqila kembali melihat area tempat dia berada melalui jendela mobil yang terbuka. Semua terlihat begitu asing. Jika di Palembang, rasanya tidak ada tugu seperti yang berada di sebelah kanan mobil. Selain itu, tidak ada juga semacam makam dan tempat kesenian. Lalu, di mana dia berada?

Wanita itu memahami kebingungan yang Aqila rasakan. Jiwa hangatnya tersentuh saat melihat betapa lucu dan menggemaskan Aqila saat ini. Tangannya terulur mengusap rambut Aqila yang masih belum tertutup dengan hijab. Namun, mendengar soal gadis itu entah kenapa hatinya tersentuh dan rasa aneh muncul.

"Eh, maaf. Ibu siapa?" tanyanya terkejut saat sebuah tangan mengusap rambutnya.

"Nama ibu, Rahma. Sekarang, kamu ada di Pondok Pesantren Al-Karim. Tepatnya, di Desa Sekarsari, Jawa Tengah."

"Apa, Jawa Tengah? Kenapa, semua begitu cepat? Bukanya, baru kemarin gue diusir dari rumah," gumamnya heran.

"Nggak begitu, Aqila. Mamah sama papah kamu minta kamu ke sini karena mereka ingin kamu berubah."

Aqila hanyut dalam perkataan Bu Rahma. Niat orang tuanya memang baik, tetapi bukankah cara ini sudah keterlaluan? Kenapa mereka tidak bisa menerima Aqila apa adanya? Aqila semakin yakin, jika dia bukanlah anak kandung mamah dan papah. Jika benar, lalu dia siapa?

"Aqila, sekarang bawa barang kamu ke dalam. Kita masuk dulu ke ndalem, buat ketemu sama Abi," ucapnya lembut.

"Ndalem? Bukannya itu sama maksudnya kayak dalam? Maaf Bu, saya nggak paham."

"Jadi, Ndalem itu rumahnya pemilik pesantren. Bukan dalam yang kamu maksud," ucapnya tersenyum.

Aqila yang tidak tahu apa-apa hanya membentuk bibirnya seperti huruf 'o'. Lantai demi lantai Aqila susuri bersamaan dengan Bu Rahma yang mengarahkannya. Tak jarang dari beberapa santri yang melihat dua perempuan itu aneh. Sudah pasti karena Bu Rahma, istri dari pemilik pesantren ini bersama dengan satu gadis asing tanpa menggunakan hijab dengan pakaian sedikit berbeda, menambah kesan orang kota.

Aqila setia mengikuti arahan Bu Rahma, kendatipun ada rasa aneh dan tidak percaya diri saat melihat reaksi semua santri. Terlalu lama menunduk, hingga tak sengaja dia menabrak seorang cowok dengan tumpukkan kitab yang sangat asing. Semua kitab berjatuhan dan tangan Aqila terulur untuk membantunya.

Selesai membantu, Aqila menatap bersalah ke arah cowok seumuran dengannya lengkap dengan peci hitam yang ada di kepalanya dan juga baju koko putih diselingi sarung hitam. Namun, ada yang aneh. Jika kebanyakan cowok berhadapan dengan Aqila akan senang dan justru suka mencuri pandang ke Aqila, kali ini beda. Cowok itu sama sekali tidak menatapnya.

"Sorry, gue nggak sengaja. Lo marah sama gue?" tanyanya.

"Nggak, kok. Lain kali hati-hati."

"Permisi, gue di sini. Gue bukan di lantai."

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Qur'an surat An-Nur ayat 31," jelasnya.

Aqila menatap bingung ke arah cowok yang asik menunduk. Dia tidak paham apa yang dimaksud. Semua terdengar baru dan asing di pendengarannya. Kenapa mamah dan papahnya membiarkan dia berada di tengah-tengah mereka yang tidak ia pahami? Sejelek apa dirinya di mata mereka.

"Ouh, gitu. Maaf, gue nggak tau."

"Nggak masalah. Kalau gitu, aku permisi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Aqila.

Aqila mengambil sebuah kertas tergeletak di lantai. Kertas itu pasti milik cowok tadi. Segitu bingungnya hingga Aqila lupa tanya nama. Untung saja tidak sampai lupa alamat. Tanpa dia sadari, Bu Rahma sudah menunggu di dekat tangga dengan senyum yang manis menambah kesan cantiknya.

"Maaf, Bu. Tadi, ada kendala sedikit."

"Iya, nggak papa. Ya udah, yuk ke ndalem."

Jika boleh Aqila akui, sepanjang Bu Rahma mengajaknya berbicara, gadis itu sama sekali tidak mengerti. Posisinya benar-benar bodoh saat ini. Selain itu, dia juga masih memikirkan maksud cowok tadi hingga membuatnya tanpa sadar sampai di sebuah ruangan besar dengan nuansa cokelat.

"Ayo masuk. Sudah sampai."

"Assalamualaikum, Abi."

"Waalaikumsalam, Bu. Kok lama?" tanyanya.

"Maaf, Abi. Tadi, ada kendala sedikit. Oh iya, ini Aqila, putrinya Pak Mansyur."

"Teman Abi?"

"Iya. Jadi, yang Abi ceritakan orangnya ada di depan."

Setelah perkenalan singkat, kini Aqila dibawa ke sebuah kamar oleh Bu Rahma. Aqila tampak takut saat melihat semua gadis menatap dirinya aneh. Tangan Aqila tak lepas dari tangan Bu Rahma. Dia takut jika akan dibully oleh mereka, karena perbedaan yang dia miliki. Aqila tidak mau sama seperti di rumahnya yang ada di Palembang.

Bu Rahma sudah keluar dan kini tersisa Aqila yang duduk meringkuk di sudut kamar yang ditempati. Dari banyaknya gadis, masih belum ada yang mau menyapanya walaupun mereka satu kamar. Gelisah entah datang dari mana masuk di hatinya. Apa yang harus dia lakukan di sini?

"Kenapa gue bisa di sini? Sekarang, apa yang harus gue lakukan? Sekarang, gue terdampar di daerah orang tanpa adanya keluarga atau teman satupun. Apa gue bisa di sini selamanya? Semua sangat asing buat gue yang nggak tau apa-apa."

"Mike, kakak kangen sama kamu. Apa Mike juga kengen?" gumamnya.

Assalamualaikum semuanya...
Yuk, ramaikan bintang sama komentarnya.
Huhu...jangan pelit"🤭

Ketemu next chapter, kalau kalian sumbangin vote sama komen😅
RAMAIKAN DONG!

CONVENIENCE (Kenyamanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang