Happy reading
.
.
.
.
.
.
.Suara bising terdengar masuk ke dalam telinga seorang gadis yang saat ini pun belum bisa membuka matanya. Dia mendengar suara mereka, hanya saja untuk membuka mata sangatlah sulit. Perlahan dia paksakan untuk membuka mata indahnya. Sungguh, dia sangat terkejut saat berada di tengah kumpulan orang berbaju putih yang sedang bersenda gurau.
Melihat sadarnya gadis itu, semua orang menatapnya dengan tatapan mata penuh arti. Dia tidak tahu arti semua tatapan itu, tetapi yang pasti mereka secara bersama ingin meninggalkannya sendiri tanpa ada yang mengajaknya sama sekali.
"Jangan tinggalin gue. Sini temenin gue," ucapnya.
Semakin dia mendekat, maka sekumpulan orang itu semakin menjauh dan semakin sulit untuk dijangkau olehnya. Gadis itu semakin berusaha meraihnya namun masih saja tidak bisa. Sampai di suatu titik lelahnya, dia berhenti dan semua orang itu berubah menjadi bayangan putih yang semakin lama hilang digantikan dengan satu orang laki-laki yang tetap tinggal sembari menatapnya dalam.
"Jangan bilang lo mau pergi juga tinggalin gue. Tolong bawa gue ketemu sama orang tua gue," ucapnya.
Matanya menatap sayu orang tersebut dan semakin dekat pula dia kepada orang tersebut. Berbeda dengan yang sebelumnya, kali ini orang itu tetap diam dan justru ingin menyambutnya dengan uluran tangan sembari tersenyum.
"A-abian? Lo kenapa di sini? Gue di mana?"
"Aqila," panggilnya.
"Iya. Ini gue, Abian."
Setelah dekat, Abian perlahan mundur membuat Aqila ketakutan karena jika Abian pergi, hanya tersisa Aqila di tempat yang luas seperti ini. Aqila berusaha menggapai Abian sekuat mungkin karena dia semakin hilang.
"Enggak! Abian jangan tinggalin gue! Abian!" teriaknya saat Abian pergi.
"Ya Allah, Nak. Kamu sudah sadar," ucap Umi Rahma.
Aqila melihat sekelilingnya dan ternyata dia berada dalam sebuah kamar rumah sakit. Ada Umi Rahma, abi, dan ketiga sahabat beserta dua orang laki-laki. Mereka adalah sahabat Abian. Mata mereka menatap sayu dan cemas pada Aqila.
"U-umi, sudah berapa lama aku di sini?" tanya Aqila lemah.
"Lo itu udah mau tiga hari tau merem mulu. Lo kenapa sih bisa kayak gini? Bikin panik tau," ucap Alinda.
"Tenang Alinda, tenang." Bayu menenangkan Alinda. "Aqila baru sadar," lanjutnya.
Tiga hari? batin Aqila.
Aqila memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. Kemudian dia kembali mengingat apa yang terjadi. Setelah melihat foto yang dikirim entah dari siapa, Aqila tidak ingat apa-apa lagi setelahnya. Kini dia kembali takut dan cemas.
"Abian, Umi. Aqila harus ke sana buat temuin Abian. Aqila takut kalau terjai sesuatu sama dia," ucap Aqila menangis.
"Tenang, Nak. Istighfar, Nak. Jangan kayak gini. Kamu baru sadar loh," ucap umi memeluk Aqila.
"Abian, Mi. Abian."
"Lo tenang dulu, Qila. Lagian ngapain lo masih peduli sama orang yang udah nyakitin lo. Pikirin aja diri lo sendiri," ucap Talita.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONVENIENCE (Kenyamanan)
Teen FictionBerada di antara sesuatu yang membuat hati dihujam sebuah delima adalah hal yang mampu mengubah hati. Sebuah lambaian yang menyapa hanya datang untuk bersinggah sesaat tanpa dipungkiri jika sang bunga sudah mendapatkan titik terakhirnya. Kenyamanan...