Happy reading
.
.
.
.
.
."Nara, lo bisa nggak sih jalannya pelan-pelan? Gue capek ngejarnya woi!" teriak Aqila di belakang Nara.
"Lo aja yang lama jalannya. Buruan lah, gue nggak mau ketinggalan jejak," sahut Nara.
Oke. Jadi, sekarang mereka tengah mencari guru yang mengampu mapel sosiologi. Mereka sudah melaksanakan Penilaian Akhir Semester 2. Waktu memang berjalan begitu cepat sampai membuat mereka tidak sadar jika nanti mereka akan naik ke kelas 12. Rasanya, baru kemarin mereka kenal dan menghabiskan waktu bersama.
"Hah, akhirnya ketemu juga sama ibu," ucap Nara saat bertemu dengan Bu Dhika. Nara mengambil tangan beliau. "Assalamu'alaikum Bu. Mohon maaf salimnya ngga kayak yang diharapin. Nara capek," lanjut Nara.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh. Oh iya nggak papa. Maaf ibu lupa," ucap Bu Dhika.
Nara menyerahkan tumpukan buku yang sedari tadi dibawa olehnya. Keringat membasahi dahi Nara dan membuat cadar Nara sedikit basah. Bu Dhika menatap ke arah Nara dengan pandangan tidak enak. Dia merasa bersalah karena membiarkan Nara dan Aqila mengejarnya.
"Duh, maaf ya. Ibu kelupaan tadi. Pasti kamu capek," ucap Bu Dhika.
"Nggak papa kok, Bu. Hitung-hitung olahraga siang," ucap Aqila.
"Sekarang, kalian ikut saya yuk! Kita ngadem dulu biar nggak panas," ucapnya.
"Eh, nggak usah. Kita mau langsung ke kelas aja, Bu. Istirahat di dalam," ucap Aqila.
"Jangan ditolak, ya. Kebetulan saya bawa mobil. Kalian ikut saya, ya."
"Ke mana, Bu?" tanya Nara.
"Makanya ikut aja dulu."
Rasa penasaran mungkin ada pada dua gadis itu. Tetapi, mereka justru lebih merasa excited karena jarang-jarang bisa naik dan jalan dengan guru sekolah. Mereka mengikuti Bu Dhika dari belakang. Semua pasang mata menatap mereka. Risih tentu saja, apalagi Nara. Dia paling tidak suka jadi pusat perhatian.
Berbeda dengan Bu Dhika yang tampak mengembangkan senyum yang membuat wajahnya semakin cantik. Entah apa yang membuat wanita berusia sekitar 28 tahun itu tampak bahagia dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya.
"Na, Bu Dhika kenapa ya?"
"Nggak tau tuh. Gue takut kalau kita dibawa ke mana gitu atau nggak dikerjain. Ujung-ujungnya malu kalau gitu."
"Lo ngomong yang beneran dikit. Dia guru kita woi. Nggak mungkin ada niat mempermalukan kita. Lo jangan ngaco."
"Nah, udah sampai. Yuk, kita masuk!" ajak Bu Dhika dengan sumringah.
"I-iya Bu," jawab Aqila.
Berakhirlah dengan sebuah tempat yang indah dan asri. Mata Aqila tak hentinya menatap lurus ke setiap sudut tempat yang ada untuk melihat nikmat luar biasa bisa melihat itu semua. Sesuatu terlintas di pikirannya. Dia melihat seseorang yang mengamatinya dari kejauhan. Tentu saja dia mengenalnya.
Seulas senyum memancar dari wajah ayunya. Tindakan orang itu terkesan menggemaskan karena melihatnya secara sembunyi layaknya seorang maling yang takut ketahuan. Masih dalam penglihatannya, ketiga teman orang itu muncul juga di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONVENIENCE (Kenyamanan)
Novela JuvenilBerada di antara sesuatu yang membuat hati dihujam sebuah delima adalah hal yang mampu mengubah hati. Sebuah lambaian yang menyapa hanya datang untuk bersinggah sesaat tanpa dipungkiri jika sang bunga sudah mendapatkan titik terakhirnya. Kenyamanan...