Happy reading
.
.
.
.
.
."Gue kenapa, Aqila?"
Abian yang dari tadi digantung dengan ucapan Aqila, terus mendesak agar gadis di depannya itu segera mengatakan apa yang dari tadi ia pendam. Deru napas memburu, tak kala Abian melihat Aqila yang justru tertunduk entah karena takut mengatakan atau karena Aqila gugup. Pada intinya Abian terlalu gemas melihat Aqila seperti itu. Andai saja ada karung, sudah Abian karungi Aqila dari tadi.
"Abian, gue..."
"Ya Allah, gue apa Aqila? Lama-lama gue jitak ya, lo. Bilang kenapa, hmm?" Abian berdeham berusaha menahan diri untuk tidak mencubit pipi Aqila. "Nggak papa, Aqila. Ngomong aja. Gue nggak gigit lo, kok," ucap Abian.
Maaf Ya Allah, Abian bohong. Sebenernya, dari tadi Abian udah pengin cubit gadis menggemaskan itu, batin Abian.
Aqila mengambil napas panjang sebelum kemudian dia mendongak untuk melihat ke arah Abian. Kembali lagi menunduk terus mendongak, begitu seterusnya sampai Abian tersenyum tipis tanpa sepengetahuan Aqila.
Gadis itu hanya ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara keduanya, namun melihat mata Abian saja semua jiwa beraninya menguap entah ke mana. Tidak mungkin juga menguap lalu pindah ke lubang cacing.
"Gue cuma mau meluruskan kesalahpahaman sama Abian. Gue nggak mau dia berharap lebih gara-gara chat itu," gumam Aqila, tapi sayang bisa didengar Abian. "Kenapa susah banget, Ya Allah," lanjutnya kembali bergumam.
"Kesalahpahaman? Emangnya apa?" tanya Abian.
Aqila gelagapan saat mendengar pertanyaan yang Abian lontarkan tadi. Apa selama ini, Abian adalah cenayang tanpa sepengetahuan Aqila? Bagaimana dia bisa tahu apa tujuan Aqila mengajak Abian ngobrol berdua? Demi kucing tetangga Aqila yang mau lahiran, Aqila sangat bingung dan semakin gugup.
"Ah, itu..."
"Hmm, iya. Itu apa?" tanya Abian lembut.
"Gue..."
Abian yang sudah terlalu jengah menghadapi Aqila, dia menghela napas panjang kemudian menatap Aqila yang menunduk. Dia tahu, Aqila takut jika Abian marah atau kesal karena sudah terhitung setengah jam lebih mereka di luar, namun tidak ada yang mereka obrolkan sama sekali.
"Aqila, dengerin gue. Lo kalau mau ngomong, tinggal ngomong sebelum nanti gue karungin lo terus gue bawa ke KUA. Emangnya, lo mau?" tanyanya.
"Eh, kok KUA. Ngapain ke sana? Gue masih sekolah nggak mau nikah dulu," ucap Aqila.
"Nah, makanya buruan ngomong. Santai aja kali," ucap Abian.
"Tapi, lo jangan marah ya."
"Aqila, dengerin aku."
Aqila mengerjapkan matanya antara kaget dan merasa lucu. Panggilan pertama dari Abian untuknya benar-benar aneh. Barusan Abian mengatakan aku. Kenapa jadi begitu?
Telinga Aqila menangkap panggilan itu dan entah kenapa terdengar lucu."Eh, a-aku?" tanya Aqila.
"Hm, dengerin aku Aqila. Kamu mau bilang apa pun, gak bakalan marah. Malahan aku bakal kesel kalau kamu gantung terus," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONVENIENCE (Kenyamanan)
Teen FictionBerada di antara sesuatu yang membuat hati dihujam sebuah delima adalah hal yang mampu mengubah hati. Sebuah lambaian yang menyapa hanya datang untuk bersinggah sesaat tanpa dipungkiri jika sang bunga sudah mendapatkan titik terakhirnya. Kenyamanan...