Happy reading
.
.
.
.
.
.
.
.
.Mentari pagi sudah menunjukkan diri di ujung timur. Nyanyian burung dan hembusan angin sejuk pagi seolah menjadi alarm semua mata yang terpejam meninggalkan gelapnya malam tadi. Sayup-sayup terdengar bising banyak orang untuk mencari nafkah menghidupi keluarga kecil miliknya.
"Hoam. Jam berapa sekarang? Keknya rame banget dah," ucap pria yang masih mengumpulakan nyawa.
Bughh
"Astaghfirullah, woi sapa yang lempar baju ke gue sih? Awas aja lo," kesalnya.
"Bangun Abian! Kamu lupa sekarang hari pernikahan? Buruan bangun atau ibu bakalan sunat kamu lagi? Bangun!" ucap sang ibu marah.
"Eh, Bu! Maafin Abian. Abian lupa seriusan. Abian bakalan siap-siap ini. Aduh, Bu. Udah Bu, Abian salah."
"Buruan. Mempelainya udah siap!"
"I-iya. Oke Abian siap-siap."
"Haduh, lagian lo molor terus semalem. Masa bodoh lah. Lo harus buru-buru."
Sementara di sisi lain, Aqila sudah berada di dapur membantu Umi Rahma untuk masak. Katanya hari ini datang ke rumah Abian buat pernikahan oleh karena itu mereka masak lebih awal. Soal pernikahan Abian itu, Aqila berusaha untuk mengikhlaskannya. Mau dipaksa pun percuma karena mereka bukan jodoh.
"Nak, kamu yakin mau ikut? Kamu_"
"Apaan sih, Mi. Aqila gapapa kok. Udah ga usah khawatir ya. Kan udah diundang jadi haus datang kan?"
"Kamu yakin ga mau liat dulu undangannya?"
Aqila berpikir sejenak. Tau dia akan menikah bukan dengan dirinya saja sudah sakit. Apa perlu dia menambah sakit lagi dengan melihat namanya bersanding dengan wanita lain? Sama saja Aqila memberi nyawanya sendiri untuk lukanya.
"Enggak usah, Mi. Aqila udah tau kok. Ga usah liat nama ceweknya Aqila juga udah liat kok. Dia lebih cantik dari Aqila."
"Tapi_"
"Em, Mi. Ini udah Aqila masak sayurnya. Aqila mau siap-siap mandi dulu ya. Ketemu nanti umiku," ucapnya mencium pipi umi.
Aqila masuk ke dalam kamar. Dia mengambil handuk yang tersampir di punggung kursi belajar. Kemudian dia melamun sesekali meremas handuk. Dia harus menguatkan hati agar tidak menangis nanti saat melihat Abian bersanding dengan yang lain.
"Apa gue sanggup? Tapi gapapa. Lo harus bisa, Qil."
Dia masuk ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Selang setengah jam, gadis itu keluar sudah lengkap memakai gamis warna peach. Rambutnya tergerai kemudian dia menyisir dan mengikatnya. Sedikit mengoles make up agar nampak segar kini Aqila tengah memakai ciput sebelum nanti ditutup dengan jilbab syar'i sesuai dengan warna gamisnya.
"Nak kamu udah siap?"
Aqila berbalik tak lupa dengan senyum cantiknya. "Udah nih, Mi. Umi udah siap?" tanyanya.
"Maa syaa allah, Sayang. Putri umi cantik banget. Gemes deh."
"Ih umi jangan gitu deh. Ayok buruan. Abi pasti udah nungguin kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
CONVENIENCE (Kenyamanan)
Fiksi RemajaBerada di antara sesuatu yang membuat hati dihujam sebuah delima adalah hal yang mampu mengubah hati. Sebuah lambaian yang menyapa hanya datang untuk bersinggah sesaat tanpa dipungkiri jika sang bunga sudah mendapatkan titik terakhirnya. Kenyamanan...