Happy reading
.
.
.
.
.
.Butuh waktu berapa jam untuk sampai di pondok pesantren. Saat ini, delapan manusia berbeda jenis kelamin itu sudah tiba di pelataran pondok pesantren. Kumpulan santri yang melihatnya segera menepi saat ada mobil yang masuk ke sana.
Di sinilah mereka berada. Suasana yang dirasa sama sekali tidak berubah. Masih teringat jelas bagaimana sudut pondok pesantren ini. Nara dan Alinda hanya bisa tersenyum saat melihat suasana berbeda di depan matanya saat ini.
"Masya Allah, Aqila! Gue suka banget, suasana sini!" seru Nara. Matanya tampak mengecil, karena tersenyum amat lebar di balik cadarnya. "Andai saja, ayah gue bisa biarin gue di sini? Pasti bakalan betah banget," ucapnya lagi.
"Lo pertama masuk sini, langsung sumringah. Lah, Aqila tuh dulu sampai sini bener-bener kacau banget. Mukanya kusut. Ya nggak, Nan?" tanyanya pada Adnan.
"Hah? I-iya kali."
"Apa sih kalian? Kok jadi gibah soal gue? Buruan deh, kita sowan ke ndalem. Gue kangen banget sama Bu Rahma," ucap Aqila.
Mereka semua masuk ke dalam. Sesampainya di sana, tampak wanita paruh baya dan pria paruh baya yang melihat dengan pandangan bingung karena kedatangannya. Aqila tersenyum hangat. Bu Rahma tetap cantik di umur yang semakin bertambah itu.
"Assalamu'alaikum, Bu. Apa kabar?" tanya Talita.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh. Kalian teh, santri baru atau gimana?" tanya Bu Rahma.
Nara tersenyum, begitu juga dengan Aqila dan Talita. Mereka bertiga menggeleng kepala karena tingkah Bu Rahma yang lupa seperti itu. Aqila lantas, mengambil tangan Bu Rahma dan mencium punggung tangan Bu Rahma dengan hidmat. Sengatan aneh dapat dia rasakan.
Ya Allah, apa ini? Kenapa, aku merasa ada sesuatu sama Bu Rahma? batin Aqila.
Sama halnya dengan Aqila, Bu Rahma juga merasakan hal yang aneh. Seperti ada sebuah pertahanan yang ingin runtuh saat dia merasakan sentuhan tangan Aqila. Keduanya diam hingga Talita menyenggol Aqila.
"Gantian kali. Gue juga kangen," ucapnya.
"Ya Allah, Ya Rabb! Talita sama Aqila, ya? Masya Allah kalian makin cantik saja. Ibu sampai pangling gini. Abi, ini Talita sama Aqila," ucapnya antusias.
"Ya Allah, Nduk. Abi nggak nyangka kalian ke sini? Silakan duduk, Nak," ucap Abi.
Mereka segera duduk dan minum yang ada di depannya. Masing-masing dari mereka, sudah memperkenalkan diri. Abi dan Bu Rahma yang sangat terbuka soal tamu, tentu saja sangat bahagia. Di luar dugaan mereka, Aqila dan Talita membawa teman-temannya. Bahkan, Adnan pun ikut.
"Jadi, kalian ke sini karena libur sekolah?"
"Iya, Bu. Nggak cuma itu, kami ke sini karena penasaran dengan Pondok Pesantren Al-Karim, tempat mereka belajar ilmu agama," ucap Nara lembut dan sopan.
"Ya begitulah, Nak. Inilah kondisi yang dilihat," jawab Abi.
"Nara sebenarnya pengin mondok juga, Abi. Tapi, ayah nggak kasih izin," ucap Nara tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONVENIENCE (Kenyamanan)
Roman pour AdolescentsBerada di antara sesuatu yang membuat hati dihujam sebuah delima adalah hal yang mampu mengubah hati. Sebuah lambaian yang menyapa hanya datang untuk bersinggah sesaat tanpa dipungkiri jika sang bunga sudah mendapatkan titik terakhirnya. Kenyamanan...