[62] Haflah dan Pernikahan Nara

33 8 13
                                    

Happy reading
.
.
.
.
.
.

"Hah! Lo yang bener Nara!" teriak Aqila, Alinda, dan Talita saat Nara memberitahukan sesuatu yang begitu mengejutkan. "TERUS NASIB DEVAN GIMANA?!" teriak mereka lagi.

"Duh, pelan-pelan pak sopir. Jangan ngegas bisa enggak sih?" tanya Nara.

"Wah lo kagak bener. Ngapain malahan melenceng ke pak sopir sih. Serius kita tanya," ucap Talita.

"Ya tapikan pelan bisa, Neng."

"Udah-udah enggak penting. Kita butuh penjelasan dari lo," ucap Alinda.

Sementara Aqila justru masih melongo saat mengetahui kabar itu. Otaknya justru mengaitkan sesuatu. Waktu itu Nara masih bersama Devan, setelahnya Nara jarang dengan Devan bahkan saat Aqila menyebut namanya pun Nara seperti tidak suka. Pasti di antara itu semua ada sesuatu yang mengganjal. Apakah itu Devan yang kembali playboy? Atau apakah Devan berubah pada  Nara? Atau dan sebagainya.

"Lo kagak usah mikir kenapa gue bisa kelar sama Devan, Qil."

"Enggak loh. Gini, nih. Bukannya lo baik-baik aja sama dia? Kenapa tiba-tiba bisa selesaikan ta'aruf kek gue sama Abian itu? Lo ada masalah apa sih? Dari kapan lo kelar sama dia? Terus kenapa bisa gitu? Habis it_"

"Lo tanya apa mau main ngomong berantai kayak kereta? Udah kalian diam, gue mau jelasin semuanya. Walaupun ini rada sedikit enggak enak pasti didengarnya," ucap Nara.

"Sebenarnya tuh gue sama Devan udah lebih dulu kelar sebelum lo sama Abian, Qil. Hanya saja gue tutupi dari kalian. Maaf, ya."

"Tapi, why? Apa masalah antara u dan him?" tanya Talita.

Nara menunduk dan kemudian menatap Aqila. "Lo inget enggak waktu lo yang murung gara-gara enggak bisa lupain Abian?" Aqila mengangguk. "Kalau lo amati, sikap gue waktu ngomong ke lo kayak aneh kan? Kayak yang ada disembunyikan?" tanya Nara.

Aqila coba mengingat waktu itu. Saat itu, mereka tengah berada di kelas. Keduanya baik Nara atau Aqila sama-sama murung. Hanya saja, Aqila yang memilih untuk menceritakan apa yang dialaminya sedangkan Nara dia memilih diam membiarkan Aqila bercerita.

"Ouh, jadi waktu itu..."

"Iya lo bener, Qil. Gue sama posisinya kayak lo. Gue lagi tahap buat perlahan terbiasa dan lupain dia. Makanya gue juga nulis surat buat lo kan? Sebenarnya itu sama yang kayak gue rasain saat itu."

Talita dan Alinda yang tidak tahu menahu soal masalah yang saat itu Aqila dan Nara sembunyikan, bahkan perihal surat mereka hanya saling tatap satu sama lain dan mengangkat bahunya bingung. Tidak tahu harus bagaimana merespon perbincangan itu.

Nara mulai menceritakan semuanya latar belakang kenapa dia berakhir dengan Devan dan justru melanjutkan cerita cintanya dengan Gus Hafiz. Lelaki yang Aqila panggil sebagai kang perpus sekolah. Sosok dingin, cuek, dan tidak tersentuh.

"Gila sih. Kok dia bisa gitu sih? Dia kan statusnya juga santri kan, tapi kenapa bejat banget begitu?" ucap Alinda.

"Untung lo bisa mikir, Na. Kalau enggak, entahlah gue kagak tau," ucap Talita.

"Abian memang bejat sebab selingkuh. Tapi, yang lo ceritain itu bukan lagi bejat. Tapi keterlaluan banget," ucap Aqila.

"Udahlah, enggak usah dibahas lagi. Enggak baik sebar aib orang. Biar gitu, cukup jadi pelajaran aja buat gue dan lo semua." Nara menoleh ke arah Alinda dan Talita. "Lo berdua masih aman sampai sekarang? Enggak ada masalah?" tanya Nara.

CONVENIENCE (Kenyamanan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang