21

1.7K 164 47
                                    

Fenly terbangun dari tidurnya, dia dapati ada infus di tangannya, pandangannya masih kabur, namun dia ingat dia masih berada di rumah sakit. Begitu dia ingat akan kondisi alphanya, Fenly segera bangkit dan mencoba keluar dari ruangan itu, namun entah dari mana Lutfi hadir dan tiba-tiba menahan tubuhnya.

"Fen! Jangan banyak gerak dulu!"

"Ricky gimana Lutf? Gue mau ketemu Ricky!"

"Lo bisa ketemu Ricky nanti, dia masih dalam penanganan, sekarang lo istirahat dulu, —"

"Gimana gue istirahat dengan kondisi suami gue begitu Lutf?! Gue ga bisa tenang sebelum dapet kabar tentang Ricky!"

"Tapi lo juga harus mikir kondisi janin lo, Fenly! Istirahat dulu setidaknya sampai infus lo habis, soal Ricky gue yakin dia pasti akan baik-baik aja!"

"Hah? Janin?" Fenly takut salah dengar.

Lutfi mengangguk, mata Fenly segera membuka lebar. Tangannya terulur pelan untuk mengusap permukaan perutnya yang terasa keras. Calon anaknya dengan Ricky ada di sana?

"Lo lagi hamil, Fen. Usianya baru tiga minggu, lo jaga calon anak lo baik-baik biar pas Ricky bangun dia langsung dapet kabar baik, hm?"

Fenly bungkam, dan Lutfi menganggapnya itu sebagai jawaban setuju.

"Sekarang lo di sini dulu, ntar gua panggilin Zweitson buat nemenin. Gue cabut dulu, mau urus orang yang jatuhin lampu sorot itu ke Ricky."

Setelah mengucapkan itu Lutfi melenggang pergi begitu saja, tak berselang lama Zweitson pun memasuki ruangan itu, dia menepuk bahu Fenly yang tengah melamun mengusap perutnya sendiri.

Fenly menoleh, terlihat bendungan air mata di pelupuk. "Son, di sini ada bayi gue sama Ikky, kita bakal jadi orang tua, Son. Ikky pasti seneng banget denger kabar ini, Ikky bakal baik-baik aja kan Son?"

"Iya Kak Fenly, iya. Tuan Muda sangat kuat, aku yakin dia akan baik-baik saja dan kembali bersama kalian." Zweitson tersenyum dan dibalas senyum haru oleh Fenly.

Sejenak pikiran Zweitson melayang, jika nantinya Zweitson juga hamil apakah dia akan sebahagia Fenly atau akan sebaliknya?

-

Sementara itu berita kecelakaan yang menimpa Ricky telah menyebar menjadi berita utama hari ini, setiap stasiun televisi menyiarkan tentang berita putra penerus Keluarga Zakno yang mengalami kecelakaan kembali hingga Fajri yang awalnya menonton TV dengan santai kini berubah tegang dan sangat menyimak.

Begitu Fajri mendapat informasi dimana Ricky tengah dirawat, dia segera menyambar hoodie dan topinya bergegas pergi, namun di ujung pintu Shandy menahannya. Yah, mereka tinggal serumah, awalnya hanya untuk mempermudah mengurus pekerjaan mereka, namun kini berubah menjadi saling ketergantungan.

"Lo mau ketemu sama Ricky?" tanya Shandy dengan ekspresi yang tidak enak dipandang.

"Ricky sekarat, Shan. Gue perlu tahu langsung keadaan dia."

"Emang kalo lo ke sana kondisi Ricky bakal jadi lebih baik?"

"Bukan gitu, Shan. Gimana pun Ricky itu teman masa kecil gue, seenggaknya gue bisa ada di sisi dia pas dia lagi sakit. Gue ga mau ngulang kesalahan yang dulu pas kecelakaan pertama dia, gue ga mau nyesel."

"Dan nyakitin fated pair lo?"

Pada akhirnya keduanya tahu bahwa mereka adalah fated pair, lebih parah lagi mereka telah bonded (terikat). Jadi jika salah satunya merasakan sakit, keduanya akan merasa sakit yang sama. Begitu pula jika salah satunya berkhianat, pihak lainnya akan menerima sakitnya.

"Bukannya lo yang bilang kita harus lupain masa lalu masing-masing dan menata hidup baru bersama sejak kita tau kita adalah pair? Apa lo lupa?"

Fajri bungkam, dia menunduk di ujung pintu. Shandy melangkah mendekat, aroma feromonnya tercium menusuk, segera saja dia mengungkung Fajri di pintu.

"Belum lagi kita baru aja naik daun, Ji. Dengan lo yang berada di dekat Ricky yang juga sedang diberitakan dimana-mana, lo pengen bikin skandal baru ya?"

Fajri menggeleng dengan tatapan yang masih jatuh ke lantai. Shandy yang merasa gemas mencengkram rahang Fajri hingga omega dengan mata bulat itu menatapnya mendongak.

"Jadi lo tetep mau pergi?"

Fajri menggeleng, dia hampir menangis. Dadanya terasa sesak, mungkin itu juga yang dirasakan Shandy saat ini. Shandy memang tidak mengatakannya, tapi Fajri mengerti Shandy tidak ingin merasakan sakit yang sama untuk kedua kalinya.

"Jawab, Ji. Bicara."

Fajri memeluk erat tubuh Shandy. "Gue ga akan pergi dari lo. Maaf, gue cuma terlalu takut."

Shandy membalas pelukan Fajri, dia mengusap lembut punggung ringkih itu dengan sesekali mengecup pucuk surai gelap Fajri.

—bersambung.

Eh gais, gue agak canggung gimana gitu rasanya buat mpreg di sini :') sebelumnya gue buat mpreg di cerita original gue biasa aja, tapi di sini pas bayangin Fenly ngusap perutnya sendiri kekk— ahh terlalu fiksi pake kuadrat :')

Kuharap kalian masih enjoy yaa~

Kuharap kalian masih enjoy yaa~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

//mungil sekali permisa🤧

//kapal pada lagi diposisinya💆🏻💆🏻 dan otak gue gak mau kompromi pas liat kasur :')

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

//kapal pada lagi diposisinya💆🏻💆🏻 dan otak gue gak mau kompromi pas liat kasur :')

//kapal pada lagi diposisinya💆🏻💆🏻 dan otak gue gak mau kompromi pas liat kasur :')

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

//waktu masih polos 🌚

An Idiot Alpha - RickFenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang