Secercah Rindu

71.1K 4.8K 166
                                    

Arshadara's POV

Sudah tiga tahun berlalu sejak aku pergi meninggalkan semua orang yang aku kasihi. Sering aku terdiam mengingat kerinduan yang amat begitu besar kurasakan terutama terhadap kedua orangtuaku. Sungguh aku tidak membenci siapapun atas apa yang terjadi pada diriku, aku sangat menyayangi Bapak dan Ibu.

Begitupun pada Mas Ardhi, aku tidak membenci pria itu, mungkin sedikit, tapi tidak juga mencintainya. Aku yakin perasaanku padanya sudah lama hilang, nama Mas Ardhi dihatiku sudah samar, tergantikan oleh anak bernama Bumi dan Langit, anakku. Perasaan cinta yang menggebu-gebu itu sirna dengan hadirnya sumber kebahagian baru bagi kehidupanku.

Aku menyungging saat melihat Bumi asik tertawa dengan para pekerja pabrik, sedangkan Langit anteng dalam gendonganku. Tidak pernah sekalipun aku menyesal melahirkan Bumi dan Langit ke dunia meski itu membuatku harus ekstra bekerja keras. Rasanya seperti diberi kesempatan hidup kedua, begitu kedua putraku itu lahir ke dunia.

Namun, bagaimanapun sebagai seorang anak tentu aku merindukan orangtuaku. Hanya saja bayangan Bapak yang mengharamkan kehadiran diriku di rumah selalu membuatku urung dan enggan untuk kembali. Aku tidak mau membawa masalah lagi ke rumah itu, biarlah sekarang seperti ini, semua orang bahagia.

"Ra, soto ayam satu, biasa ya." ucap seorang pekerja pabrik yang sudah menjadi langganan di warungku.

Lamunanku terhenti. "Siap Bang Hadi, nasinya dua kan ya?"

Pekerja bernama Hadi itu mengangguk. Setelahnya aku menyiapkan soto dan dua porsi nasi yang dipesan olehnya, dibantu oleh sahabatku Lani. Aku sempat menatap Lani sebentar dan kemudian tersenyum melihat sahabat yang sudah kukenal selama tiga tahun ini, sekaligus pahlawan yang sudah membuatku bangun dari keterpurukan dan memberi aku dan anak-anakku tempat untuk bernaung.

Begitu kuat ingatan di kepalaku saat pertemuan pertamaku dengan Lani. Saat itu aku tengah kebingungan, aku tidak tau dan tidak mengenal siapapun di Medan. Berbekal uang bulanan yang disimpan olehku pemberian Mas Ardhi, aku nekat pergi ke kota ini berniat mengasingkan diri. Saat itu, perutku sudah mulai membesar. Sakit, rasanya sakit sekali begitu darah mengalir dari organ kewanitaanku. Beruntung seorang pengendara motor berhenti untuk menolong, orang itu tidak lain adalah Lani. Telat sedikit saja, bukan tidak mungkin aku akan mengalami keguguran.

Berbagi cerita, saat itu Lani merasa kasihan dan berbaik hati mengajak aku serta kedua putra kembarku untuk tinggal bersama dengan dirinya. Lani juga tinggal sendiri, kedua orangtuanya sudah lama tiada dan saudara-saudaranya pergi merantau jauh ke negri orang. Bagiku, Lani umpama seorang saudara sekaligus sahabat. Walau umurnya beberapa tahun di bawahku, Lani punya pemikiran yang jauh lebih dewasa dari orang seumurannya, termasuk dariku.

Lalu ke mana suami dan anak Lani? Lani punya kesamaan cerita dengan diriku, diselingkuhi suaminya sendiri di hari pertama mereka menikah. Beda dengan aku yang rapuh begitu memutuskan untuk meninggalkan Mas Ardhi. Lani ini perempuan kuat, dia bercerita kalau tidak sedikitpun dia menangis ketika suaminya lebih memilih kabur dengan wanita yang dicintainya dan meninggalkan pernikahan mereka yang bahkan belum genap berumur satu hari. Sedikit banyak Lani membuatku belajar bagaimana untuk menerima semua takdir yang Allah berikan.

"Kenapa Ra? Jangan seyum gitu liatin aku, geli tau. Gini-gini aku masih suka sama yang ganteng yah! Itu Bumi mending bawa dulu ke dalam, kasian kena asap rokok nanti."

Aku hanya terkekeh. "Ini sekalian mau bawain sotonya Bang Hadi."

Setelah mengantarkan soto milik Hadi, Aku membawa Bumi ke dalam gendoanganku, sedangkan Langit sudah anteng dalam gendongan Lani. Walau tidak sedikitpun wajah kedua anakku ini menurun dari wajahku, aku tetap sangat menyayangi Bumi dan Langit lebih dari apapun di dunia ini. Bahkan nyawaku sendiri tidak lebih berharga dari keduanya.

Ayo Rujuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang