Ibu Pergi Ya?

30.4K 2.1K 146
                                    

Author's POV

Dara diam mematung saat Ardhi pulang membawa seorang anak kecil bersamanya. Anak kecil yang merupakan keturunan Ardhi dari wanita lain. Sungguh Dara tidak menyangka kalau Ardhi akan berbuat sampai sejauh ini, baru kemarin dia memberi suaminya ultimatum dan sekarang tanpa persetujuannya Ardhi membawa anak itu ke rumah mereka.

"Apa maksud kamu Mas?" ucap Dara pelan, dia memberi kode supaya suaminya nengikutinya masuk ke dalam kamar.

Begitu Ardhi menyusulnya, Dara melayangkan sebuah tatapan penuh pertanyaan. "Jadi apa maksud kamu bawa anak itu ke sini?"

Ardhi menatap istrinya, berharap Dara mau mengerti. "Syifa kritis, biar Pandu tidur di sini untuk sementara."

"Terserah, tapi antar aku ke rumah orangtuaku hari ini juga," ucap Dara dengan tangan mengepal, kuku jarinya memutih.

"Ra..."

"Kamu menyakiti aku dengan membawa anak itu ke sini Mas."

Ardhi mendekati istrinya, saat hendak menyetuh Dara, wanitanya itu menepis tangannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!"

"Aku mohon, hanya sementara sampai kondisi Syifa pulih," Ardhi memohon, saat ini tangannya berhasil menggengam jemari Dara.

Dara bukan tega melihat anak itu luntang-lantung sendirian. Namun, hatinya sudah bulat. Dia tidak ingin lagi menjadi pihak yang mengalah, dia berhak bahagia.

"Kenapa aku harus peduli? Bukan urusanku."

Ardhi sedikit tersentak mendengar ucapan istrinya. "Ra, Pandu masih kecil. Dia juga saudara kandung dari Bumi, Langit dan Yasmin."

Dara membuang mukanya. "Aku nggak ingat pernah melahirkan anak haram."

"ARSHADARA!" teriak Ardhi.

Emosi Ardhi tersulut, dia tidak menyangka istrinya bisa berkata sekejam itu. Pandu sungguh tidak bersalah, dia dan Syifa yang menyebabkan semua ini, bukan anak itu. Kalaupun Dara menghinanya, Ardhi sungguh akan menerima dengan lapang dada, tapi tidak jika cintanya itu mengusik Pandu yang jelas tidak tau apa-apa.

"Kamu membentak aku karena anak itu Mas? Oh, jadi kamu udah memilih? Kamu memilih anak itu, iya?" cerocos Dara sambil menertawai hidupnya sendiri.

Hembusan kasar Ardhi terdengar, pria itu nampak sedang menetralkan emosinya. "Ra, aku nggak akan memilih siapapun. Kamu, anak-anak, Pandu, kalian sama berharga untuk aku. Sampai kapanpun aku nggak akan pernah memilih."

"Manusia serakah! Kamu pikir aku sudi hidup bersama kamu dan anak itu? Kamu yang berbuat dosa dengan wanita itu kenapa aku yang harus repot ikut mengurus dia? Pisah denganku, lalu ajak wanita itu menikah, sederhana kan? Kalian bertiga bisa membangun keluarga bahagia kalian itu."

Ardhi menutup matanya, sungguh posisinya memang bersalah di sini. Pelan, Ardhi mencoba memeluk wanitanya. "Semua itu hanya masa lalu! Kamu sendiri yang dulu bilang mau memulai semuanya kembali sama aku kan? Lalu kenapa sekarang kamu mengungkit lagi?"

"Aku memang mau memulai kembali sama kamu. Tapi itu sebelum aku tau kalau kalian sampai punya anak," Dara meneguk salivanya. "Kamu pikir hatiku ini sekeras berlian Mas? Aku ini manusia! Biar aku tanya, gimana rasanya hati kamu kalau aku melayani pria lain sama seperti aku melayani kamu?"

Kedua Mata Ardhi membulat. "Aku tau aku salah Ra, tapi semua itu hanya masa lalu. Jadi, berhenti sayang aku mohon."

"Lepas! Terserah mau kamu apakan anakmu itu, aku nggak peduli!"

Setelah mengatakan itu Dara keluar dari kamar mereka. Begitu keluar, dia mendapati anak bernama Pandu itu sedang menatap ke arahnya sambil menyunggingkan senyum dengan sangat polos. Anak itu terlihat sangat mirip dengan putra kembarnya, tidak ada sedikitpun celah untuk Dara menyanggah kalau anak di depannya ini bukan darah daging suaminya. Ada setitik perasaan bersalah di hati Dara karena sudah mengatai anak itu anak haram, di hati kecilnya Dara sangat tau kalau anak itu sama sekali tidak bersalah. Sempat bergelut dengan hatinya sendiri, Dara memilih pergi masuk ke kamar Yasmin.

Ayo Rujuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang