Mereka Bukan Anakmu!

39.4K 2.6K 111
                                        

Ardhi's POV

Tanganku terulur menyentuh wajah Dara yang sudah beberapa hari ini mendiamkanku tanpa alasan. Dara selalu marah dan mengancam akan pergi kalau aku tiba-tiba memeluknya, padahal sebelumnya dia tidak pernah menolak kalau aku perlakukan seperti itu. Dia juga tidak pernah lagi menyiapkan kebutuhanku barang hanya sekadar menyiapkan pakaian atau sarapan untukku. Dara seperti tidak mau kusentuh, sempat aku bertanya kepadanya kenapa dia bersikap aneh seperti ini. Namun, yang ada dia hanya marah dan menyuruhku untuk berhenti bersikap munafik. Aku sungguh dibuat bingung, tapi yang pasti awal dia mendiamkanku adalah sejak saat aku pulang membawa kedua putra kami bermain, hari itu dia benar menatapku benci.

Aku sadar, aku begitu tidak pantas kembali memiliki Dara untuk diriku. Makanya mencoba sebisaku untuk merebut hatinya, aku tau semua itu akan sulit. Aku ingin memperbaiki semua kesalahanku pada Dara, sungguh aku menyesal pernah melakukan hal yang seharusnya tidak pernah kulakukan.

Wajahku mendekat, aku merapikan anak rambut Dara yang nampak keluar dari kerudungnya. Aku tertawa sinis pada diriku sendiri, Dara bahkan tidak mau memperlihatkan rambutnya padaku.

"Aku mencintaimu," kataku sambil mengecup dahi wanitaku dengan pelan.

***

"Aku dan anak-anak mungkin pulang agak malam."

Ucapan itu keluar dari bibir Dara, entah sudah berapa kali dia bersama kedua putraku pergi siang hari dan pulang saat bulan sudah bergelayut manja di atas langit menampakan wujudnya.

"Aku ikut ya?"

"Nggak," Dara membalas pertanyaanku tanpa sedikitpun menoleh. Dia sibuk mendandani kedua putraku.

Aku mengulum senyum. "Ini sudah lima kali berturut-turut kamu bawa mereka. Apa kamu sedang berusaha jauhin mereka dari aku? Ra, aku mohon jangan seperti ini. Kita kan sepakat, menurut perjanji-"

Dara mendelik. "Bukan urusanku, mereka nggak butuh sosok Ayah yang pengecut seperti kamu."

Emosiku tersulut, dia melukai perasaanku. "ARSHADARA!"

"APA? KAMU NGGAK SUKA?"

Aku mencoba menetralkan emosiku. "Sebenarnya kamu ini kenapa? Beberapa hari ini kamu bersikap aneh, apa salahku? Kalau memang aku salah, aku minta maaf. Aku mohon jangan seperti ini."

"Membosankan," celetuk Dara begitu saja.

"Maaf kamu bilang? Kamu sepertinya perlu berkaca," setelah mengatakan hal itu Dara pergi sambil membawa kedua putra kami naik ke dalam sebuah mobil SUV hitam. Mobil itu mobil yang sama yang menjemputnya beberapa hari ini.

Tanganku terkepal, setelah mengambil kunci mobil aku bergegas mengikuti mobil tersebut. Sebuah bayangan masa lalu tertampil begitu saja dalam kepalaku.

Flashback

"Mas, baru pulang?"

Aku menoleh ke sumber suara setelah sebelumnya menutup pintu. Dara, dia istriku, matanya menatapku nanar. Aku memilih untuk tidak menjawab pertanyaan darinya, pasti dia akan mengeluh lagi. Aku lelah dengan pekerjaanku, kepalaku tidak mampu menampung lagi beban pikiran yang ditimbulkan Dara.

Lenganku dicekal. "Mas, kamu berubah."

Dengan kasar aku melepaskan pegangan tangannya dariku. "Kamu juga berubah."

"Mas!" Dara berteriak memanggilku yang meninggalkan dia begitu saja.

"Sebenarnya kamu ini kenapa Mas!?"

Aku berhenti, aku menatap Dara. "Aku? Aku yang kenapa kamu bilang? Berkaca Dara! Setiap hari aku pulang kerja pasti kamu hanya menangis, kamu pikir aku ini apa? Aku capek Dara, capek!"

Ayo Rujuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang