Ardhi's POV
Kepulan asap rokok menyeruak, membuat seisi ruangan penuh dengan bebauan kurang sedap. Nikotin yang baru saja kuhisap selalu mampu membuatku sedikit lebih rileks. Sejak kepergian istriku, aku mulai aktif merokok untuk mengurangi beban pikiranku, setidaknya itu jauh lebih baik dibandingkan alkohol. Aku tidak bisa beribadah menyembah Tuhanku jika aku meminumnya bukan? Lagi, aku sudah berhenti 'minum', detik saat aku menikahi Dara dulu. Aku tersenyum sendiri saat mengingat bagaimana pertemuan pertamaku dengan Dara.
Flashback
"Masuk aja Dhi, Ban. Sorry kalau rumah kami nggak sebesar rumah kalian. Tapi anggap aja lagi di rumah sendiri, jangan sungkan."
Aku dan Banyu memasuki rumah sahabat kami yaitu Dimas dan Rifky, keduanya bersaudara yang usianya hanya terpaut satu tahun. Aku dan Banyu berniat satu hari menginap di sini, untuk keperluan pengumpulan data skripsi kami yang kebetulan tempatnya dekat dengan rumah keluarga Dimas dan Rifky di Bandung. Jadi, dibandingkan harus menyewa hotel lebih baik numpang saja kan? Toh gratis.
Kami berempat merupakan teman satu jurusan dan aktif di himpunan sehingga memang dekat satu sama lain. Aku berasal dari Jakarta, Banyu dari Magelang kemudian Dimas dan Rifky asli Bandung, kami sama-sama berkuliah perguruan tinggi di daerah Depok.
"Bokap sama nyokap kalian suka ngoleksi beginian?"
Sambil berceloteh, mataku tidak berhenti melihat seisi rumah yang dihiasi oleh furniture tradisional. Aku menyukai barang-barang handmade seperti ini. Bagiku, barang-barang antik seperti ini sudah jarang ditemui terlebih di era desain futuristik seperti sekarang.
Kebetulan kedua orangtua Dimas dan Rifky sedang ada perjalanan ke luar kota. Sehingga di rumah ini hanya ada kedua Adik mereka, yang satu adalah kembaran Dimas dan yang satu adalah si bungsu yang umurnya jauh di bawah mereka. Maka dari itu baik aku dan Banyu tidak terlalu sungkan saat ditawari menginap.
"Ra, Jendra mana?"
"Astagfirullah, A Rifky? Kaget ih! Kalau masuk tuh ucap salam!"
"Hehehe iya maaf, abis tadi pintunya ke buka yaudah Aa masuk aja. Lagian rumah sendiri kan?"
Aku yang mendengar suara orang berbincang dan memutuskan untuk
mendekat ke sumber suara, meninggalkan Banyu yang mengikuti Dimas keluar untuk melihat kandang sapi. Mataku membulat, tubuhku terpaku di tempat saat melihat sosok cantik. Wanita itu sedang tertawa dengan Rifky, auranya begitu lembut, senyumnya menenangkan hati, kecantikannya bak putri dari sebuah cerita dongeng, rambutnya lurus tergerai sampai ke pinggang dengan kulit kuning langsat bersih khas wanita parahiyangan. Konon, mojang Bandung punya kulit yang bersih karena leluhur mereka suka makan sayuran mentah."Eh? Lo ngapain disitu Dhi, sini kenalin ini Dara. Kembarannya Dimas, Adik gue alias *pangais bungsu."
*Anak terakhir sebelum bungsu.
Aku tersadar dari lamunanku, tapi mataku tidak bisa berbohong. Sesekali ekor mataku melirik wanita bernama Dara itu. Aku mendekat sambil mengulurkan tangan.
"Ardhi, teman kuliahnya Dimas dan Rifky."
Wanita di depanku nampak gelagapan, dia terlihat mencari sesuatu. Saat menemukan handuk yang terlentang, wanita itu memasangkannya sehingga sebagian rambutnya tertutup. Aku terkekeh melihat tingkah paniknya yang telat merespon menutupi auratnya, lesung pipitku sampai timbul karena kekehanku sendiri.
"Ma-maf Kak, tadi aku pikir nggak ada orang lain. Aku Dara, Adiknya A Rifky dan Dimas," ucap wanita bernama Dara itu, pipi kembunya memerah membuatku gemas ingin mencubitnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ayo Rujuk!
RomantizmHanya sebuah cerita pesakitan dari dua entitas berwujud manusia. Mereka adalah Arshadara Bilqis dan Khalifah Fil Ardhi, dua insan yang bersatu dalam sucinya pernikahan. Awalnya, pernikahan terasa sangat membahagiakan bagi keduanya, tapi semua beruba...