Ardhi's POV
"Minggu depan Dara bakal nikah sama Arsen."
Aku terdiam mendengar kabar yang sungguh menyakitiku. Rasanya ngilu sekali seperti ditusuk oleh bilah pedang berkarat yang perlahan menyobek hatiku saat mendengar kabar yang diberikan oleh Banyu-sahabatku. Dara akan menikah, hari ini tepat sudah enam bulan aku berpisah dengannya.
Namun, perlahan senyumku tergambar, ujung bibirku tertarik ke atas. Apa pantas aku bersedih? Bukankah harusnya aku bahagia mendengar kabar ini? Bumi, Langit dan Yasmin, mereka akan mendapatkan kembali figur seorang Ayah dari Arsen. Terlebih, apa sanggup diriku yang sekarang dibandingkan dengan Arsen? Aku kalah dalam segala aspek dari pria itu. Fisik yang sejak dulu aku banggakan sekarang hanyalah tubuh lemah yang membuat orang-orang iba ketika melihatku, tubuhku hanya berisi tulang yang dilapisi kulit, rambut tak lagi tumbuh di kepalaku, lebih dari itu aku juga sudah kehilangan kemampuanku untuk berjalan, bahkan memoriku sedikit demi sedikit memudar, aku sudah tidak bisa mengingat ingatan masa kecilku sekarang.
"Bro?"
Tanganku yang sudah sangat kurus dengan kulit nampak kusam dan menggelap perlahan mengepal. "Ban, bisa lo jemput gue ke Kulon Progo? Gue pengen liat Dara nikah."
"..."
"Em, lo yakin?"
Aku menertawai diriku sendiri, apa masih boleh aku berharap kalau semua ini hanya mimpi? "Gue yakin."
Panggilan terputus begitu saja, membuatku melamun karena tidak tahu mau memulai aktivitas apa dari tempat tidurku ini.
"Ayah..."
Aku menoleh saat melihat Pandu yang tengah tersenyum dari ujung pintu sambil melihat sendu ke arahku, tatapannya memperlihatkan ketakutan akan kehilangan. Tatapan itu, tatapan yang tidak ingin aku lihat dari anak-anakku, Bumi, Langit, Yasmin dan begitu juga Pandu. Aku tidak ingin membuat hati mereka tersakiti karena kehilangan, makanya aku pergi. Namun, jelas aku tidak bisa meninggalkan Pandu, dia hanya memiliki aku sehingga aku terpaksa harus membawanya dan sekali lagi membuatnya menderita karena setiap hari melihat umurku semakin menipis.
Tatapanku nanar menatap sosok lain yang berada di sisi Pandu. "Abi, Umi. Ardhi kan bilang jangan bawa Pandu ke sini, di sini nggak baik untuk anak-anak."
Kedua orangtuaku mendekat sambil menuntun Pandu. "Anakmu nangis, Umi nggak tega."
Air mataku jatuh, aku mengelus pelan pipi Pandu. Dulu, kalau dia atau si kembar merajuk dan bersedih, aku akan menggendong mereka tinggi-tinggi sampai minta ampun. Namun, apa daya? Saat ini untuk berdiripun aku tidak bisa.
"Pandu..."
"Ayah, Pandu minta maaf."
Aku menarik pelan tubuh kecil Pandu supaya mendekat. "Kenapa minta maaf? Ayah menyayangi kamu," kataku dengan air mata berjatuhan mengenai rambut putraku itu.
"Ayah jangan pergi, nanti Pandu sendiri," balas Pandu memeluk tubuhku erat, dia ikut menangis.
Pelukanku melonggar, kutangkup pipi kecilnya untuk menghapus derai air mata di wajahnya. "Anak Ayah harus kuat ya?"
Pandu tidak mau menjawab pertanyaanku, dia hanya menggeleng dan menangis semakin kuat.
"Pandu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayo Rujuk!
RomanceHanya sebuah cerita pesakitan dari dua entitas berwujud manusia. Mereka adalah Arshadara Bilqis dan Khalifah Fil Ardhi, dua insan yang bersatu dalam sucinya pernikahan. Awalnya, pernikahan terasa sangat membahagiakan bagi keduanya, tapi semua beruba...