Chapter 17

407 69 4
                                    

Semua orang memiliki masalahnya sendiri. Jika Frost menjalani hukuman yang diberikan sang ibu, Gempa larut dalam kecurigaannya pada sang ayah, dan Solar masih diliputi kemarahan akan sikap salah satu kakaknya, maka Halilintar masih berusaha menyesuaikan jantungnya untuk menerima begitu banyak kejutan yang datang.

Halilintar sudah menduga, hanya dengan melihat keadaan ruang pemandian saja ia tahu tempat lain bisa jauh melebihi dari itu, tapi persiapan yang dimilikinya ternyata tidak cukup.

Jantungnya hampir berhenti berdetak ketika Halilintar memasuki kamar. Sebelumnya, ia tidak memperhatikan kamarnya dengan baik. Setelah datang ke dimensi ini, waktunya adalah tengah malam dan suasananya gelap, ia tidak bisa melihat keseluruhan dengan jelas hingga hanya bisa sedikit menebak. Lalu di pagi hari, ia terbangun karena jatuh dari tempat tidur dan sibuk berurusan dengan Frost dan Gempa yang dianggapnya sebagai penculik, lalu bertemu 'gadis cantik' yang sebenarnya adalah ibunya. Kejadian itu diakhiri dengan dirinya yang pingsan.

Saat ia bangun kembali, Halilintar masih tidak memperhatikan sekitar karena kedua remaja yang mengaku sebagai adiknya terus menerus membuatnya kesal, ditambah lagi dengan keberadaan Ochobot yang menjadi alasan kenapa ia berada di dimensi ini.

Sepeninggal ketiganya, Halilintar tidur kembali, ketika bangun ia telah disambut oleh seorang wanita cantik yang menunggunya untuk mandi. Bagaimana ia bisa memperhatikan sekitar jika di dekatnya ada wanita cantik?

Belum lagi ketika ia jatuh di kolam pemandian, tubuhnya sangat kedinginan hingga tidak ada waktu untuk mengobservasi sekitarnya, dan kejadian itu juga ditutup dengan dirinya yang ketiduran.

Sekarang, setelah ia selesai melaksanakan ritual mandi yang membuat tubuhnya lebih segar, Halilintar baru memiliki pemikiran jernih untuk mengobservasi sekitarnya.

Ia sudah bersiap dengan segala kemungkinan, tapi itu benar-benar tidak cukup!

Apa yang dilihatnya saat ini seolah ingin membuat matanya melompat keluar!

Halilintar bukan orang yang menggilai benda-benda langka dan berharga, ia tidak tahu terbuat dari apa saja kamar ini. Tetapi melihat dinding yang bening seperti air dengan bagian dalamnya memancarkan beberapa titik cahaya putih yang lembut, ia tahu pembuatannya tidak sederhana.

Di dimensi modern, semua teman sekelas Halilintar berasal dari kalangan konglomerat. Ia sering menginap di rumah mereka dan mengetahui betapa mewahnya kediaman mereka. Tetapi jika dibandingkan dengan kamar ini, kediaman teman-temannya bisa disebut sebagai tempat orang miskin.

Betapa besarnya kesenjangan ini?

Tempat tinggal seorang pangeran terasing saja memiliki fasilitas yang begitu mahal, Halilintar yakin ia akan langsung mati berdiri jika dirinya tahu seperti apa tempat tinggal seorang kaisar.

Dengan kaki bergetar, Halilintar melangkahkan kakinya memasuki kamar. Ia ingin sekali memiliki kemampuan terbang, agar dirinya tidak perlu menginjak lantai kaca yang seperti terbuat dari kristal itu.

"Yang Mulia, saya membawa makan siang Anda."

Entah berapa lama Halilintar tertegun memandangi interior kamarnya yang begitu fantastis, sehingga ia tidak menyadari kedatangan Yaya dan beberapa pelayan lainnya.

Dengan kaku Halilintar mengangguk, sulit menemukan suaranya sendiri.

Tidak menyadari keanehan itu, enam orang pelayan melangkah maju dan meletakkan makanan yang mereka bawa di atas meja panjang berwarna cokelat keemasan.

Terbuat dari apa meja itu?

Persetan! Halilintar tidak mau memikirkannya.

Tapi ...

Sudut matanya melirik meja dengan ukiran yang indah, menyimpan sorot rumit di dalamnya.

'Benarkah itu kayu abadi yang katanya tidak akan mudah hancur walau sudah berusia seribu tahun?'

"Silakan, Yang Mulia."

Suara lembut pelayannya membuat Halilintar kembali tersadar. Ia mendekat, kemudian mengerutkan keningnya melihat meja yang penuh dengan makanan.

Di mana-mana ada perak. Piring, gelas, sendok dan lainnya, semuanya terbuat dari perak.

'Orang kaya memang tidak tahu aturan!'

Halilintar mendesah pelan, berusaha membuat ekspresinya senormal mungkin ketika ia menatap keenam pelayan yang menungguinya.

"Aku tidak suka alat makan perak," itu adalah isyarat jika ia ingin semua alat makan diganti.

Selapar apapun dirinya, Halilintar masih ingat aturannya.

Emas atau perak tidak bisa dipakai untuk makan. Aturan ini mungkin sudah banyak yang melupakannya, terutama di dimensi ini di mana kehidupan para bangsawan selalu dekat dengan emas dan perak.

Tapi Halilintar memiliki seorang ibu yang ketat di dimensi modern. Ibunya, walaupun sekarang hanya seorang ibu rumah tangga sebenarnya pernah berkecimpung dalam dunia kedokteran bertahun-tahun lamanya. Sang ibu selalu menekankan pada semua anggota keluarganya, baik emas maupun perak keduanya tidak bisa digunakan untuk makan karena akan memengaruhi kesehatan penggunanya.

Halilintar tidak terlalu memperhatikan hal itu dulu, karena keluarga mereka memang hidup dengan sederhana. Ibunya saja hanya memiliki beberapa perhiasan dengan harga yang murah, bagaimana mungkin mereka bisa memiliki alat makan berharga?

Meski begitu, sekarang aturan ibunya masih ada dalam ingatan. Halilintar tidak bisa melanggarnya sembarangan.

Di dimensi ini, sang ibu yang selalu cerewet itu tidak ada lagi. Jika Halilintar tidak mengingat semua aturan ibunya, maka tidak ada yang akan mengingatkannya hingga mungkin, suatu hari nanti ia akan melupakan semua itu. Dan lupa pada aturan ibunya, bisa saja di kemudian hari akan membuatnya lupa pada ibunya juga.

Halilintar jelas tidak ingin hal itu terjadi, untuk itulah ia berusaha mengingatnya.

Para pelayan saling pandang sejenak sebelum Yaya menganggukkan kepalanya dan membawa semua makanan keluar kamar, mereka sama sekali tidak memberi tanggapan apapun, hanya menurut tanpa banyak bertanya.

Tak butuh waktu lama untuk keenamnya kembali, kali ini mereka membawa makanan dengan piring porselen.

Halilintar mengangguk, itu lebih baik.

Selanjutnya, pemuda berusia 20 tahun yang terjebak dalam tubuh 15 tahun itu menikmati makanannya dengan penuh sukacita. Sejak datang ke dimensi ini ia belum makan apapun, tentu saja perutnya mulai terasa lapar sekarang, jadi ia merasa sangat wajar jika makannya terkesan berantakan.

Di belakang, keenam pelayan hanya menunduk dengan patuh, menutupi ekspresi di wajah mereka saat ini.

Tak perlu bertanya betapa mereka merasa heran dengan sikap sang pangeran. Sepuluh tahun melayani pangeran kedua, mereka baru melihat perubahan sikapnya hari ini.

Betapa tidak mengherankan?

Tapi mempertanyakan hal ini bukanlah bagian mereka, jadi keenamnya hanya berusaha bersikap senormal mungkin seolah mereka sama sekali tidak terganggu dengan keabnormalan sang pangeran.

TBC.

The King (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang