Chapter 23

394 74 6
                                    

"Begitulah, kami akhirnya bertemu di Taman Istana Timur," Gempa mengakhiri penjelasannya sembari menatap Ice yang sama sekali tidak membuka suara sejak ia mulai bercerita.

Awalnya Gempa berpikir Ice mungkin akan mengajukan beberapa pertanyaan padanya, tapi yang ia temui hanya keheningan belaka. Andai sepasang mata violet Ice tidak terbuka dengan malas, mungkin Gempa akan berpikir adiknya ini telah tertidur.

"Kau tidak bertanya kenapa aku tidak mengatakannya pada kalian tadi siang?" pada akhirnya Gempa memutuskan untuk mengajukan pertanyaan lebih dulu, ingin mengetahui pikiran Ice yang sebenarnya.

Yang ditanya tidak langsung menjawab, nafasnya begitu teratur dan tenang. Tak ada ekspresi apapun di riak wajahnya selain kemalasan, membuat semua orang berpikir jika remaja ini sama sekali tidak memiliki semangat hidup.

"Mereka akan membuat keributan kalau mereka tahu, itu pikiranmu, bukan?" lama dalam keheningan akhirnya Ice membuka suara, itu berhasil membuat Gempa tersenyum gugup. Lihat? Adiknya ini bisa langsung tahu apa yang dipikirkannya sejak tadi siang.

"Apakah itu juga alasan kenapa kamu hanya diam sejak siang tadi? Sekaligus alasan kedatanganmu malam ini?" Gempa berbalik menebak, membuat Ice menjawab dengan gumaman tanda pembenaran.

Ice dikenal dengan kemalasannya, tapi dibalik itu semua, ia memiliki pikiran dewasa dan penuh perhitungan. Kejanggalan yang ditunjukkan Gempa bisa saja diekspos siang tadi agar saudara mereka yang lain mengetahuinya. Tapi Ice juga mengerti privasi. Mereka mungkin berbagi kesulitan yang sama, tapi bukan berarti mereka harus benar-benar membagi semua hal dan melewati batas privasi masing-masing. Untuk itulah Ice memilih diam dan mencari waktu yang tepat untuk bertanya, itupun bukan karena rasa penasarannya, tapi karena ia tahu Gempa juga bisa menjadi ceroboh dalam beberapa situasi.

"Aku ingin mengatakannya pada kalian, tapi sekarang situasinya sangat berbeda. Kak Hali tidak seperti dia di masa lalu, perjalanan waktu itu membuat keseimbangan dimensi goyah hingga tanpa sadar Kak Hali terlempar ke dimensi lain dan kehilangan ingatannya, aku tidak yakin apa yang akan terjadi di masa depan akan sama dengan yang pernah kualami sebelumnya. Apalagi dengan kepribadiannya yang sekarang, dia akan membawa perubahan yang benar-benar berbeda."

Ketidakpastian itu tidak menyenangkan. Sebelumnya, Gempa tidak peduli dengan apapun yang akan terjadi di masa depan karena ia memiliki rencana untuk hidupnya sendiri dan hanya fokus pada apa yang dilakukannya di masa sekarang, tapi kali ini berbeda. Ia telah menemui masa depan sekali, dan ia tahu ada sebuah perang besar yang sangat mengerikan menunggu di masa depan. Bagaimana Gempa bisa tenang menghadapinya? Apalagi ia masih belum memiliki kemampuan apa-apa untuk mencegah perang terjadi, maka sedikit orang yang tahu akan jauh lebih baik.

"Hm, aku tahu," Ice menjawab dengan ringan, ia bangkit dari tempat tidur dan menyibak selimut hangat milik kakaknya, lalu melenggang pergi tanpa mengatakan apapun lagi. Seperti tujuan awalnya, Ice bertanya hanya untuk memastikan Gempa tidak mengambil jalan yang salah. Sekarang, setelah mengetahui kakak ketiganya ini datang dari masa depan, secara alami Ice mengerti Gempa bukan lagi seorang remaja ceroboh yang perlu diingatkan.

Gempa tertegun menatapnya. Apa maksud Ice? Dia pergi begitu saja? Tidakkah dia harus mengatakan beberapa kalimat lagi?

Menyerah untuk menebak jalan pikiran Ice, Gempa akhirnya membiarkannya pergi. Setidaknya Ice tidak marah padanya ataupun meminta mengatakan rahasia ini pada saudaranya yang lain, jadi itu sudah lebih dari cukup.

Pada saat Ice pergilah Gempa merasakan pergerakan di luar salah satu jendela kamarnya, membuat sudut mulutnya berkedut dengan pikiran yang tertuju pada satu orang.

Tidak butuh waktu lama, jendela kamar di dekat tempat tidur tiba-tiba terbuka, bersamaan dengan melesatnya sesosok bayangan merah ke-orangean yang melompat memasuki kamarnya.

The King (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang