Chapter 19

346 70 4
                                    

"Benar-benar sial!" Halilintar mengumpat ketika ia terhuyung keluar dari gua kecil yang gelap. Pakaian yang dikenakannya terkotori debu dan lumpur, nyaris kehilangan warna aslinya. Pun demikian dengan wajahnya yang memperlihatkan beberapa goresan kecil di balik tumpukan debu yang mengotori.

Halilintar mengendus tubuhnya sendiri, hampir membuatnya muntah. Ia sudah terbiasa dengan tubuh kotor, sikapnya yang aktif di dimensi modern membuatnya akrab dengan bau keringat dan debu. Tapi sungguh, ini adalah kali pertama Halilintar merasa sebau ini. Entah cairan apa saja yang tumpah padanya di dalam gua itu, tapi Halilintar samar-samar curiga jika itu adalah sesuatu yang menjijikkan.

"Harusnya aku tidak datang ke sini," ia mengeluh pelan, merasa sangat kesal sekaligus menyesal dengan tindakan sebelumnya.

Memangnya apa yang ia lakukan?

Tidak banyak, Halilintar hanya mencoba melarikan diri. Setelah makan siang, Yaya mengingatkan untuk segera memulai tugasnya, membaca dua puluh buku dan harus selesai nanti malam.

Dua puluh buku, dengan jumlah halaman paling sedikit 500 lembar, dan yang terbanyak mungkin mencapai 1000 lembar. Seberapa cepat kemampuan membaca yang harus dimiliki untuk menyelesaikannya hingga nanti malam?

Halilintar jelas tidak ingin mati otak tiba-tiba. Alhasil, pikiran pemberontaknya mulai berkelana dengan liar, memaksanya untuk mencari jalan keluar melarikan diri. Ia telah mencoba berbagai hal sebelumnya, mulai dari keluar kamar dengan alasan ingin berjalan-jalan sebentar, sampai menyamar menjadi prajurit pun dilakukan. Tetap saja, para pelayan dan prajurit di kediaman akan langsung mengenali dan menegurnya, memaksanya masuk kamar lalu mengingatkan akan tugasnya.

Jika menurut dan menjalankan tugasnya walau ia tahu itu tidak akan selesai, maka dia bukan Halilintar.

Sikapnya di dimensi ini mungkin terkenal penurut dan pendiam, tapi entah bagaimana, setelah ingatan dari dimensi ini hilang dan hidup di dimensi modern, Halilintar seolah menjadi sosok lain yang benar-benar berbeda.

Ia dikenal sebagai anak bebal yang sulit dikendalikan, hanya kecerewetan ibunyalah yang bisa menghentikannya untuk sementara, walau pada akhirnya itu tidak banyak berguna. Halilintar yang pembangkang itu wajar, dan Halilintar yang penurut benar-benar menjadi keajaiban dunia.

Setelah kembali ke dimensi aslinya ini, sifat Halilintar di dimensi modern benar-benar sulit dihilangkan, alhasil, ia tidak menyerah untuk menemukan jalan keluar melarikan diri sampai akhirnya menemukan sesuatu di dalam kamarnya sendiri.

Jalan rahasia. Siapa yang akan mengira jika di kamarnya ini ada jalan rahasia?

Awalnya ia telah kehabisan ide untuk melarikan diri, dengan putus asa merangkak ke bawah ranjangnya untuk bersembunyi. Walau ia tahu itu kekanakan, tapi setidaknya ia perlu mencoba, bukan? Siapa sangka di bawah ranjang itu justru adalah pintu masuk menuju jalan rahasia?

Ada sedikit permukaan tidak rata di bawah ranjang, itu sedikit runcing hingga membuat telapak tangan Halilintar meneteskan darah ketika tanpa sengaja menggores permukaan. Tanpa tahu bagaimana prosesnya, sebuah lubang ukuran sedang tiba-tiba terbentuk di dekatnya, di dalamnya ada tangga melingkar yang mengarah jauh ke bawah.

Tentu saja Halilintar tanpa ragu memutuskan untuk memasuki lubang, menuruni tangga dan menjelajahi jalan rahasia yang ia tahu ada di bawah tanah.

Di dalamnya hanya lorong-lorong remang dan beberapa pintu. Setidaknya ada tiga pintu yang Halilintar masuki untuk sampai di sebuah ruangan yang sekelilingnya terbuat dari batu. Melihat dari penampilannya saja, Halilintar tahu itu adalah sebuah gua, tentu, reverensinya adalah apa yang selalu ditontonnya di dimensi modern.

Tanpa mencurigai apa-apa, Halilintar menjelajahi gua berharap ia bisa menemukan harta karun atau semacamnya. Gua itu terhubung dengan jalan rahasia, jadi pasti bukan tempat yang sederhana, kan?

The King (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang