Chapter 9

962 142 58
                                    

Di luar kamar Halilintar, Frost dan Gempa berjalan beriringan. Keduanya terdiam, disibukkan oleh pikiran masing-masing.

"Bagaimana bisa Kak Hali melupakan semua ini begitu saja?" apa yang Gempa pikirkan terucap tanpa sadar, itu adalah apa yang paling tidak bisa diterimanya.

Halilintar boleh terjebak di dimensi lain, Halilintar boleh memiliki kehidupan yang lain, tapi haruskah melupakan kehidupan aslinya? Bukankah itu berarti dirinya juga dilupakan?

Benar-benar tidak bisa diterima.

"Kupikir itu hal yang wajar," Frost membalas, pandangan matanya menerawang jauh, "Kak Hali adalah satu-satunya pangeran yang terkurung terlalu lama dalam istana, bahkan Thorn yang dikenal sebagai pangeran paling polos pun pernah diajari seni bela diri dan memiliki ketahanan mental yang kuat, berbeda dengan Kak Hali yang sangat awam dengan semua itu. Ketika guncangan dimensi terjadi, saat Kak Hali terjebak di dimensi lain dan menjadi bayi kembali, mungkin alam bawah sadarnya menolak semua ingatan itu dan berusaha menghapusnya, ingin melupakan semua trauma mengerikan akibat peperangan, jadi secara alami semua hal tentang kehidupan pertamanya langsung hilang."

Itu adalah teori yang paling memungkinkan. Berdasarkan sifat alami manusia, mereka selalu ingin melupakan kejadian tidak menyenangkan dalam hidup mereka, dan karena tidak banyak hal indah di hidup Halilintar, secara tidak sadar ia membiarkan semua ingatannya terhapus.

Terlebih kehadiran Frost, Gempa dan saudara-saudaranya yang lain tidak berpengaruh terlalu besar sebelumnya, jadi kenapa Halilintar harus mengingat mereka?

Tentu saja tidak ada keharusan untuk itu, bukan?

Mendengar penuturan Frost, Gempa menghela nafas berat. Ia berhenti berjalan. Ingin menyangkal, tapi ia tahu apa yang diucapkan Frost adalah kebenaran, apalagi yang perlu disangkal?

"Sudahlah, yang penting Kak Hali tetap kembali dengan selamat, setidaknya ingatannya masih bisa pulih," Frost ikut berhenti, menepuk pundak Gempa mencoba menenangkan, ada senyum menyemangati di wajahnya yang tampan.

Kalau boleh jujur, sebenarnya Frost lah yang paling merasa tidak rela. Ia mendekati Halilintar lebih lama dari saudara-saudaranya yang lain. Tidak mudah untuk bisa dekat dengan Halilintar yang terisolasi seperti itu. Sekarang Halilintar melupakannya, bagaimana mungkin orang lain bisa memperkirakan seberapa besar badai di dalam hatinya?

Kalau bisa Frost benar-benar ingin membentuk pasukan dan menabuh genderang perang antardimensi.

Gempa balas tersenyum, benar, setidaknya Halilintar akan mengingatnya kembali cepat atau lambat. Mereka hanya perlu menunggu.

Tapi perang besar tidak bisa menunggu.

"Dari pada itu, bukankah pembicaraan kita belum selesai?" Frost menaikkan sebelah alisnya, menatap Gempa dengan serius.

Gempa mengerutkan kening, mengira-ngira maksud ucapan Frost yang tiba-tiba serius.

"Pangeran yang diracuni."

Saat suara Frost jatuh, Gempa mengangguk paham, "ikut denganku, Solar yang paling bisa menjelaskan dalam hal ini."

***

"Dasar tidak tahu malu!" Lighty kembali ke kediamannya dengan terburu-buru. Wajah wanita tua yang sayangnya masih terlihat muda itu memerah, terlihat sangat marah. Tatapan mata violetnya teramat tajam, seakan semua yang dilihatnya akan hancur hanya dengan sekali pandangan.

Ia menggebrak meja, kemudian mendudukkan diri dengan keras di salah satu kursi yang tersedia. Hal itu masih belum menyurutkan amarahnya, Lighty menoleh pada salah satu pelayan di belakangnya.

"Siena, berikan sepuluh buku lagi ke kediaman pangeran kedua, sebelum dia menyelesaikan kedua puluh buku, jangan harap dia bisa tidur nyenyak malam ini!" dengan suara sedingin es wanita itu memberi perintah, sama sekali tidak terbantahkan.

Siena melirik pelayan yang berdiri di sampingnya, ia menghela nafas, "Ratu, persediaan buku sudah hampir habis, Alarik dan Altaran sedang sakit, mereka tidak bisa menulis untuk beberapa hari. Aku khawatir buku tidak akan cukup untuk dua hari ke depan."

Lighty menggebrak meja sekali lagi, ia berdiri dan berbalik menatap Siena dengan marah, terlalu marah hingga kepalanya terasa sakit, "apa peduliku tentang itu? Kaizo, Koko Ci, Tarung, apa gunanya mereka jika tidak bisa membantu menulis sebuah buku? Perintahkan semua orang untuk menulis, satu orang harus menghasilkan satu buku, aku tidak mau ada penolakan!"

Menghadapi kemarahan sang ratu, Siena menghela nafas pasrah. Tidak mungkinkan ia mengingatkan ratunya jika nama-nama yang disebutkan itu sebenarnya bergerak di lapangan? Mereka mana akrab dengan buku dan sastra? Yang ada mereka menghancurkan pena dalam sekali genggaman.

Tapi perintah ratu tetaplah sebuah perintah. Seina hanya bisa mengangguk kemudian berlalu pergi menjalankan perintah ratunya.

Ying berjalan mendekati Lighty, menarik tangannya untuk duduk kemudian memijat bahunya dengan lembut, "Ratu, tenanglah."

"Bagaimana aku bisa tenang? Anak itu mulai membual di hadapanku. Apa dia sudah tidak menghormatiku sebagai ibunya lagi? Apa perlu aku memukulnya dengan papan?" dibanding kemarahan yang meledak-ledak sebelumnya, nada suara Lighty kali ini jauh lebih mirip seseorang yang tengah mengeluh.

Ying menggelengkan kepalanya, sedikit memberi isyarat pada seorang pelayan di belakangnya untuk membuatkan teh hangat bagi sang ratu.

"Tidak boleh menggunakan kekerasan padanya, itu ketentuannya, bukan?" Ying mengingatkan, nada suaranya sangat tenang namun terdengar menuntut di telinga sang ratu.

"Lihat? Kau bahkan membelanya, sebenarnya majikanmu itu aku atau dia? Kenapa kau sama sekali tidak memberi penghiburan padaku?" Ratu marah, ingin berdiri tapi pijatan Ying terlalu berguna di bahunya.

Ying terkekeh kecil, tiga pelayan lain di belakangnya telah membubarkan diri, mulai sibuk dengan urusan mereka sendiri ketika mengetahui Ying bisa menangani sang ratu.

"Siapa yang butuh penghiburan? Aku merasa Ratu justru sangat senang saat ini," Ying gagal menyembunyikan nada jahil dalam suaranya, ia bahkan tersenyum penuh makna di belakang ratunya.

Mendengar hal itu, wajah Lighty kembali memerah. Ia marah, berharap itu benar-benar amarah, "lihat! Ekspresimu itu seperti memintaku memukulmu dengan tongkat!"

Kenapa pelayannya berani menggoda majikan sekarang? Tidak tahukah Ying jika ia sedang marah? Tapi, benarkah ia marah? Untuk apa kemarahannya ini sebenarnya?

Ah, iya, dirinya marah karena sikap Pangeran kedua saat ini.

Tapi ...

'Kenapa dia sangat mirip?'

TBC.

The King (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang