"Kezia, minggu depan kamu akan melaksanakan ulangan kelulusan bukan?", ucap Pram disela-sela mengunyahnya.
Kezia mengangguk, "Kenapa, Pa?", tanyanya.
"Selesai kamu melaksanakan ulangan kelulusan, Papa ingin mempertemukan kamu dengan anak dari teman Papa", perkataan dari Pram membuat Kezia sedikit tersedak.
"M-maksud, Papa?", tanya Kezia dengan serius.
"Papa set you up with Gavin, the son of Papa's company friend", perkataan Pram lagi-lagi membuat Kezia terkejut hingga matanya membulat sempurna.
"APA?, Pa. Plis, sekarang bukan lagi zamannya jodoh-jodohan. Aku bisa cari calon sendiri tanpa Papa cariin", ujar Kezia yang langsung menaruh sendok serta garpunya dengan kasar.
"Sayang", Nita, Mamanya mengelus lembut punggung tangan Kezia agar putrinya itu tenang.
"Papa tau itu, tapi Papa dan teman Papa sudah merencanakan ini dari lama. Dan perjodohan ini kami anggap sebagai keberhasilan kami dalam berbisnis", ucap Pram dengan tegas.
"Papa ga bisa memutuskan secara sepihak gitu, aku bisa cari calon sendiri. Aku ga mau nerima perjodohan ini.", Kezia menaut tas sekolahnya dan melenggang pergi dari ruang makan meninggalkan kedua orang tuanya.
Pram menghelas nafas, ia sudah menduga Kezia tidak akan menerima perjodohannya dengan anak dari teman lamanya.
Nita mengelus punggung Pram dengan sangat lembut, "Kita beri Kezia waktu dulu, Mas. Aku yakin seiring jalannya waktu, Kezia mau menerima perjodohan ini", ucapan serta elusan lembut dari Nita mampu membuat Pram sedikit tenang.
•÷•
"Zi?, lo kenapa?. Masih pagi muka udah kusut aja kaya baju yang belum disetrika", tanya Michaela saat melihat Kezia yang baru saja sampai dikelas dengan wajah yang tak enak dipandang.
"My father set me up with the son of a friend of his company", jawab Kezia dengan wajah lesu.
"WHAT?!", pekik Michaela yang mulutnya langsung dibekap oleh Kezia karena sangat berisik membuat beberapa murid menoleh kearahnya.
"Ngomongnya pelan-pelan aja!", ujar Kezia, ia melepas tangannya dari mulut Michaela.
Michaela memperlihatkan deretan giginya, "Trus, lo terima?".
"Ya engga lah, gue ga mau dijodoh-jodohin kaya gini", Kezia melipat tangannya dan mendaratkan kepalanya diatas lipatan tangan.
Michaela mendekatkan kursinya dengan kursi Kezia, merangkul pundak Kezia dan mengelusnya, "Zi, kalo saran gue nih ya. Lo mending terima perjodohan ini, because parents always give the best for their children", ucap Michaela meyakinkan.
Kezia menghela nafas, ia mengangkat kepalanya dari atas meja, "I know that, but. Gue kan sama cowo anaknya temen Papa belum pernah ketemu, belum pernah berinteraksi, belum tau gimana sifat aslinya. Bisa jadi kan dia orang jahat yang berkedok baik didepan Papa gue?", ucapan Kezia yang panjang lebar membuat Michaela menghelas nafas panjang.
"Zi!, dimana-mana yang namanya dijodohin pasti belum pernah ketemu sama berinteraksi!. Ah lu mah minta digebuk", ujar Michaela frustasi, "Lo pasti diajak Papa lo nemuin cowo itu kan?, nah lo gunain pertemuan itu buat kenal dia lebih dalam biar lo yakin dia baik buat lo atau engga", usul Michaela.
Kezia diam nampak berfikir, ia mencoba mencerna semua masukan dari Michaela, "Udah ga usah kebanyakan mikir, lo langsung aja nemuin tuh cowo waktu Papa lo ngajak ketemuan", Michaela menyenggol lengan Kezia membuat sang empu kaget.
5 menit kemudian setelah perbincangan panjang antara Kezia dan Michaela, guru Fisika masuk kedalam kelas dan memulai pelajaran.
•÷•
"Gavin, You want to meet Papa's friend's son, right?", tanya Rendra pada anaknya Gavin. Pemuda itu langsung berhenti dari aktivitasnya saat Papanya masuk kedalam ruang kerjanya.
"Memangnya anak teman Papa ingin bertemu dengan saya?", alis Gavin menukik.
Rendra meregangkan otot-ototnya diatas sofa yang ada diruang kerja Gavin, "Papa yakin Pram akan membujuk putrinya untuk bertemu dengan keluarga kita".
Bima yang berada dihadapan Gavin ikut bergabung dalam pembicaraan anak dan Papa ini, "Om, cewe yang dijodohin sama Gavin cantik?", tanyanya dengan mesam-mesem.
"Of course, bahkan melebihi kata cantik", jawab Rendra.
"Wah, kalo Gavin ga mau nerima perjodohan ini. Om jodohin aja sama Bima", Bima menunjuk-nunjuk dirinya sendiri dengan percaya diri.
Gavin mendaratkan lembar kertas dihadapan wajah Bima, "Yang ada cewe itu minta Papanya pulang karna takut ngeliat wajah kamu".
"Jahat banget lo, Vin", ucap Bima dengan wajah melasnya.
Rendra menggelengkan kepalanya dan terkekeh melihat Gavin dan Bima, "Pram sedang mengatur jadwal pertemuan, kita tunggu saja sampai anaknya mau", ujar Rendra, ia bangun dari sofa.
"Kalo anaknya tetap tidak mau?", tanya Gavin.
"Kita yang menghampirinya", usai menjawab pertanyaan Gavin, Rendra melenggang dari ruangan kerja Gavin dan melangkah menelusuri lorong yang terhubung dengan ruangan kerjanya.
"Jika saat pertemuan nanti, dan anak teman Papa tidak menerima perjodohan ini gimana ya", gumam Gavin, matanya menatap kertas yang ada diatas mejanya dengan sorot mata kosong.
"Vin, lo ganteng ya tapi masih gantengan gue, lo juga pinter, pewaris perusahaan Rendra's Company. Jadi amat sangat mustahil kalo cewe itu nolak lo mentah-mentah, lo ga inget waktu kita masih kuliah?. Cewe dari berbagai fakultas mepet ke lo semua buat jadi pacar lo", crocos Bima.
Gavin menghela nafasnya, "Bim, ga semua cewe mandang saya dari fisik, harta dan kepintaran. Bisa aja kan anaknya teman Papa lebih tertarik pada orang yang membuatnya nyaman?".
"Nah kalo gitu selsai pertemuan lo ajak dia pergi, lo bikin dia nyaman sama lo dan yakin kalo lo baik buat dijadiin suami!", ucap Bima dengan cepat membuat Gavin terdiam.
"You speak very easily, yang menjalankan saya bukan kamu", mata Gavin memincing.
Bima berdeham, "Kalo lo ga mau, kasih ke gue aja", alis Bima naik-turun dengan bibirnya yang tersenyum seperti joker.
"Kamu lebih cocok sama security", Gavin melempar gumpalan kertas kewajah Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN STORY (Completed)
Teen Fiction⛔DON'T FORGET TO VOTE⛔ ⚠️the story contains adult elements, please be wise in reading⚠️