Gavin dan Kezia kini terduduk pada salah satu kursi panjang berwarna putih yang ada dipinggir bundaran taman. Menikmati hembusan angin serta bunga-bunga yang tertanam disana.
Mata elang Gavin menatap manik Kezia dengan sangat intens, ia siap mendengarkan apapun yang akan diucapkan oleh gadis yang dihadapannya.
Kezia menghela nafas, "Lo siap kapan?", tanya Kezia yang menatap balik pemuda dihadapannya.
"Saya siap kapan pun, tergantung kamu", jawabnya yang membalikan kepada Kezia.
"Minggu depan?", alis Kezia terangkat, sebenarnya ia takut jika Gavin belum siap untuk semuanya. Namun seperti yang dikatakan Gavin tadi, ia akan siap kapanpun Kezia mau.
Gavin mengangguk kecil, "Can", ujarnya dengan tersenyum.
"Lo jangan main setuju-setuju aja!", geram Kezia.
"Terus saya harus gimana?, i'm not ready to say your name later, gitu?", alis Gavin terangkat.
"E-eum..ga gitu juga. Ga tau lah!, kita kasih tau orang tua masing-masing aja ya?, gue cape pertemuan mulu", keluh Kezia.
"Bilang aja kamu tidak kuat melihat ketampanan wajah saya", pede Gavin yang membenarkan kerah bajunya yang tidak berantakan sama sekali.
Kezia melirik Gavin sinis, "Iihhh, pede banget lo", nyinyirnya, "Di sini adem juga ya, anginnya enak banget", celotehnya menikmati hembusan angin yang membawa anak rambutnya terbang bebas.
Gavin tersenyum melihat pemandangan didepannya, ia memetik salah satu bunga yang ada dibelakang kursi taman. Gavin mendekatkan tubuhnya pada posisi Kezia duduk.
Tangan kekar Gavin bergerak menyingkap anak rambut yang menutupi wajah cantik Kezia, ia pun menyelipkan satu tangkai bunga pada daun telinga Kezia. Cantik, sangat.
Kezia diam menatap saat mendapat perlakuan dari pemuda tampan yang ada dihadapannya, "U'r so beautiful, really", gumam Gavin tersenyum.
seketika detak jantung Kezia semakin cepat dalam hitungan detik, matanya dan mata Gavin saling bertemu. Hanya ada jarak 20 cm diantara keduanya.
Sunyi, hanya terdengar suara hembusan angin yang lewat. Taman itu memang sepi saat pertengahan siang seperti ini, namun masih ada beberapa pasangan yang berkunjung untuk dating park.
Gavin tersadar dan langsung menjauhkan dirinya dari Kezia, "Ah, s-sorry. Saya ga bermaksud, h-hanya ingin memberi kamu setangkai bunga itu", ucap Gavin gugup.
"Gue..harus bantu Mama dirumah. Let us go home", ajak Kezia yang salah tingkah.
Gavin mengangguk, keduanya meninggalkan tempat dengan bunga edelweis yang masih terletak didaun telinga Kezia.
•÷•
Setelah menerimanya konsep yang telah dipilih oleh Kezia, Gavin langsung mencari keberadaan Rendra disetiap ruangan rumahnya dan ia temukan Rendra sedang membaca koran diatas pendopo yang ada dibelakang rumahnya."Pa, Kezia sudah mengirimkan konsepnya", ujar Gavin yang melangkah menghampiri Rendra.
Mendengar ucapan anaknya, Rendra menghentikan aktivitas membacanya dan matanya melirik Gavin yang sedang berjalan melewati sisi kolam renang dan menghampirinya.
"Bagaimana konsepnya?", tanya Rendra saat Gavin sudah duduk disebelahnya.
Gavin memperlihatkan layar handphonenya kepada Rendra, "A good choice, oke. Papa sama Pram akan menyampaikan kepada WO besok".
"Saya ikut ya?, biar Papa sama Om Pram ga terlalu repot", ujar Gavin.
Rendra menepuk-nepuk punggung tegap milik Gavin, "No need, kamu siapkan saja diri kamu. Urusan seperti ini serahkan kepada Papa dan Om Pram", ucap Rendra meyakinkan kepada Gavin bahwa semuanya akan berjalan sempurna.
Gavin tersenyum, "Thanks, Pa. Maaf sudah merepotkan Papa dan Om Pram".
"Papa sama Om Pram tidak merasa direpotkan sama sekali, lagi pula ini juga keinginan kami. Dengan senang hati kami lakukan", Rendra ikut tersenyum.
"All right, kalo gitu Gavin balik kedalem, Pa", pamitnya dibalas anggukan oleh Rendra.
•÷•
"Pernikahan lo nanti pasti ada lempar-lemparan buket bunga kan ya?, apa si itu namanya. Pokoknya gue harus dapet!, dan yang paling diharuskan lagi gue nangkep buket itu barengan sama cowo yang langsung jadi jodoh gue!", oceh Micahela yang berada diatas kasur bersama Kezia.
Kezia menggusar wajah Michaela, "Ngayal terus".
Michaela melirik tak suka, "Biarin aja kenapa si?!, iri aja lo", ketusnya, matanya merotasi.
"Dih, ngapain iri?. Bentar lagi gue mau nikah ngapain iri sama jones kaya lo?", ledek Kezia dengan kekehan yang membuat wanita yang ada disampingnya kesal.
"Brengsek ya lo!", Michaela memukul tubuh Kezia dengan guling yang ada disebelahnya.
Kezia terkekeh dan memukul balik Michaela dengan bantal, keduanya saling menyerang membuat suasana kamar Kezia menjadi sangat ramai dan seketika seperti kapal pecah.
Nita yang baru saja membuka pintu kamar Kezia terkejut dengan keadaan didalam, "Astaghfirullah hallazim, kenapa berantakan kaya gini", ujar Nita dengan kepalanya yang menggeleng pelan.
Kedua remaja tersebut menghentikan aktivitas perang bantalnya dan memasang senyum sambil menatap kearah Nita, "Hehe, nanti Zia beresin kok, Ma", ujar Kezia dengan senyuman terpaksanya.
"Iya, Tante. Nanti kita beresin lagi kok", sambung Micahela dengan raut wajah yang sama seperti Kezia.
Nita menghela nafasnya menghadapi sikap Kezia dan Michaela, "Cepat beresin ya?, kalo udah langsung kebawah bantu Mama didapur", Nita kembali keluar kamar dan menutup pintu.
"SIAP!", ujar serentak Kezia dan Michaela dengan tangan yang dilipat hormat sebelum Nita benar-benar melenggang.
"Elo si!, jadi berantakan kan", Kezia kembali memukul Michaela, sang empu tak terima dan kembali membalasnya.
"Kok gue?!, lo kan juga berantakin tadi!", Michaela melayangkan satu pukulan ketubuh Kezia.
Pintu kembali terbuka dan mendapatkan Nita dibaliknya, "Eh, eh, kok malah ribut lagi?, cepat beresin!".
Kezia dan Micahela terkejut, "I-iya, Ma/Tante".
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN STORY (Completed)
Roman pour Adolescents⛔DON'T FORGET TO VOTE⛔ ⚠️the story contains adult elements, please be wise in reading⚠️