Kezia berdiri didepan pintu kamarnya, menatap Pram yang sedang sibuk berkutat dengan laptop diruang keluarga.
Ia ingin menghampiri Papanya namun seakan berat karena kejadian tadi pagi, Kezia menjadi canggung dengan Papanya sendiri.
Namun, Kezia memberanikan diri untuk menghampiri Papanya. Tidak akan dimakan juga kan?. Kezia melangkah menuju ruangan keluarga.
Pram sadar akan kehadiran Kezia saat anak perempuannya itu duduk disebelahnya, "Hai, Pa", sapa Kezia dengan senyuman awkward.
"Hai sayang, there is something?", Pram kembali fokus pada laptopnya usai melirik sang anak.
"Emm...aku mau ngomongin tentang perjodohan", ucap Kezia dengan nada pelan namun masih mampu didengar oleh Pram.
Mendengar cicitan Kezia, Pram langsung beralih menatapnya dengan intens, "You accept?", tanya Pram.
Kezia menggeleng, "Sebelum aku terima, boleh Kezia ketemu dan melakukan pengenalan lebih dekat dengan anaknya teman Papa?".
Pram menghela nafas dan tersenyum, "Of course, kapan kamu mau bertemu?".
"Kalo bisa, aku mau hari minggu, Pa", ucap Kezia dengan yakin.
Pram membulatkan bola matanya tak percaya, "Kamu serius?", tanyanya memastikan dan dijawab anggukan oleh Kezia, "Baiklah, Papa akan kabari teman Papa, thanks ya honey", Pram mengelus lembut surai hitam Kezia dan mencium keningnya.
"You're welcome, Pa. Kalo gitu Kezia ke kamar dulu ya", pamitnya.
Pram menaut handphonenya yang tergeletak diatas meja saat Kezia sudah berjalan masuk kedalam kamarnya.
•÷•
Rendra mengetuk pintu kamar Gavin, "Gavin, can i come in?", ujar Rendra didepan pintu kamar Gavin.
Gavin yang sedang bermain handphone dengan posisi tengkurap langsung merubah posisinya, "Open the door", mendengar perkataan Gavin dari dalam, Rendra membuka pintu dan duduk dipinggir kasur Gavin.
"Papa mau bicara sama kamu", ucapnya.
Gavin bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk bersila disamping Papanya, "Ngomong soal apa, Pa?", alis Gavin terangkat.
"Papa's friend's son wants to meet on Sunday", ucapan Rendra membuat Gavin membolakan matanya, eskpresinya sangat sama saat Pram mendengar perkataan Kezia.
"Hari minggu, Pa?. Dadakan banget?".
"Papa juga ga tau, Vin. Kan yang memutuskan Kezia bukan Papa, maybe Kezia berfikir lebih cepat lebih baik?", Rendra mengangkat satu alisnya.
"Ya iya, but i'm not ready".
"Vin, apa yang belum siap?. Kamu hanya bertemu dengan calon istri kamu, Papa mau saat selsai pertemuan nanti. Kamu ajak Kezia jalan-jalan, buat dia nyaman sama kamu", usul Rendra seperti deja vu bagi Gavin.
"Ucapan Papa sama seperti Bima dikantor tadi", ucap Gavin.
"Really?, berarti Papa sama Bima satu frekuensi", Rendra menaik turunkan alisnya.
Gavin menghela nafas, "Oke, Pah. Saya akan mempersiapkan semuanya".
"Good luck", Rendra menepuk-nepuk punggung Gavin sebelum keluar dari kamar.
Rendra keluar dan kembali menutup pintu kamar, Gavin membenarkan posisi bantal dan tidur terlentang menatap langit-langit kamar.
"Sunday, saya harus membuatnya nyaman dengan saya", gumam Gavin, "But, jika cara bicara serta perilaku saya membuatnya ilfeel gimana?", pikiran negatif Gavin menyeruak.
"No, no, positif thinking Gavin. You can do it!", ucapnya meyakinkan diri.
•÷•
Satu hari sebelum Kezia dan Gavin bertemu, Kezia mengajak Michaela untuk pergi ke suatu tempat guna membuat otaknya lebih fresh dari sebelumnya.
Topik pembicaraan mereka berdua tak jauh dari soal perjodohan antara Kezia dan Gavin, toh tujuan utama Kezia mengajak pergi Michaela agar ia mendapat masukan dari sahabatnya itu.
Keduanya menikmati hidangan yang telah mereka pesan sebelumnya sambil menikmati suasana kota disore hari dari atas balkon lestoran dengan hembusan angin yang menerpa dan membawa terbang anak rambut keduanya.
"Trus gimana?", tanya Michaela, ia meneguk soda lemon yang ia pesan.
"We will meet on sunday", jawab Kezia yang matanya fokus melihat awan bergradasi jingga dan kuning.
"Apa itu ga terlalu kecepetan, Zi?", kening Michaela mengerut.
Kezia menghela nafas dan meletakkan sendok serta garpunya diatas piring putih berisi pasta favoritnya, "Chael, lo bilang ke gue waktu itu gimana ha?. Plin plan banget jadi orang", dengus Kezia.
Michaela terkekeh, "Hehe, bukan gitu Kezia cantik. Lo ngasih taunya dadakan banget coba, Bokap lo aja kaget apa lagi cowo itu".
"Ya...iya juga si, tapi gue ga mau lama-lama mikir tentang cowo itu. Mending cepet-cepet ketemu biar gue bisa langsung tau tanpa over thinking", Kezia kembali melahap pastanya.
"Lo bener, pokoknya besok lo ngomong apa yang ada dibenak lo. Biar dia tau apa yang lo mau, gue juga yakin, dia pasti ada keinginan sendiri untuk menyampaikan sesuatu yang dia mau. Jadi lo juga harus siap", ujar Michaela yang dibalas anggukan kecil oleh Kezia.
"Nikah serem ga si?", gumam Kezia, ia menatap kosong kearah jalanan kota yang masih sibuk.
Michaela menoleh dengan cepat, "Maksud lo?", keningnya berkerut dan aslinya menukik.
"Ya serem, pasti nanti ada perkara rumah tangga, belum lagi kalo terjadi salah paham, trus kadang suka over thinking kalo salah satu dari pasangan kita beda dari biasanya yang menyebabkan rumah tangga ancur", crocos Kezia membuat Michaela memijat pelipisnya.
"Lo jangan mikir kesitu dulu dora!, lo jalanin aja dulu pendekatan lo sama tuh cowo. Pas udah mateng lo sama dia nikah, baru lo pikirin tuh gimana caranya biar gada salah paham antara lo sama dia nanti", Michaela melempar tatapan sinis.
Menyuap pasta terakhir sebelum menjawab perkataan Michaela, "Bener, pinter juga lo. Anw, gue udah kenyang banget nih, pulang yu?", ajaknya.
"Bentar, gue abisin minuman gue dulu", Michaela menyeruput minumannya hingga ludes dan mereka pergi dari tempat menuju rumah masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN STORY (Completed)
Teen Fiction⛔DON'T FORGET TO VOTE⛔ ⚠️the story contains adult elements, please be wise in reading⚠️